Share

Chapter 7

Gadis itu tampak sangat senang dengan sanjungan yang kulontarkan padanya. Tampangnya yang judes itu berubah menjadi senang dengan diwarnai segaris kebanggaan yang begitu tinggi.

"Hahahaha, orang bodoh sekali pun akan menyadari betapa beraninya Aku. Well, mau bagaimana lagi, keberadaanku memang tidak bisa disamarkan." Dia malah memuji dirinya sendiri dengan sangat percaya diri. Sungguh kepercayadiriannya patut untuk diapresiasi.

"Kau benar, Aku harus banyak belajar padamu," timpalku yang masih mengikuti alur, dan tentunya berusaha menarik simpati gadis itu agar di kemudian hari ia mau dengan suka rela membantuku mengejar Reynold.

Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan senyum penuh kemenangan. "Well, lagi pula sebagai mahasiswi baru seharusnya Kau menyadari bahwa Kau memerlukan seseorang untuk membantumu beradaptasi ... Karena Aku adalah orang baik, jadi tak ada pilihan lain bagiku selain membantumu!" tuturnya.

"Berhasil!" Jelas, mendengar ungkapan sok itu aku sangat senang karna dengan begitu aku memiliki seorang pendukung.

"Well, Viona, tadi Kau sepertinya ada urusan denganku? Ngomong-ngomong, ada apa ya?" tanyaku sok polos, tak mengerti dengan sindirannya padaku sebelumnya.

Viona menampakkan senyum sinisnya kembali sembari memandang ke arahku. "Seperti yang kukatakan sebelumnya, berani sekali Kau sedekat itu dengan Rey!"

"Hah?" Aku hanya memiringkan kepalaku seakan menunjukkan bahwa aku masih tidak mengerti dengan maksud perkataannya.

Gadis itu menghela napas panjang sembari sedikit menggelengkan kepala. "Hah~ Wajar sih jika Kau tidak tahu betapa berbahayanya dekat-dekat dengan Reynold Clifford," ungkapnya.

"Em, sebelum itu Aku ingin meluruskan, sebenarnya Aku tidak bermaksud dekat-dekat dengan Reynold. Aku kan mahasiswi baru, tadi hanya dia teman sekelas yang masih tersisa, jadi Aku pun mengikutinya, dan dia juga tidak keberatan, jadi ya Aku tidak punya pilihan," Aku menuturkan apa yang terjadi, meski aku sedikit berbohong mengenai maksud dan tujuanku mengikutinya.

"Hm, benar, dan itu sungguh masuk akal ... Tapi lain kali Kau jangan bertingkah sok akrab seperti itu pada Reynold, atau Kau akan mendapat masalah!" Gadis itu memperingatkanku dengan penuh penekanan seakan hal itu benar-benar sangat serius.

Aku terdiam, dalam pikiranku, aku terpikir mengenai apa yang diperingatkan Reynold padaku sebelum aku duduk di sampingnya tadi. "Hm, menarik, dia menyadari hal itu sehingga dia sempat memperingatkanku, apakah itu artinya dia ingin ... melindungiku?"

Hal itu membuatku teringat akan apa yang dia lakukan saat pertama kali aku bertemu dengannya ketika sedang mengobservasinya beberapa hari yang lalu. Dia mengantarku sampai ke lapangan dan saat itu aku awalnya sempat mengira bahwa dia mengantarku karena dia hanya ingin memastikan bahwa aku benar-benar sampai ke tempat itu dengan selamat. Namun aku menepisnya, karena ketika aku hendak kembali aku bisa merasakan bahwa pemuda itu mengikutiku di belakangku sehingga hal itu membuatku terpikir bahwa sebenarnya dia hanya mencurigaiku.

"Apa itu artinya pemikiran pertamaku tidak sepenuhnya salah? Apakah itu artinya diam-diam dia adalah orang yang begitu perhatian?" pikirku lagi, merenungkan kembali apa yang kutahu mengenai pemuda datar nan dingin itu.

"Oi, Kau dengar tidak?!" Sentakan gadis itu membuatku tersadar dari lamunanku.

