Share

Chapter 5

Auteur: Brille23
last update Dernière mise à jour: 2023-11-09 11:26:23

Karena di hari pertama perkuliahan tidak ada penyampaian materi perkuliahan, setelah selesai mengabsen dan memberi sedikit pengarahan, serta sesi tanya jawab, Martin pun akhirnya mengakhiri kelas.

Semua mahasiswa dan mahasiswi pergi meninggalkan kelas, terkecuali Wendy, karena ia diminta Martin untuk jangan dulu meninggalkan ruangan. Oleh karena itu, Wendy hanya duduk manis di tempat duduknya melihat satu persatu teman kelas melewati pintu.

Ia lalu mengalihkan pandangannya pada DPA-nya yang tampak sedang sibuk memeriksa ponselnya sembari menunggu semua orang meninggalkan kelas. "Hm, apa saja yang ingin dia bicarakan denganku ya?" pikir Wendy.

Ting!

Tiba-tiba ponsel Wendy berdering, pertanda sebuah pesan singkat baru saja terkirim padanya.

Menyadari hal itu, Wendy langsung mengambil ponselnya untuk mengetahui siapakah si pengirim pesan itu.

Setelah memastikannya seketika wajah manis gadis itu tertekuk, tampak sekali raut wajahnya sangat tidak senang dengan apa yang dibacanya.

"Semangat menjalani hari pertama sebagai seorang mahasiswi, Baby!" Seperti itulah isi pesan dari Chris, si pengirim yang mampu membuat suasana hatinya berubah menjadi sangat buruk.

Meski malas, Wendy pun membalas pesan itu karena hal itu adalah sebuah kewajiban baginya untuk membalas setiap pesan yang dikirim Chris walaupun pesan itu amat sangat tidak penting.

"Ya," balas Wendy dengan sangat singkat.

"Sedang ngambek pada kekasihmu, hm" ucap Martin yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depan Wendy.

Sontak mendengar suara yang tiba-tiba itu, membuat Wendy kaget bukan main. Ia langsung menoleh pada pria yang berdiri di depannya itu dan tampaklah tampang ramah dosen itu tersenyum sembari memandanginya.

"Ah! Tidak Pak, ini hanya sebuah pesan dari orang yang begitu sangat menyebalkan," sangkal Wendy dengan jantung yang berdegup begitu kencang karena saking terkejutnya.

"Santai saja, tak perlu gugup begitu, maafkan tadi Saya tidak sengaja melihat isi balasanmu," timpal Martin dengan santainya.

"Ti ... Tidak apa-apa, Pak. Tapi benar Pak, dia ini bukan kekasih Saya!" Untuk mendalami karakternya sebagai Bella Valentine agar sesuai dengan apa yang diinginkan Chris, ia pun bertingkah seperti mahasiswi polos yang cukup pemalu.

"Hahahaha, ya, ya, baiklah." Martin tertawa, lalu pergi membawa sebuah kursi dan menempatkannya berhadapan dengan Wendy, kemudian duduk dengan santainya di sana.

"Ngomong-ngomong, ada apa ya Bapak meminta Saya jangan dulu pergi?" tanya Wendy setelah ia melihat dosennya itu duduk dengan baik.

"Hm, sebenarnya tidak terlalu penting juga, sebagai DPA-mu Saya hanya ingin tahu mengenai mahasiswi baru ini," jawab Martin sembari memeriksa kembali ponselnya.

Wendy hanya diam memperhatikan pria yang tampak seperti sedang membaca sesuatu di ponselnya itu.

“Em, Pak, Saya –“

“Saya ingin mendengar tanggapanmu mengenai sesuatu, boleh kan?” sela pria itu setelah ia selesai dengan ponselnya.

“Tentu saja, Pak, tapi mengenai apa ya?” Wendy penasaran dengan permintaan yang tiba-tiba itu.

“Saya baru saja membaca sebuah artikel berita mengenai kasus ditemukannya mayat tanpa identitas di taman beberapa waktu yang lalu, Kau tahu kasus itu kan?” tanya Martin yang kemudian dibalas dengan sebuah anggukan dari Wendy yang sebenarnya sangat gugup. Tentu wendy sangat gugup mengingat kasus itu sangat ada hubungannya dengan dirinya. Namun karena Wendy ahli dalam menyembunyikan perasaannya, ia pun tampak biasa saja menampakkan ekspresinya.

“Baguslah, bagaimana tanggapanmu mengenai kasus itu?” sambungnya sembari memasang tampang antusias menunggu tanggapan dari wanita itu.

