Share

09.

Author: Nyemoetdz Kim
last update Last Updated: 2025-03-18 23:10:14

"Akhirnya aku terbebas dari rasa tidak nyaman ini."

Sekar melepaskan gips yang membalut kaki setelah beberapa hari dikenakan, rasanya begitu lega. Meski sedikit nyeri karena biasa terbalut, sekarang sudah tidak mengenakannya lagi karena merasa risih.

Dia sudah bisa berjalan tanpa penyangga kaki lagi, dengan langkah pelan Sekar berjalan masuk rumah dinas setelah dari rumah sakit. Dia hanya pergi di temani Panji dan pengawal wanita yang bersamanya.

"Nanti bisa jalan bersama Lastri kalau begitu. Akhirnya terbuka gips yang membuat hidupku kesulitan beberapa hari ini." Dia menggerutu sendiri berjalan menuju pintu masuk dengan beberapa anak tangga menjadi jalannya.

Langkahnya terhenti ketika suara mobil menusuk gendang telinganya, dia menatap ke arah di mana mobil dinas sang ayah berhenti di sana. Apalagi ada Wira yang turun sebelum ayahnya. Matanya tak berkedip menatap sosok tampan yang dia temui di Mall waktu itu.

"Kamu membuka gips mu, apa tidak sakit? Bukannya harus seminggu lagi." Adi menghampiri puterinya yang ada di tengah tangga sambil menatap ke arahnya berjalan.

"Ya, sakit, tapi aku tidak bisa leluasa dengan gips itu. Seperti ini jauh lebih baik." Dia coba berjalan agar ayahnya tau, jika kakinya baik-baik saja.

Namun, baru beberapa langkah, dia malah hampir jatuh sampai Wira yang ada di belakang Adi memeganginya agar tidak jatuh. "Itu yang kamu bilang baik-baik saja? Sebaiknya Ayah bantu kamu ke kamar," tutur Adi.

"Kalau begitu gendong," renggek Sekar tanpa malu ada Wira di hadapannya. Dia melepaskan tangan Wira setelah berhasil berdiri tegak.

Wira sendiri tak bersuara, dia tampak canggung setelah membantu. Meski tak lama dia menunduk, ketika mata mereka saling bertemu.

"Biar saya yang membantu Mbak Sekar ke kamar. Bapak istirahat saja," pinta Wira dengan sopan, tak ingin melihat Presiden kesusahan untuk membantu puterinya masuk.

Senyum bahagia itu tersungging indah di bibir Sekar, dan Adi hanya menggeleng kepala sambil tersenyum melihat tingkah putrinya yang tampak bahagia. Dia tau jika kebahagiaan bisa dekat dengan Wira, karena sang puteri mengidolakan pria tampan dengan tatapan tegasnya itu.

"Saya bantu berjalan." Lah, kok berjalan. Harapan Sekar lebih dari berjalan, menggendong seperti biasanya yang dia mau.

"Ah ... iya." Meski dia ingin sekali digendong, lidah Sekar tidak bisa bergerak untuk mengatakan itu.

"Aduh—" rintih Sekar saat beberapa anak tangga dia lewati dengan bantuan Wira, padahal sebelumnya dia berjalan sendiri tanpa merintih kesakitan.

Sekar memegang erat lengan Wira agar tidak terjatuh. Dia seperti memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan pria tampan seperti Wira.

"Maafkan saya." Hal yang sangat Sekar inginkan terjadi ketika Wira meminta maaf sebelum menggendong tubuh Sekar masuk.

Triknya dekat dengan Wira berhasil, dia digendong dengan bahagianya. "Loh, Mbak, ada apa?" tanya Rini, pengawal wanita yang pergi bersamanya tadi.

"Kenapa kamu membiarkan Mbak Sekar melepaskan gips saat kakinya masih sakit," ucap Wira pada pengawal pribadi Sekar.

"Tadi Dokter bi–lang kalau—"

"Aduh ... bisakah kita ke kamar saja. Kakiku terasa kesemutan, apa karena belum terbiasa itu ya." Sekar mengalihkan obrolan mereka agar tidak menyalahkan Rini.