Sontak aku langsung menggelengkan kepala untuk menyatukan kembali semua pikiranku ke kenyataan. "Ah, ya, ya! Kenapa memangnya? Kenapa dekat dengan Reynold sangat berbahaya?" Aku langsung bertanya meski aku tidak mendengarkan apa yang sebelumnya Viona ceritakan di saat aku sedang melamun.

Viona menggelengkan kepala sejenak sebelum akhirnya menjawab apa yang kutanyakan padanya. "Baiklah, akan kuulangi. Kau tahu kan bahwa Reynold itu adalah putra dari Michael Clifford, seorang detektif swasta jenius yang belakangan ini sedang naik daun itu?"

"Em, benarkah? Aku tahu Michael Clifford, tapi Aku tidak tahu putranya," jawabku dengan polosnya.

"Ck, ck, ck, Kau ini ternyata kurang update sekali ya, apakah Kau tidak terpikirkan mengenai hal itu setelah mengetahui nama belakang Reynold, hah? Orang bodoh juga pasti akan bertanya-tanya setelah mendengar nama belakangnya itu!" komentarnya dengan mengeluarkan perkataan yang tajam dan raut wajah yang sungguh tidak mengenakkan itu.

Melihat dan mendengar bagaimana caranya berkomunikasi, aku sangat yakin gadis ini pasti tidak memiliki teman. "Ya, pantas saja sekarang dia tidak berkeliaran bersama satu atau dua orang teman," pikirku, menyadari hal itu.

"Hehehe, ya, bagaimana ya ..." Aku hanya cengengesan sebagai bentuk reaksiku terhadap apa yang dikatakannya.

"Ah, sudahlah, langsung saja pada intinya! Berada di dekatnya berbahaya karena bisa jadi Kau menjadi incaran musuh dari ayahnya itu, dan bahaya lainnya adalah Kau mungkin akan ditindas oleh para penggemar Reynold yang merasa tidak suka dengan kedekatan yang tak bisa mereka dapatkan!" Viona menuturkan dengan berapi-api.

"Hm, begitu, Baiklah ... Untuk alasan pertama, itu terdengar tidak masuk akal, itu seperti alasan yang dibuat-buat karena kupikir musuh ayahnya Reynold tidak akan berbuat sebodoh itu mengganggu orang yang tidak terlibat apa pun karena itu bisa menarik perhatian dan tentu itu sungguh tidak baik bagi urusan mereka." Aku menyampaikan protesku pada alasan yang pertama karena itu sungguh menggangguku yang notabenenya sangat tahu apa yang dipikirkan musuh-musuh Michael Clifford.

"Yap, Aku juga berpikir begitu, bagaimana pun Kita adalah mahasiswa kriminologi, mana mungkin Kita berpikir sedangkal itu, tapi kenyataannya rumor seperti itu tetap saja masih beredar di kalangan orang-orang awam itu ... Well, Aku hanya mengatakan sebagian kecil hal yang harus diwaspadai," timpalnya dengan serius sehingga aku pikir dia memang cukup pintar untuk tidak termakan omongan orang begitu saja.

"Hoo, begitu ... Terus untuk alasan kedua? Bagaimana dengan kekasihnya? Bukannya orang yang seharusnya dirundung oleh gadis-gadis itu adalah kekasihnya itu?" tanyaku makin jauh.

"Itu pengecualian, tidak ada yang berani melawan gadis itu, dia putri seorang pejabat, selain itu, dia cantik, pintar, primadona kampus, pokoknya terlalu sempurna sehingga membuat siapa pun tak ada yang berani menyinggungnya, bahkan tak ada yang berani menggoda Reynold ketika gadis itu berada di sekitarnya," tuturnya lagi.

"Ah, ya, pantas saja saat gadis itu datang tak ada yang berani memperhatikan mereka lama-lama," timpalku mengatakan apa yang kulihat sebelum akhirnya mereka berdua pergi.

"Nah ya, seperti itu! Bagaimana? Sekarang Kau mengerti?" tanyanya memastikan.

Aku hanya mengangguk dengan pelan, mengiyakannya. "Terima kasih, telah memberitahuku, Aku sangat menghargai itu, Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku di masa depan jika Kau tidak memberitahuku sejak awal," ucapku sambil memasang senyum terbaikku pada gadis itu.

