Share

Langsung On

Author: Rasyidfatir
last update Last Updated: 2025-03-07 06:27:38

"Aku yakin mereka pasti mengira aku ini simpanan Om-Om yang lagi di ajak belanja," sungut Zahra.

"Tidak usah kamu pikirkan soal itu, kenyataannya kamu istriku sah," jelas Hisyam. Mendengar pernyataan Hisyam entah mengapa hati Zahra menjadi tenang. Apa karena Hisyam mengakui dirinya sebagai istri? 

"Om, yang namanya istri sah itu kewajibannya banyak. Salah satunya menuhin kebutuhan biologis Om," jawab Zahra.

"Kamu tidak perlu melakukannya, karena pernikahan kita tidak seperti orang pada umumnya," kata Hisyam tak berani berharap. Ia tahu mana mungkin Zahra minat kepadanya yang usianya jauh lebih tua.

Zahra pun mengangguk, sebenarnya dia tidak keberatan kalau Hisyam mau menyentuhnya. Karena dia merasa nyaman sekali malam itu waktu tidur di peluk Hisyam.

Sampai di rumah, para ART langsung sibuk mengeluarkan barang belanjaan di bagasi. Sementara Hisyam dan Zahra masuk ke dalam kamarnya. Zahra langsung naik ke ranjang sementara Hisyam sandaran di sofa.

"Sebentar saja jalan-jalan udah capek, gimana Om mau melayani istri di kamar kalau begini," ledek Zahra.

Gemas mendengar perkataan Zahra, Hisyam pun bangkit dari sofanya. Ia langsung bergerak cepat merebahkan Zahra.

"Kamu mau aku buktikan?" Zahra melotot kaget dan merasa ada benda keras di bawah sana yang menegang. Pikiran Zahra jadi berselancar. Mungkinkah tandanya Om Hisyam lagi kepengen ...

"Eh, tidak-tidak, aku cuman bercanda kok Om," wajah Zahra sedikit ketakutan seperti mau di terkam singa.

Hisyam pun melepaskan cengkeramannya. Ia juga tidak tahu mengapa sulit menahan dirinya sekarang. Segera Hisyam melepaskan Zahra setelah tahu tindakannya kelewat batas.

Sebentar saja, Zahra bisa merasakan tubuh kekar Hisyam di atasnya tadi. Sialnya, mengapa dia justru ingin Hisyam di atasnya lagi. Pikiran berselancar membayangkan keduanya sedang tanda petik. 

"Tidak-tidak, aku tidak mau melakukan itu dengan pria yang usianya lebih tua dariku," batin Zahra. Ia berusaha keras menolak perasaan yang masuk ke dalam hatinya.

"Kalau kamu berani menggodaku lagi, aku tidak hanya menerkammu," ancam Hisyam.

"Iya deh, enggak lagi." Zahra sedikit ketakutan kalau Hisyam benar-benar membuktikan ancamannya. Sementara Hisyam tersenyum kecil tanpa Zahra tahu. 

"Kamu tidak cobain pakaian yang aku belikan tadi?" tanya Hisyam mengalihkan pembicaraan

"Nanti ajalah, Om. Aku masih capek," ucap Zahra.

"Mana yang capek biar aku pijitin," tawar Hisyam. 

"Ini pasti modus kan. Enggak aku nggak mau!" tolak Zahra. Ia tidak mau di sentuh Hisyam yang di anggapan seperti Om-Om hidung belang. 

"Ya sudah kalau tidak mau, kalau begitu aku minta tolong pijitin punggungku," pinta Hisyam.

"Aku nggak bisa pijat Om. Kenapa Om tidak panggilin tukang pijat aja sih. Merepotkan," gerutu Zahra.

"Bukannya aku tidak mampu bayar. Cuman aku tidak suka di sentuh wanita yang bukan muhrimku. Kamu tahu jan maksudku," jelas Hisyam.

