Share

03

Author: Nyemoetdz Kim
last update Last Updated: 2025-02-15 02:00:41

"Apa yang Mbak Sekar pikirkan sampai tidak fokus. Apa sakit, Mbak?" tanya Mbok Nanik yang coba mengobati luka di lutut Sekar.

Setelah mempresentasikan tugas yang dia kerjakan semalam, ditengah perjalanan, motor yang sudah menemani pulang pergi beberapa tahun ini tak sengaja di tabrak, hingga membuat lututnya terluka. Memang tidak parah, karena juga pengemudi itu tak sengaja menyenggol motor Sekar yang memang kurang fokus dengan jalan, otaknya sibuk memikirkan Wira.

Dengan jalan tertatih karena lutut sebelah kirinya terluka hingga membuat celana yang dikenakan robek, dia menggerutu karena pengawal pribadinya langsung melaporkan kejadian itu pada Presiden, padahal dia tidak mau orang tuanya khawatir karena dirinya.

Sesampainya di rumah dia berbaring dengan santainya, menutup wajahnya menggunakan bantal. Dia menangis dalam diam, terbiasa di tinggal bekerja orang tuanya, dia menjadi pribadi yang kuat, tapi juga ceria. Bukan berarti orang tuanya tidak sayang, karena setelah mendengar kabar putri semata wayang mereka terluka, Adi dan istrinya segera pulang.

"Mana saja yang terluka." Suara Sophia terdengar, membuat Mbok Nanik menghentikan kegiatannya.

"Ibu, hanya lututku saja yang terluka. Bukan luka yang serius," sahut Sekar, dia berusaha untuk duduk bersandar. Perjalanan kembali ke rumah dinas, orang tua Sekar dikabarkan putrinya kecelakaan, mereka langsung ingin pulang.

"Ya Tuhan, Nak. Lihatlah luka ini, apa tidak perih?" Sophia menatap perih luka di lutut putrinya.

"Makanya Ayah bilang menggunakan mobil saja. Ada sopir yang akan mengantarkanmu, kenapa susah sekali diberitahu." Kali ini Adi yang langsung duduk di samping putrinya. Lukanya sudah Nanik obati dan tinggallah mereka bertiga di kamar.

"Makanya juga Sekar lebih baik tinggal di rumah Nenek saja daripada di sini. Ayah dan Ibu jadi mengkhawatirkan aku, padahal juga hanya luka kecil."

"Memang gadis nakal. Orang tua pasti khawatir, saat putrinya terluka seperti ini," sahut Sophia sambil memukul pelan bahu putrinya karena gemas.

"Ayah, apa ada Ajudan baru? Kenapa tidak di kenalkan padaku, jahat sekali." Ketika orang tuanya sedang khawatir, dia coba mengalihkan obrolan mereka dan menanyakan Wira, pria yang dia temui tadi pagi.

"Sudah, lebih baik pejamkan mata dan tidur." Adi mengusap rambut putrinya dan berjalan pergi setelah memastikan putrinya tidak mengalami luka yang serius.

"Ayah jahat sekali, aku—" Ucapan Sekar terhenti saat dadanya terasa tertekan, membuat nafasnya terasa berat. Langkah kaki Adi terhenti dan kembali menatap putrinya dengan wajah pucat.

"Sayang, sebaiknya kita ke rumah sakit. Apa kepala kamu tidak sakit?" tanya Sophia khawatir.

Bukannya menjawab, Sekar hanya diam sambil mengatur nafas. "Ke mana oksigenmu?" Adi yang melihat putrinya sedang merasa sesak segera mencarikan tabung oksigen milik putrinya, sampai dia menemukan di samping lemari.

"Bahkan kamu tidak bilang jika oksigenmu habis semua. Sebenarnya ada apa denganmu, Nak." 3 tabung oksigen yang disimpan ternyata kosong.

"Sekar ..." Sophia coba membuat putirnya menatap, namun tidak ada sautan.

"Kita bawa ke rumah sakit, siapkan mobil." Dengan segera Adi mengendong putrinya keluar, untuk dibawa ke rumah sakit.