Gadis itu terdiam sejenak, lalu tiba-tiba menarik kedua ujung bibirnya sehingga tampaklah wajahnya dihiasi senyum lebarnya yang tampak sangat tulus.

"Well, Aku memang penyelamat!" ujarnya dengan sangat bersemangat.

"Aku Bella Valentine! Salam kenal!" Sambil menyodorkan tanganku, aku memperkenalkan diri pada gadis itu.

"Hahahaha, bodoh, Kita sudah saling tahu nama, untuk apa -"

"Kita belum berkenalan dengan benar!" Aku menyela perkataan Viona dengan riang.

Meski tampak merasa gengsi, ia pun tetap meraih jabat tanganku. "Aku Viona Jackline," ucapnya dengan percaya diri.

Setelah itu kami pun berbincang sebentar sebelum akhirnya pergi untuk mengikuti perkuliahan selanjutnya.

***

Akhirnya serangkaian perkuliahan hari ini pun selesai. Tepat pukul 5 sore, perkuliahan terakhir pun selesai. Aku memang tidak pernah merasakan bangku kuliah sebelumnya, tapi perasaan berakhirnya sesuatu itu sangatlah melegakan sehingga membuatku tidak sabar untuk kembali pulang.

Kini aku sedang berada dalam perjalanan pulang. Sama halnya seperti berangkat, pulang pun aku juga berjalan kaki karena Chris memang menginginkan ini. Ia menginginkan Bella Valentine seperti ini, sebagaimana yang ia tulis dalam rincian data mengenai gadis yang bernama Bella Valentine.

Di tengah perjalanan, aku memutuskan untuk menikmati secangkir kopi di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari apartemen tempatku tinggal.

Setelah mengambil pesananku, aku langsung mengambil sebuah tempat duduk di dekat jendela. Sambil menikmati kopi panasku, pikiranku terus bekerja memikirkan hal-hal yang kulalui selama seharian ini. Otakku yang terasa berat ini kian lama, kian enteng seiring dengan tiap tegukan kopi panas yang meluncur melewati tenggorokan sehingga hal itu sangat berpengaruh pada suasana hatiku yang kini sudah merasa sedikit santai.

"Memang tidak salah Aku mengunjungi kedai kopi ini," pikirku yang tanpa sadar tersenyum sembari memandangi kopiku yang kini tersisa setengah cangkir lagi.

"Kau tampak sangat senang ... Baby." Terdengar suara seseorang di belakangku yang sungguh sangat aku tahu suara siapakah itu.

Aku tidak menoleh dan tidak pula menimpalinya. Aku hanya diam, menunggunya menyampaikan maksud dan tujuannya.

"Kau sangat cantik hari ini," ucapnya lagi.

Tentu aku tetap tidak menimpalinya, dan kembali melanjutkan acara menikmati kopi itu, meski kini suasa hatiku kembali buruk.

"Aku hanya ingin memperingatimu, jangan sampai Kau goyah, dan mengecewakanku! Camkan itu!" pungkasnya dengan nada suara yang lembut, tapi penuh penekanan.

Setelah itu terdengar suara gesekan kursi di belakangku dan tak lama kemudian tampak dua orang pria bertopi berjalan melewati mejaku. Orang yang berjalan di depan berhenti sejenak. Ia sedikit menoleh padaku sembari memasang senyum indah menyebalkannya padaku. "Nona." sambil menyapaku, ia mengangguk kecil dan setelah itu mengedipkan sebelah matanya.

Aku diam tanpa ekspresi sebagai respons dari sapaan itu.

Tak memedulikan balasan tak bersahabatku, pria itu dan pria yang berjalan di belakangnya pun kembali berjalan ke luar kedai kopi.

Setelah kepergian kedua orang itu, aku langsung menghabiskan sisa kopiku, kemudian bergegas pulang karena merasa sudah tidak nyaman setelah melihat pria itu.

"Chris ... Sedang apa dia dan anak buahnya di sini? Apakah pertemuan tadi hanyalah sebuah kebetulan? Apakah dia curiga bahwa Aku sudah melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan sehingga ia ingin mengintimidasiku dengan cara memperingatkanku secara langsung seperti tadi?" pikirku sembari mempercepat langkahku menuju ke tempat tinggalku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status