“Kasus itu cukup ramai diperbincangkan, memang tampak seperti pembunuhan biasa saja, tapi mengetahui sampai sekarang Saya tidak menemukan perkembangan apa pun mengenai kasus itu di media masa mana pun, Saya jadi meragukan bahwa itu bukanlah pembunuhan biasa,” tutur Wendy dengan sangat hati-hati memaparkan apa yang dipikirkannya tanpa menyinggung sedikit pun pada dirinya atau pun organisasi di balik pembunuhan pria yang ia eksekusi itu.

Tampak pria itu tetap memasang senyumnya sembari mendengarkan baik-baik mengenai tanggapan Wendy atas apa yang ia tanyakan itu. “Lalu mengapa Kau berpikir seperti itu?” tanyanya seakan menunjukkan bahwa ia ingin mendengar lebih banyak mengenai pemikiran mahasiswi barunya itu.

“Jika kasus itu hanya kasus biasa, normalnya dalam beberapa hari kemudian ada kabar terbaru muncul di media, entah itu mengenai perkembangan kasus, atau pun jika memang sesulit itu pasti ada berita yang mengabarkan tentang kesulitan apa yang dialami kepolisian, dan sekurang-kurangnya pasti ada satu berita tidak bermutu yang memberitakan mengenai hal itu, tetapi sampai sekarang Saya tidak menemukan satu pun lagi berita terbaru mengenai pembunuhan itu.” Wendy mengungkapkan apa yang ia tahu dari perkembangan berita itu.

“Yap, Saya juga memikirkan hal yang sama. Tapi sebenarnya yang paling menarik perhatian Saya adalah pelaku pembunuhan itu, Aku sangat penasaran dengan orang yang membunuh pria itu dengan tangannya sendiri,” timpal Martin sembari menggosok-gosok kedua tangannya dengan sangat cepat seolah ia begitu antusias dengan pembicaraan yang menjurus pada hal yang paling ia sukai, yaitu tebak-tebakan.

Wendy terdiam sembari mengerutkan kening seakan sedang menunjukkan perasaan herannya itu, meski sebenarnya ia merasa was-was mengenai apakah pria itu mencurigai dirinya sebagai pembunuh dari pria tanpa identitas itu atau apa.

“Em, kenapa memangnya, Pak? Apakah Bapak tahu sesuatu tentang pembunuh itu?” tanya Wendy dengan tampang sok polosnya itu.

“Hm, entahlah, Saya sama halnya dengan orang-orang yang hanya tahu sesuatu dari media, meski kasus itu terjadi di kota ini, tepat di bawah hidung Saya sendiri, tapi kemungkinan langka itu sangat sulit sekali ditemui dalam kehidupan secara langsung,” ujar dosen aneh itu. “Tapi meski begitu, Saya benar-benar ingin tahu lebih banyak mengenai penjahat itu,” sambungnya yang entah mengapa terdengar seperti menekankan keinginannya.

Martin terdiam setelah mengatakan hal itu. Ia terus memandangi Wendy dengan penuh selidik hingga akhirnya ia mulai membuka mulut kembali. “Well, Kita sudahi diskusinya, dan beralih pada hal-hal menarik yang kutemukan dari data-data mengenai dirimu dari berkas pendaftaranmu.”

Mendengar hal itu, Wendy langsung merasa tegang, ia khawatir jika pria itu benar-benar menemukan sesuatu yang mencurigakan dan langsung menunjuk bahwa dirinya adalah pelaku dari kasus pembunuhan pria tanpa identitas itu.

“Aku harus waspada pada pria ini, sepertinya di masa depan ia akan menjadi orang yang begitu sangat merepotkan bagiku,” pikir Wendy.

Menyadari ketegangan yang tak dapat disembunyikan Wendy, Martin tertawa dan berusaha menenangkannya. “Hahaha, tak perlu tegang begitu, tenang saja, Saya hanya ingin berbincang-bincang saja denganmu, Kau tahu? Saya memang begini orangnya, Saya ingin mengenal semua mahasiswa di bawah bimbingan Saya agar Saya bisa melindungi mereka, termasuk Kau,” ucapnya sembari memasang tatapan lembut pada wanita yang duduk di hadapannya itu.

Wendy sedikit tertegun mendengar alasan itu. Akhirnya ia mendapat jawaban mengenai alasan mengapa mahasiswa dan mahasiswi di kelas ini tampak sangat akrab dengan dosen yang satu ini. Ia bisa merasakannya saat perkuliahan tadi yang terasa tidak menegangkan sebagaimana biasanya para mahasiswa akan merasa sungkan untuk berinteraksi dengan dosennya.

“Ba … Baik Pak, maaf, Saya hanya takut bapak menanyakan materi perkuliahan yang sudah-sudah karena sejujurnya Saya lupa-lupa ingat mengenai hal itu, hehehe,” ucap Wendy yang kini kembali memasang senyum polosnya pada pria yang tampak sangat lembut itu.