Tubuh ringkih puterinya tidak membuat Adi kesulitan menggendong, terjadi kepanikan sesaat melihat Sekar mengalami sesak nafas. Dia syok setelah mengalami kecelakaan, namun dia membiarkan begitu saja. Dia pikir akan hilang sesampainya di rumah.

"Ada apa, Pak?"

Wira berjalan menghampiri Adi yang ada di halaman depan rumah dengan Sekar di gendongannya.

"Kita bawa dia ke rumah sakit. Dia mengalami sesak nafas."

"Ayah, Se–kar tidak apa-apa. Sudahlah, ti–dak perlu ke rumah sa–kit." Sekar menghentikan langkah Adi ketika akan masuk mobil.

Adi mendudukkan tubuh puterinya di bangku belakang mobil saat Wira berhasil membuka pintunya. Sekar menatap pria yang sejak tadi membuat tidak fokus. Matanya tidak terkedip melihat Wira, padahal dia sedang mengalami sesak nafas.

"Pak, gunakan tabung portabel ini." Salah satu Ajudan Adi datang dan membawakan tabung oksigen yang dibutuhkan.

Dengan bantuan Sophia, Sekar menghirup udara dari tabung oksigen itu perlahan dengan mata yang masih menatap Wira. Pria tampan itu sedang mendengarkan Adi bicara, seperti sedikit menjelaskan kondisi Sekar pada Wira yang tidak tau.

"Biar saya yang membantunya." Wira menawarkan diri untuk menggendong Sekar yang gagal pergi ke rumah sakit karena dia sudah mendapatkan oksigen.

Perlahan Wira menyentuh tubuh wanita cantik yang tidak lepas menatapnya. Dia diam seribu bahasa tanpa penolakakan, entah karena tabung oksigen yang menutupi sebagaian wajahnya, atau dia sedang terpesona dengan wajah tampan pria yang menggendongnya.

"Maaf jika saya lancang." Suaranya berat, pas dengan wajahnya yang tampan dan juga berwibawa.

Sekar hanya mengangguk, dia hanya diam saat sebelumnya sangat ingin mengutarakan perasaan. Sampai di kamar Sekar masih diam. Perlahan Wira membaringkan tubuh putri tuannya, dengan mata Sekar terus memandang wajah tampan Ajudan bapaknya.

"Terima kasih, Tuan." Suara Sekar lirih, namun masih terdengar dari balik masker oksigen yang dikenakan.

"Kamu yakin tidak ingin pergi ke rumah sakit, Nak?" Pertanyaan Sophia mengalihkan pandangan Sekar pada pria tampan di hadapannya.

Sekar menggeleng pelan. Syarat jika menolak akan apa yang ibunya tawarkan. "Oh ya, dia ini Wira, Ajudan baru Bapak."

Wira menunduk sopan pada Sekar yang hanya tersenyum tipis. Rasa sesak terasa ketika dia terus menatap ketampanan pria bertubuh kekar dan tampan itu. Bukan hanya karena sakitnya, tapi ketampanan dari Wira.

Setelahnya Wira berjalan pergi, dari tempatnya berbaring, mata Sekar terus menatap punggung kekar Wira yang perlahan meninggalkan kamar. Hingga dia tidak fokus dengan perkataan ayah dan ibunya.

"Sayang, minum obatmu dan segera istirahat agar lebih enakan."

"I–bu, apa Tuan Wira sudah menikah?" tanya Sekar. Entah pertanyaan apa itu, dia malah membahas Wira ketika kondisinya sedang tidak baik-baik saja.

"Dia masih lajang. Kenapa memangnya? Di usianya sekarang, dia sudah menjadi Mayor, bukankah itu hebat," jelas Sophia.

"Memang usia berapa dia, Bu?" tanya Sekar. Dia masih sempat memikirkan Wira saat kondisinya sedang tidak baik saja.

"32 tahun."

"Usia bukan penghalang untuk diriku yang masih 24 tahun ini," jawab Sekar.

