Share

Bunga Mawar

last update Last Updated: 2023-08-29 19:36:40

Erick mendekat dan memegang tanganku yang mengepal sambil tersenyum licik.

Aku menoleh ke arah jalan raya. Isma belum juga menyusulku. Seharusnya aku menuruti perkataan sahabat sekaligus saudaraku itu.

“Kamu tidak membawa apa-apa, Gita. Kamu sudah tidak memiliki apa pun untuk memukulku.”

Aku mundur selangkah, tetapi Erick semakin mendekat. Wanita selingkuhannya masih membersihkan bajunya yang kotor terkena siraman es boba.

“Kenapa mundur? Selama ini kutahan untuk tidak menyentuhmu. Jangan harap aku bisa melepaskanmu sebelum mencicipinya.” Aku menggeleng. Aku tidak mau disentuh oleh lelaki sepertinya.

“Lepas! Jangan sentuh aku!” Dengan sekuat tenaga aku melepaskan tanganku darinya.

Namun nahas, tangannya terlalu kuat. Kini dia semakin mendekat dan mulai mengikis jarak di antara kami.

“Lepaskan aku, Erick!” Tangisku pecah kala dia melepas jilbabku.

Aku memang tidak pernah memakai jilbab kecuali jika datang ke pengajian, tetapi aku tidak sudi disentuh olehnya. Ya Allah, selamatkan aku dari lelaki ini.

“Tidak semudah itu, Gita. Bukankah kamu bilang akan melemparku dengan kecupan manis bibirmu?” bisiknya di samping telingaku.

Cuih! Aku meludah ke samping. Tidak sudi melihat wajahnya.

“Aku akan melemparmu dengan doa. Bismillahirrohmaanirrohiim.” Dengan sekali gerakan aku berhasil menendang pusakanya.

Setelah dia melepaskan tangan, kuinjak kakinya dan segera melarikan diri. Dia tidak bisa mengejarku karena sedang kesakitan. Pasti sangat sakit. Teman wanitanya membantu Erick berdiri dan duduk kembali di bangku taman.

Aku berlari dengan napas terengah-engah tanpa arah dan tujuan. Air mata ini menjadi saksi betapa bejatnya kelakuan Erick. Aku berhenti setelah memastikan mereka tidak mengejarku. Ya Allah, gini amat nasib hamba. Patah hati, diselingkuhin, dan hampir dinodai. Aku menangis sejadi-jadinya. Menyesal karena telah mencintainya.

Aku duduk dan bersandar di bawah pohon kersen. Kuluruskan kaki supaya ototnya tidak tegang. Telapak kakiku sakit, lupa mengambil sandal jepit swallow. Padahal aku baru membelinya tadi sore. Jilbabku tertinggal di sana, masih di tangan Erick ketika aku kabur darinya.

Ponsel di saku gamisku berdering. Kulihat ada panggilan dari Isma. Ya Allah, aku melupakannya. Segera kuangkat telepon darinya.

“Gita, kamu di mana? Kamu apain Erick? Dia sampai nggak bisa jalan.”

Aku bingung harus tertawa atau sedih. “Aku di ujung utara jalan, dekat penjual bubur kacang ijo. Di bawah pohon kersen. Aku tunggu di sini kalau kamu udah selesai pengajian.”

“Kamu nangis, Ta? Ayo kita pulang saja!”

“Hatiku sedang kacau, Ma. Aku mau nenangin diri dulu. Kamu ke masjid aja, aku tunggu kamu di sini.”

Aku tidak mungkin pulang tanpa jilbab dan sandal. Bibi Lia pasti akan sangat sedih melihat keadaanku yang kacau seperti ini. Aku sudah seperti gelandangan yang biasanya tinggal di pinggir jalan.

“Kamu yakin enggak mau pulang?”

“Nanti saja setelah perasaanku tenang. Kamu ngaji aja dulu. Ustaz Ilham sudah menunggu.”

Isma pasti sangat ingin bertemu Ustaz Ilham. Dia hanya datang sebulan satu kali ketika awal bulan. Meski tidak mengisi pengajian, Ustaz Ilham akan duduk di depan bersama ustaz lainnya.

“Makasih, Gita. Kamu jangan ke mana-mana. Aku akan segera kembali setelah pengajian.”

Telepon kumatikan setelah azan Isya berkumandang. Kutangkupkan kedua tangan, menunduk dan menangis. Aku berteriak sekencang-kencangnya meluapkan semua sesak di dada. “Ya Allah, aku menyesal telah mencintainya.”