Degh, rasanya mendengar pernyataan Hisyam. Zahra tidak menyangka kalau Hisyam tidak sembarangan menyentuh wanita. Sangat berbeda sekali dengan Abie yang tiap hari mengirim wa mengajaknya tidur bareng. 

Akhirnya, Zahra mendekat sementara Hisyam membuka baju atasannya sehingga terlihat sixpack. Wajah Zahra jadi merona merah memandangi makhluk ciptaan Tuhan yang super tampan itu. Dengan badan atletis yang membuatnya dan dig dug ketika mau menyentuhnya.

"Kok diam saja. Ayo di pijat dong," pinta Hisyam membuyarkan lamunan Zahra. Zahra menempelkan kedua tangannya di punggung Hisyam. Ia mulai memijat sebisanya. Bukannya merasa enteng badannya, justru Hisyam merasakan sentuhan tangan halus Zahra seperti ada sengatan listriknya.

Celana bawahnya kembali sesak karena adik kecilnya kembali On. Hisyam menggerutu dalam hatinya. Mengapa terhadap istrinya ini dia harus menahan diri. Sungguh Hisyam merasa tersiksa menahannya.

"Om, kok diam? Apa pijatan Zahra kurang mantap?" tanya Zahra membuka pembicaraan.

'Duh, bukan masalah mantap atau tidaknya Zahra. Baru saja kamu sentuh saja sudah langsung On," batin Hisyam.

"Enak kok, lanjut kakiku ya," pinta Hisyam. Baru saja menyentuh kaki belakang Hisyam yang terdapat bulu-bulu halusnya Zahra langsung merasa gimana-gimana. Ia deg-degan setengah mati karena baru kali ini memijat laki-laki. Meski Hisyam sudah jadi muhrimnya tetap saja ia merasa kurang nyaman. Ada semacam perasaan yang tidak di mengerti menjalar dalam hatinya.

"Apa dulu, Tante Winda juga sering mijitin Om kayak gini?" tanya Zahra penasaran.

"Tidak pernah, dia tidak pernah aku izinkan capek-capek karena alasan kesehatannya," jawab Hisyam.

"Lalu, bagaimana Om melakukan hubungan suami istri kalau Tante Winda sakit?" tanya Zahra lagi.

"Aku melakukannya di awal-awal pernikahan kami. Setelah tahu dia di diagnosis penyakit itu. Aku tidak melakukannya, karena takut dia hamil. Mengingat kondisi tubuhnya pasti semakin kepayahan kalau dia sampai hamil anak kami," jawab Hisyam.

Zahra sempat melongo mendengar pernyataan Hisyam. Kalau selama ini Hisyam sudah lama tidak melakukan hubungan dengan wanita. Lalu bagaimana dia melampiaskannya. Terbersit pikiran jelek di hati Zahra.

"Aku tahu kamu pasti pikir aku jajan di luar untuk memuaskan hasratku. Kamu salah besar, aku rajin olahraga untuk mengalihkannya," ungkap Hisyam.

"Beneran.... tapi aku kok nggak percaya. Tenang aja Om, aku bisa jaga rahasia loh kalau Om mau cerita yang sebenarnya," ucap Zahra.

"Aku sudah ngantuk, lebih baik kamu tidur," jawab Hisyam dingin. Zahra kaget dengan ekspresi Hisyam yang berubah seketika. Ia pun menyelesaikan pijatnya dan Hisyam turun dari kasur beralih tidur di sofa. 

"Om marah?" tanya Zahra. Ia tidak bisa membendung rasa penasarannya.

"Tidak, aku hanya capek," jawab Hisyam datar sembari matanya memejam. Zahra pun tidak berani lagi bertanya. Meski ada rasa mengganjal di hatinya.

Malam semakin larut, Zahra tidak bisa tidur. Ia sudah beralih berbagai posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Pikirannya menerawang memikirkan sikap Hisyam tadi yang sepertinya marah mendengar pertanyaannya.

"Ih, ngapain sih aku pikirin dia," gumam Zahra sembari melirik ke arah Hisyam yang sudah terdengar dengkuran halusnya. Tiba-tiba senyum di bibir Zahra terbit, ia baru sadar ternyata Hisyam kalau tidur kelihatan tampan banget.