"Kamu itu bicara apa? Fokus dengan kondisimu. Jangan selalu menyembunyikan rasa sakitmu seorang diri, Nak. Bahkan tabung oksigenmu habis, kamu tidak peduli. Alergi mu jika tidak hati-hati akan mengancam jiwamu. Ibu tidak merasa terbebani, Ibu malah merasa bersalah saat membiarkanmu. Kamu banyak mengalah karena kesibukan kami, jadi maafkan Ayah dan Ibu, Nak."

"Ibu bicara apa. Sekar mengerti kok, tidak perlu mengatakan hal seperti itu. Apa ibu pikir Sekar anak yang lemah? Walau penyakit ini menjadi kelemahan ku, tapi aku tetap ingin bersikap baik-baik saja. Sekarang akan lebih menjaga diri. Ibu jangan menyalahkan diri, aku baik-baik saja," jelas Sekar.

Ibu mana yang tidak bersedih ketika putri semata wayang mereka kurang kasih sayang karena kesibukan. Sekarang ketika Adi baru di pilih menjadi presiden, Sophia ingin Sekar bersama mereka, tidak lagi dengan Nenek Sekar.

"Kamu memang gadis manis. Ibu sayang padamu, Nak."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   33

    Sekar terlanjur kesal melihat Wira, itu sebabnya dia tidak menerima penjelasan dari Wira. Mengganggap jika pria yang dia tunggu sejak siang tidak pernah peduli dengan dirinya yang khawatir.Dia tertunduk mendengarkan omelan dari seseorang jabatannya lebih tinggi darinya, karena keteledorannya kegiatan Adi terhambat. Tidak ada jawaban ataupun pembelaan darinya karena memang dia bersalah. Pukulan yang dia terima saja seperti tidak berarti apa-apa. "Saat kau tidak bisa menjalani tugasmu dengan benar, jangan menyanggupi. Sudah bagus sebelumnya kau mengambil cuti, saat kau bilang akan datang, kau tidak datang. Bagaimana malunya Bapak saat terlambat karena menunggumu. Ha!" Didikan militer tidak membuat hati Wira menciut karena teriakan dari atasanya. Jadwal hari ini kacau karena Wira dan atasanya datang untuk memberi peringatan."Sudahlah, ini juga kesalahan putriku, bukankah kegiatan berjalan dengan lancar tadi, jangan terlalu menyalahkan dia." Adi yang baru datang menghampiri mereka. Buka

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   32

    Wira yang baru bangun termenung sejenak mengingat mimpi tidur siangnya. Meski muka bantal, dia tetap terlihat tampan. Jam memunjukkan pukul 5 sore, rencana untuk ke makam urung dia lakukan karena terlalu lama tidur."Ini formulir Beasiswa yang aku janjikan. Pilih mana yang ingin kau masuki, nanti saat kau sudah memutuskannya kirimkan pada Mas." Ada beberapa pilihan kampus yang atasanya tawarkan, dan itu cuma-cuma untuk adik Wira asal kakaknya mau menjalankan tugasnya dengan benar."Mas, bukankah aku sudah katakan untuk tidak memikirkan ini lagi. Aku tidak ingin terus merepotkanmu. Fokus saja mencari jodoh dari pada mengurus diriku.""Tugasmu menyelesaikan S1 mu, setelahnya terserah dirimu ingin bagaimana. Buktikan jika tanpa orang tua, kita bisa berhasil," sahut Wira. Harapan besar itu ingin Wira tunjukkan pada orang-orang yang meremehkan dirinya, jika berhasil membuat adiknya berhasil juga."Tapi ini usaha Mas, aku hanya menikmati dengan tenang.""Tidak juga, kau sudah berusaha untuk

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   31

    "Seperti penawaranku sebelumnya, jika kau berhasil dengan tugasmu kali ini, promosimu siap disetujui menjadi Wakil Komandan Batalyon Infanteri para Reider."Wira sedang bertemu dengan atasanya. Dia akan di promosikan, namun dia harus menjalani tugas sebagai Ajudan Adi Bagus selama periode menjabat."Kau bisa kapan saja digantikan dan dipromosikan saat waktunya tepat seperti yang Panglima perintahkan. Jangka yang kita beri selama periode Bapak berlangsung, jadi nikmati waktu kerjamu. Dan tentang beasiswa adikmu, dia sudah bisa mengajukan pendaftaran ke universitas yang dia pilih. Berikan formulir ini padanya, kita akan atur sisanya." Seperti janji mereka, saat Wira mau menjadi Ajudan Presiden dengan resiko berat dipikul, dia juga mendapatkan apa yang mereka janjikan.Berjuang demi masa depan dirinya dan juga adiknya sedang Wira lakukan, agar bukan dia saja yang akan menjadi berhasil, melainkan adiknya juga. Dia memang tidak memaksa pada adiknya untuk mengikuti jalannya, namun dia ingin

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   30.