Wira segera membawa wanita yang dia gendong ke kamarnya agar bisa istirahat. Membiarkan Rini menatap bingung. Padahal Dokter bilang kondisi kakinya sudah jauh lebih baik. Pemulihannya berjalan dengan cepat, itu sebabnya Dokter membuka gips yang dikenakan.

"Mbak Sekar ada-ada saja." Rini sangat tau jika Sekar memang menyukai Wira, itu sebabnya dia hanya tersenyum melihat mencari alasan agar bisa digendong.

"Apa Mas sudah menikah?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Sekar yang berhasil duduk di tempat tidurnya.

"Apa itu penting untuk Mbak tau?"

"Mas masih saja memanggil seperti itu. Aku merasa canggung jika Mas memanggilku Mbak," sahutnya dengan wajah ditekuk.

"Lantas saya harus memanggil apa? Nona?" Wajah serius Wira luntur melihat wajah Sekar yang ditekuk karena kesal. Untuk kesekian kalinya Sekar mengingatkan Wira agar memanggilnya nama, namun tidak diiyakan.

"Panggil sayang saja, apa bisa?" Sekar seketika menutup mulutnya dengan tatapan melirik ke arah Wira yang hanya diam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   30.

    "Lihat saja dulu. Nanti Mas bisa menyimpulkan sendiri, kenapa aku bersikap seperti tadi. Jika aku tidak sungguh-sungguh padamu, untuk apa aku membuang waktu untuk memikirkan Mas yang tidak membalas perasaanku."Sekar memberikan ponsel miliknya pada Wira. Dia tidak mungkin mengatakan saat ada Panji ataupun Rini. Bukan tidak percaya pada mereka, hanya saja pasti dia semakin tidak bisa bergerak karena penjagaan ketat dari ayahnya.Wira ingin ikut ke rumah dinas daripada memilih untuk pulang. Sesampainya di rumah, Sekar segera ke kamar. Mood nya buruk karena ucapan Wira, memang tidak salah, tapi terdengar memaksakan saja.Dalam ruang kerja yang juga banyak berbagai buku di ruangan itu, Wira duduk di sofa panjang dan coba mengecek ponsel Sekar. Dia coba melihat dari panggilan masuk. Begitu banyak panggilan tidak dijawab di sana, padahal Sekar sudah mengaktifkan mode blokir untuk penelepon spam, tapi tetap saja ada yang menghubunginya. B

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   29.

    "Mbak yakin dengan jawaban itu?" Sekar menatap serius atas pernyataan Rini."Kita berangkat sekarang?" Wira yang sudah terlihat rapi dan tampan menghampiri mereka dan langsung mendapatkan tatapan tajam."Apa yang kalian lihat? Kenapa menatap sampai seperti itu?" tanya Wira bingung."Tunggu, Mbak. Aku ulangi, siapa target laki-laki yang Mbak sukai?" Sekar mengulangi pertanyaan di hadapan Wira yang tidak mengerti topik pembahasan mereka."Dia. Sejak pertama kali bertemu, dia sudah membuatku jatuh hati." Sekar menatap seseorang yang Rini maksudkan."Kenapa Mas tidak mengelak. Apa kalian sudah menjalin hubungan?""Belum. Dia belum membalas perasaanku, tapi jahatnya dia selalu memberiku perhatian." Rini kembali yang menjawab rasa penasaran Sekar, akan hubungan yang sedang mereka jalani."Sebenarnya apa yang sedang kalian bahas? Tidak bisakah kita berangkat dulu.""Mas Panji ...

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   28.

    "Lantas jika bukan, lalu siapa dia?" Sekar balas bertanya atas pertanyaan yang Wira lontarkan."Dia ini hanya teman lama, dia memiliki suami yang semalam menyeretku dalam perkelahian bodoh itu. Apa kamu pikir dia kekasihku? Kenapa sikapmu seperti menghindariku sejak kemarin. Di Mall kemarin itu kamu kan? Dia memang bersamaku, tapi dia juga bersama suaminya. Kita teman akrab, tidak ada hubungan lebih.""Lalu kenapa Mas menjelaskan ini semua. Memangnya siapa aku? Mau dia pacar Mas atau bukan, itu terserah Mas."Mereka berdua bicara di dalam mobil, membiarkan yang lain menunggu setelah wanita yang bersama Wira pergi. Sekar tidak mau di ajak masuk, itu sebabnya mereka bicara di mobil."Aku hanya ingin menjelaskan saja. Apa salahnya? Aku pikir kamu menghindariku beberapa hari ini. Maaf jika aku bersikap salah padamu."Sekar diam, dia salah paham pada Wira karena gosip bohong itu. "Tanyakan apa yang ingin kamu tau dariku, jangan hanya diam ketika kamu ingin mengenalku lebih jauh. Bagaimana

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   27.