"Sebenarnya dia manusia atau siluman sih, kenapa di usianya yang sudah 40 tahun dia masih kelihatan muda banget," batin Zahra.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Penjelasan Dari Hisyam

    Abian dan Abel datang ke rumah Papanya. Mereka penasaran dari cerita Zahra kemarin. Tetapi Zahra tidak menceritakan keseluruhan kejadiannya. Ia ingin Abian mendengarnya sendiri dari Hisyam.Di ruang tamu, duduk seorang wanita tua berkerudung sederhana, dengan wajah lembut penuh gurat lelah.“Papa…” panggil Abian, “siapa beliau?”Hisyam menarik napas. “Beliau… Ibu Papa. Raisa.”Abian tertegun. “Ibu Papa? Bukannya… nenek sudah meninggal?”Hisyam menunduk. “Papa juga berpikir begitu. Tapi ternyata… beliau hidup. Dan selama ini… beliau hidup di jalanan. Nenek Raisa adalah ibu kandung Papa. Sedangkan nenekmu yang biasa kamu kenal sudah meninggal itu adalah ibu angkat Papa."Raisa menatap Abian, suaranya pelan, serak.“Maafkan nenek, Nak… Maaf karena nenek nggak pernah ada buat Papa kamu… dan buat kamu.”Abian menatap sang ayah, matanya bergetar. “Papa… kenapa Papa nggak pernah cerita?”Hisyam melangkah mendekat, menatap mata putranya.“Papa nggak berniat nyembunyiin.Papa kira udah lama men

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Berita Bahagia

    Abel berdiri terpaku di depan wastafel. Tangannya bergetar saat menatap dua garis merah yang muncul jelas di test pack.“Ya Tuhan…” bisiknya lirih. Dadanya berdebar. Antara tidak percaya dan gugup.Sejenak ia terdiam. Lalu… tanpa pikir panjang, ia melangkah cepat ke kamar.Abian masih tertidur lelap di ranjang. Nafasnya teratur, wajahnya tenang.“Sayang…” suara Abel bergetar. Ia sentuh bahu suaminya.Abian bergumam, matanya setengah terbuka. “Hmm, ada apa Sayang?”Abel menelan ludah, lalu tanpa banyak kata, ia sodorkan test pack itu.Abian mengerjapkan mata. Ia ambil test pack itu, menatapnya beberapa detik… lalu duduk tegak.“Serius nih?” suaranya agak serak.Abel mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku hamil …”Abian terdiam. Lalu tiba-tiba, ia menarik Abel ke pelukannya erat.“Alhamdulillah…". “Ini kabar paling luar biasa, Bel… Aku… aku bakal jadi ayah?”Abel tersenyum dalam pelukan suaminya, air matanya jatuh tanpa bisa di tahan.Abian masih memeluk Abel, seolah enggan melep

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Istri Kebanggaan

    Langkah Hisyam mantap memasuki rumah besar di sudut kota itu — rumah yang sejak kecil lebih sering ia lihat dari jauh ketimbang merasakan kehangatan di dalamnya. Di ruang tengah, duduklah pria tua dengan rambut memutih dan sorot mata tajam yang selama ini ia panggil Kakek."Kakek…" Suara Hisyam terdengar berat. "Ada hal yang ingin saya tanyakan."Kakek menatapnya, menutup buku di tangannya. "Apa?"Hisyam menarik napas, menahan gemuruh di dadanya. "Tentang Ibu… tentang Raisa."Seketika, wajah tua itu berubah kaku. Untuk sesaat, keheningan menggantung di antara mereka."Apa maksudmu?" tanya Kakek akhirnya, suaranya serak."Aku bertemu dengan seorang wanita… yang ternyata… katanya… dia adalah ibuku." Hisyam berusaha menahan gejolak emosinya. "Seorang pemulung… yang datang ke makam Papa… Kakek tahu soal ini?"Sorot mata Kakek melembut, tapi ada sesal yang jelas terpancar. Ia bersandar di kursi, menghela napas panjang seolah beban bertahun-tahun menindih pundaknya."Kau memang berhak tahu…