    "Lihat saja dulu. Nanti Mas bisa menyimpulkan sendiri, kenapa aku bersikap seperti tadi. Jika aku tidak sungguh-sungguh padamu, untuk apa aku membuang waktu untuk memikirkan Mas yang tidak membalas perasaanku."Sekar memberikan ponsel miliknya pada Wira. Dia tidak mungkin mengatakan saat ada Panji ataupun Rini. Bukan tidak percaya pada mereka, hanya saja pasti dia semakin tidak bisa bergerak karena penjagaan ketat dari ayahnya.Wira ingin ikut ke rumah dinas daripada memilih untuk pulang. Sesampainya di rumah, Sekar segera ke kamar. Mood nya buruk karena ucapan Wira, memang tidak salah, tapi terdengar memaksakan saja.Dalam ruang kerja yang juga banyak berbagai buku di ruangan itu, Wira duduk di sofa panjang dan coba mengecek ponsel Sekar. Dia coba melihat dari panggilan masuk. Begitu banyak panggilan tidak dijawab di sana, padahal Sekar sudah mengaktifkan mode blokir untuk penelepon spam, tapi tetap saja ada yang menghubunginya. B

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   29.

    "Mbak yakin dengan jawaban itu?" Sekar menatap serius atas pernyataan Rini."Kita berangkat sekarang?" Wira yang sudah terlihat rapi dan tampan menghampiri mereka dan langsung mendapatkan tatapan tajam."Apa yang kalian lihat? Kenapa menatap sampai seperti itu?" tanya Wira bingung."Tunggu, Mbak. Aku ulangi, siapa target laki-laki yang Mbak sukai?" Sekar mengulangi pertanyaan di hadapan Wira yang tidak mengerti topik pembahasan mereka."Dia. Sejak pertama kali bertemu, dia sudah membuatku jatuh hati." Sekar menatap seseorang yang Rini maksudkan."Kenapa Mas tidak mengelak. Apa kalian sudah menjalin hubungan?""Belum. Dia belum membalas perasaanku, tapi jahatnya dia selalu memberiku perhatian." Rini kembali yang menjawab rasa penasaran Sekar, akan hubungan yang sedang mereka jalani."Sebenarnya apa yang sedang kalian bahas? Tidak bisakah kita berangkat dulu.""Mas Panji ...

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   28.

    "Lantas jika bukan, lalu siapa dia?" Sekar balas bertanya atas pertanyaan yang Wira lontarkan."Dia ini hanya teman lama, dia memiliki suami yang semalam menyeretku dalam perkelahian bodoh itu. Apa kamu pikir dia kekasihku? Kenapa sikapmu seperti menghindariku sejak kemarin. Di Mall kemarin itu kamu kan? Dia memang bersamaku, tapi dia juga bersama suaminya. Kita teman akrab, tidak ada hubungan lebih.""Lalu kenapa Mas menjelaskan ini semua. Memangnya siapa aku? Mau dia pacar Mas atau bukan, itu terserah Mas."Mereka berdua bicara di dalam mobil, membiarkan yang lain menunggu setelah wanita yang bersama Wira pergi. Sekar tidak mau di ajak masuk, itu sebabnya mereka bicara di mobil."Aku hanya ingin menjelaskan saja. Apa salahnya? Aku pikir kamu menghindariku beberapa hari ini. Maaf jika aku bersikap salah padamu."Sekar diam, dia salah paham pada Wira karena gosip bohong itu. "Tanyakan apa yang ingin kamu tau dariku, jangan hanya diam ketika kamu ingin mengenalku lebih jauh. Bagaimana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status