    "Aku tidak ingin membahasnya lagi. Aku juga tidak berbohong. Besok, aku tidak bisa datang. Bisakah aku cek laporan itu dari rumah?" Sekar tetaplah sama, tidak terbuka dengan perasaanya.Melihat Wira keluar rumah dinas, Sekar menghentikan pembahasan mereka. Dia pikir Wira sudah pulang, nyatanya dia masih di rumah."Masuklah, Ibu sudah siapkan makan malam. Di sini juga dingin," tutur Wira pada mereka berdua."Aku tidak lapar, tadi sudah makan sebelum ke sini," jawab Lastri."Temani dia makan, sejak semalam dia tidak makan. Ibu juga sudah siapkan," sahut Wira.Sekar diam, memainkan kakinya tanpa ingin menatap pria yang ada di hadapannya. Dia masih meyakini jika wanita itu memang kekasih Wira. "Dia sungguh tampan dari jarak dekat, daripada di foto." Lastri berbisik ketika Wira meninggalkan mereka dan berharap masuk."Sebaiknya kita masuk sebelum terkena omelan lagi." Mereka berdua masuk dan segera duduk di meja makan, terlihat dari t

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   26.

    "Apa masih dingin? Ada selimut kecil di laci itu, ambil dan pakai." Mereka meninggalkan Mall dengan Sekar yang banyak diam. Tidak ingin bertanya siapa wanita itu atau apapun."Tidak. Aku baik-baik saja.""Oh ya, apa seseorang yanvg mengajakmu tidak mengantarkanmu pulang. Atau kamu memang pergi sendiri?" tanya Wira dengan mata yang fokus jalanan yang padat merayap."Apa Mas Panji tidak mengatakan apapun?" Tatapanya datar, seakan tak ingin menjawab pertanyaan Wira."Hanya bilang menjemputmu saja, dan kebetulan aku di sini, jadi ya ..." ucapannya menggantung. Wira sendiri tidak menjelaskan siapa wanita tadi.Suasana mobil kembali sunyi. Sekar hanya fokus menatap jalanan kota, hujan masih turun walau tidak begitu lebat. Saat mobil berhenti karena lampu merah, Sekar dibuat terkejut ketika Wira tiba-tiba mengambilkan selimut yang dia katakan tadi. Otomatis tubuhnya condong ke arah Sekar. Sejenak dia menahan nafas sampai Wira memberikan selimut

  • Terpikat Mayor Ajudan Bapak   25.

    Sekar terbangun setelah beberapa jam tidur, itu juga karena dia tidak bisa nyenyak tidur. "Mau ke mana, Mbak?" tanya Mbok Nanik saat melihat akan pergi."Apa Mas Panji hari ini datang, Mbok?""Aku tadi melihatnya, tapi dia bilang mau keluar sebentar, setelah melihat Mbak Sekar tidur. Apa mau keluar?" tanyanya lagi."Iya, mau beli sesuatu di depan sebentar.""Jangan pergi sendiri, tunggu Mas Panji saja. Dia bilang hanya sebentar kok." Mbok Nanik menghentikan langkah Sekar agar tidak pergi sendiri."Aku juga hanya sebentar, di dekat sini saja. Tidak akan lama. Nanti aku akan minta jemput Mas Panji, jadi tenang saja." Sekar bersikeras untuk pergi sendiri, tidak ingin menunggi Panji seperti permintaaan Mbok Nanik.Mempercayai ucapan Sekar, Mbok Nanik membiarkan pergi. Karena weekend, hanya beberapa yang berjaga di kediaman Presiden. Dia berjalan ke gerbang yang sedikit jauh dari rumah, tapi dia menikmatinya. Walau mendung, dia tetap ingin pergi. Rasa bosan menguasai dirinya, dia pergi seo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status