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Masa Lalu

    Raisa memandangi foto bayi mungil yang ada di tangannya. Matanya berkaca-kaca, seolah terjebak dalam pusaran waktu yang membawanya kembali ke masa lalu. Ia tidak menyangka, bayi mungil dengan pipi tembam dan senyum polos itu kini telah tumbuh menjadi pria dewasa yang begitu tampan bernama Hisyam. Tangannya bergetar pelan saat mengusap wajah mungil dalam foto itu. “Kamu tumbuh begitu cepat, Nak…” bisiknya lirih. Hisyam, dengan sorot mata tajam namun penuh kelembutan, sering membuat Raisa terpana. Ada banyak jejak masa lalu di wajahnya, garis rahang yang tegas, senyum yang hangat mengingatkan Raisa pada seseorang… dan pada luka yang tak pernah benar-benar sembuh. “Kalau saja waktu bisa kuputar,” ucap Raisa pelan, menatap kosong ke arah jendela. “Mungkin aku tak akan pernah membiarkanmu lepas dari pelukanku…” Raisa masih terpaku menatap foto itu. Jemarinya bergetar, tak hanya karena kenangan masa kecil Hisyam, tapi karena rahasia besar yang selama ini disimpannya rapat-rapat, bahkan d

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Gairah Hisyam

    Hisyam memutuskan pulang. Ia tidak bisa gegabah, tidak bisa langsung mempercayai wanita yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai ibunya. “Bisa saja dia mengaku-ngaku. Mungkin dia hanya ingin sesuatu dariku... uang? Atau entahlah ...?” pikir Hisyam sambil menatap kosong ke jalanan dari balik jendela mobilnya. Namun batinnya berteriak. Ada suara dalam dirinya yang menolak semua keraguan itu. Sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, seakan tubuhnya mengenali wanita itu lebih dulu daripada pikirannya. Sorot mata wanita itu—lelah, tapi hangat. Sentuhan tangannya kasar, tapi menggetarkan. Sedari kecil, Hisyam hanya tahu satu sosok ibu: perempuan lembut yang biasa menyiapkan sarapan dan mengusap kepalanya sebelum tidur. Istri papanya. Satu-satunya wanita yang ia panggil ibu selama ini. Tapi wanita itu yang berdiri lusuh di pemakaman pagi tadi mengguncang seluruh ingatannya. “Kalau dia bukan ibuku, kenapa tatapan matanya terasa seperti rumah?” bisiknya lirih. Kepalanya pening. Hatinya kac

  • Mendadak Dinikahi Calon Papa Mertuaku   Wanita Misterius

    Pagi itu, mentari belum sepenuhnya naik saat Hisyam melangkah pelan menyusuri jalan setapak di pemakaman. Suasana lengang, hanya terdengar kicau burung dan desir angin yang membuat dedaunan kering berguguran. Ia membawa seikat bunga melati, kebiasaan setiap kali menziarahi makam sang Papa.Namun langkahnya terhenti saat melihat sosok asing berdiri membelakangi pusara ayahnya. Seorang wanita. Tubuhnya kurus terbungkus baju lusuh dan rok panjang yang usang. Rambutnya tergerai acak-acakan. Di sebelahnya ada karung kecil yang biasa digunakan para pemulung. Ia tidak sedang menangis, namun tatapannya nanar, diam membatu seperti sedang memendam ribuan kisah dalam hati.Hisyam menyipitkan mata, mencoba mengenali. Tapi wajah wanita itu tak terlihat jelas. Ia ingin bertanya, tapi ada sesuatu yang membuatnya urung. Entah rasa segan, curiga, atau mungkin... takut pada jawaban yang akan ia dapat.Beberapa menit kemudian, wanita itu meletakkan seikat bunga kertas di atas makam, lalu membungkuk dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status