Setelah itu, mereka pun berbincang dengan asyik, sampai-sampai mereka tidak menyadari keberadaan Reynold yang sedari tadi berdiri diam memperhatikan mereka berdua di daun pintu tanpa melakukan pergerakan sedikit pun. Ia sengaja melakukan hal itu karena tak ingin ikut terlibat dengan apa pun yang sedang kedua orang itu bicarakan.

Tak lama, Wendy pun akhirnya menyadari pemuda yang tampak tengah memandang ke arahnya dengan tampang datar seakan ia menyembunyikan sesuatu di balik tampang yang tak terbaca itu.

“Reynold!” Wendy bergumam dalam hati melihat targetnya kini benar-benar berada di depan matanya kembali.

Menyadari Wendy yang terdiam dengan pandangannya terfokus pada sesuatu yang berada di belakangnya, Martin pun menoleh ke belakang untuk memastikannya.

“Oh, Kau ternyata, Masuklah, Rey!” ucap Martin dengan antusias mempersilakan pemuda datar itu untuk bergabung bersama mereka.

Reynold hanya mengangguk, lalu berjalan menuju tempat duduk kosong di sebelah Wendy, kemudian duduk di sana.

Wendy yang melihat kedatangannya itu tak melepaskan pandangannya pada pemuda itu. Ia tampak seakan tertegun melihat betapa tampan dan berkarismanya target yang ia incar itu. Tentu itu hanyalah gimik yang wanita itu lakukan sebagai langkah pertamanya untuk membangun karakteristiknya serta untuk mendapat perhatian Reynold tentunya.

Meski menyadari dirinya diperhatikan, Reynold tampak tidak memedulikan hal itu karena memang ia sering sekali mendapat perlakuan seperti itu dari gadis-gadis yang melihat dirinya di sekitar mereka. Pandangannya hanya lurus pada dosennya yang malah tersenyum jahil melihat mereka berdua secara bergantian.

“Hoo … Rey, sepertinya Kau punya penggemar baru,” komentar Martin dengan nada jahil.

Reynold tidak menanggapi kejahilan secara verbal itu, ia tetap diam sembari memandang datar pada dosennya itu.

“Hahaha, dingin seperti biasa …” ucap Martin yang kemudian beralih pada Wendy yang masih memandangi Reynold dari tempat duduknya. “Em, Bella, Saya tahu Rey begitu sangat tampan, tapi tidak usah sampai seperti itulah … Pst … Pst … Dia bisa marah loh jika terus ditatap seperti itu,” bisik Martin pada Wendy.

Wendy terperanjat setelah mendengar bisikan itu, lalu dengan segera membenarkan cara duduknya dan pandangannya langsung beralih pada dosen itu.

“Ekhm … Ma … Maaf, Saya tidak bermaksud seperti itu … “ ucap Wendy dengan tingkah malu-malu dan wajahnya memerah karena itu.

Ia melirik sedikit pada pemuda yang tidak sedikit pun meliriknya itu. “Tapi Saya hanya seorang gadis biasa, mana ada gadis yang sanggup berpaling dari keindahan di hadapannya seperti … Em, seperti pemuda ini,” sambungnya dengan senyum yang tampak malu-malu sehingga membuat kedua laki-laki yang mendengarnya itu pun dibuat tertegun oleh penampakan gadis polos itu.

“Waw, Kau romantis juga ternyata … Well, lagi pula tidak mesti laki-laki yang harus bersikap romantis sih,” komentar Martin.

Bahkan dengan perkataan itu, Reynold sempat melirik pada Wendy karena menurutnya perkataan itu sangatlah menarik, meski pemuda itu tidak berkomentar apa pun.

“Tapi sayang sekali Bella, Kau pasti tahu pemuda macam ini sudah memiliki kekasih bukan?” ucap Martin yang tampak menyayangkan hal itu sembari melirik pada Reynold.

“AKU TIDAK TAHU, SIALAN! TIDAK ADA INFORMASI APA-APA TENTANG ITU DARI DATA YANG DIBERIKAN CHRIS PADAKU!” Wendy berteriak dalam hatinya karena ia sungguh terkejut dengan fakta terbaru yang baru saja ia ketahui itu.

“O … Oh, tentu saja Saya tahu pak, mana mungkin pria setampan ini masih lajang.” Meski masih terkejut akan hal itu, Wendy hanya mengiyakannya untuk mengikuti arus.

“Sekarang bagaimana caranya agar Aku bisa merebut kekasih orang, hah? Aku yakin itu akan jauh lebih sulit, apa lagi jika mereka saling mencintai, Aku yakin tingkat kesulitannya seperti menghadapi final bos di video game!” gerutu Wendy dalam hatinya mengeluhkan pekerjaannya yang tidak sesuai minat dan bakatnya ini.

“Betul kan, kekasihnya itu –“

“Pak, Saya sangat yakin tujuan Anda meminta Saya untuk menemui Anda bukan untuk membicarakan hal ini.” Reynold menyela dengan tampang datarnya sehingga meski ia tidak menampakkan ekspresinya, semua orang tahu bahwa dia tidak menyukainya.

Martin tertawa dan ia pun akhirnya berhenti membicarakan pemuda itu, kemudian mulai fokus dengan urusannya dengan pemuda itu.

“Well, baiklah, baiklah, tapi sebelum itu, Aku ingin Kau berkenalan dengan teman sekelas barumu terlebih dahulu sebelum Kita bicara, Rey!” seru Martin.

Reynold akhirnya memandang pada Wendy dan ia tampak sedikit tertegun melihat sosok Wendy seakan ia tengah terpikir sesuatu.

Tentu Wendy menyadarinya, ia merasa heran dengan tatapannya itu sehingga membuatnya sekilas terpikir bahwa pemuda itu mulai mencurigainya. “Apa lagi sekarang? Aku yakin penyamaranku sudah sangat sempurna, apa lagi celah dariku sekarang?” pikir Wendy.

Untuk menghilangkan kecanggungan, Wendy pun dengan tampang yang begitu ceria menyodorkan tangannya pada pemuda itu sembari memperkenalkan diri. “Namaku Bella Valentine, salam kenal!”

Reynold melirik tangan yang Wendy ulurkan padanya sejenak, lalu dengan tangannya yang besar ia menerima uluran tangan itu dan menggenggamnya cukup kuat sehingga membuat Wendy kaget sendiri dengan kekuatan pemuda itu. “Reynold Clifford,” ucap Reynold dengan malas menyebutkan namanya.

“Di … Dia benar-benar tidak mencurigaiku kan?” pikir Wendy dengan perasaan was-was.

Reynold melepaskan jabat tangan itu dan Wendy pun langsung mengusap tangannya yang terasa cukup sakit itu. Martin yang melihat tingkah Wendy dan Reynold tersenyum lebar seakan ia memikirkan sesuatu melihat mereka berdua.

“Well, Bella, Kau boleh pergi, maaf sudah mengganggu waktumu,” ucap Martin selanjutnya.

“Ah, tidak apa-apa, Pak. Baiklah, kalau begitu saya undur diri dulu,” ucap Wendy sebelum ia beranjak dari tempat duduknya. “Dan sampai jumpa lagi, Reynold,” sambungnya sembari memasang senyum terbaiknya pada pemuda itu.

Martin hanya mengangguk, sedangkan Reynold terlihat tidak peduli.

Setelah itu, Wendy keluar dari ruangan perkuliahan itu. Ia menutup pintu ruangannya rapat-rapat, lalu berdiri dengan menempel ke pintu itu karena ia sangat ingin tahu mengenai apa yang mereka bicarakan di dalam ruangan itu, serta memastikan bahwa mereka tidak mencurigainya.

“Sial sekali Aku tidak membawa alat untuk mengupingku, Aku tidak mengira hal seperti ini akan terjadi. Lain kali Aku tidak boleh lengah!” pikir Wendy sembari berusaha mendekatkan telinganya pada pintu.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 131

    Saat ini hari sudah sore. Setelah mendapatkan titik lokasi tempat saat ini Hilde dan Michael berada, tanpa menunggu lama, aku pun langsung berangkat menuju ke tempat itu. Beberapa saat kemudian, aku sampai di depan sebuah gang gelap yang di mulut gangnya tampak cukup ramai karena saat ini adalah jam-jam pulang bagi para pekerja kantoran. Mendapati hal itu, aku hanya mengernyitkan dahi, benar-benar tidak habis pikir mengapa Michael membawa Hilde ke tempat seperti itu. "Hm, titik lokasi yang dikirim Chris sudah benar, tetapi aku tidak melihat mereka ... sebenarnya apa yang sedang mereka berdua lakukan di dalam gang itu?" pikirku dengan memusatkan pandanganku pada gang yang berada tepat di depanku. Wajahku sudah kututup oleh masker, jadi dengan begitu penampakkan wajahku bisa sedikit tersamarkan. Aku harus berhati-hati karena mengingat Michael pernah berinteraksi denganku ketika kami berada di pesta Hilde waktu itu. Dia pria jenius, aku yakin hanya dengan sekali lihat saja dia pa

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 130

    POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 129

    Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 128

    "Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 127

    Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma

  • Terpikat Pesona Berondong Targetku   Chapter 126

    Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status