Lelaki yang selama ini kubanggakan, cinta pertamaku sekaligus menjadi orang yang pertama membuatku patah hati. Lengkap sudah deritaku. Mungkin setelah ini aku tidak akan mau lagi dekat dengan lelaki. Mereka semua sama saja, buaya darat.

“Ibu, pulanglah! Gita kangen sama Ibu.”

Di saat seperti ini aku butuh sandaran selain pohon kersen. Tidak ada yang lebih nyaman selain pundak Ibu.

Daun kersen berguguran diterpa angin, sesekali buahnya yang bulat jatuh di depanku. Mereka menjadi saksi betapa gundahnya hatiku, tangis, dan sesal menjadi satu.

Orang tuaku pergi merantau ke Negeri Jiran untuk mengais rezeki. Kak Sari sudah cukup dewasa untuk menjaga adiknya. Padahal kenyataan tidak seperti apa yang mereka harapkan. Kami memang bisa sekolah tinggi, tetapi aku selalu keluyuran dan jarang tidur di rumah. Apalagi Kak Sari, dia bahkan tidak mempedulikanku.

“Kamu main saja ke rumah Bibi Lia, belajar sama Isma. Enggak usah keluyuran,” ucap Kak Sari ketika aku melihatnya membawa ransel dan mengemasi pakaian.

Dia tidak pernah menjagaku hingga aku terjebak cinta dengan lelaki yang bejat seperti Erick. Untung hanya hatiku yang retak, kesucianku masih terjaga.

Lama aku menangis membuatku kehausan. Belum sempat aku berdiri, seorang laki-laki memberikanku sebotol air mineral alami yang ada manis-manisnya.

“Minumlah, menangis butuh tenaga.”

Aku menatapnya heran. Aku sepertinya pernah melihatnya, tetapi di mana? Saat aku masih sibuk dengan pemikiranku, dia kembali berucap.

“Jangan mencintai sesuatu secara berlebihan hingga kita tak sadar sudah menduakan Allah.”

Aku terpengarah mendengarnya, lelaki yang kutaksir berusia 20 tahun ini sudah seperti ustaz saja.

Setelah kuperhatikan penampilannya, sepertinya dia bukan orang biasa. Dia memakai baju koko dan sarung. Pecinya sedikit basah. Sepertinya dia habis wudu.

“Jangan menatapku seperti itu. Aku manusia, bukan setan.”

Astaghfirullah, baru saja aku berjanji untuk tidak menjalin hubungan dengan lelaki. Allah sudah mengujiku dengan bertemu makhluk seindah ini. Dia seperti malaikat.

Aku meminum air putih pemberiannya. Masih bersegel, semoga tidak ada guna-gunanya.

“Terima kasih, Mas.” Aku mengembalikan botol minuman transparan yang isinya masih setengah.

Dia tidak lekas menjawab, tetapi malah menatapku penuh keheranan. Dia mengerutkan dahinya hingga wajahnya tampak lucu.

“Bayar! Tiga ribu harganya. Aku jualan minuman.” Dia menunjuk ke arah gerobak yang tepat berada di belakangku.

What? Ternyata dia penjual minuman? Dengan kesal aku melemparinya dengan buah kersen yang jatuh di sekelilingku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Icha
udah GR pdhal ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 20 END

    “Enggak! Aku pun serius ingin menikah denganmu.” Tiba-tiba saja kalimat tersebut terlontar dari mulutku. Namun, jujur saja perasaanku memang tulus untuknya. Aku bersungguh-sungguh ingin menikah dengannya.“Kamu dengar sendiri, bukan? Aku melakukan ini agar kalian berdua bisa berbahagia.” “Aku nggak yakin bisa membuat Faiha bahagia.” Dilan tertunduk lemas. Sebagai lelaki, dia terlihat tak berdaya di atas ranjang kecil itu. Aku memberanikan diri menggenggam tangan Dilan. “Aku yakin kamu bisa sembuh. Aku akan merawatmu dengan sepenuh hati. Untuk itulah, kamu juga harus memiliki keyakinan yang sama. Kamu pasti akan sembuh.”“Aku cinta sama kamu itu benar. Tapi untuk menikahimu, kurasa itu nggak benar, Fai. Kamu nggak akan bisa bahagia denganku.” Kalimat Dilan terdengar putus asa.Tak terasa mataku penuh oleh benda cair yang siap meluncur jatuh ke pipi. “Aku seyakin itu sama kamu, tapi kamu sendiri malah seperti melarikan diri dari

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 19

    Aku mengangguk kemudian berjalan mendekat menyalami orang tua Dilan. Begitu juga dengan Kak Ilham. Dari mana mereka mengetahui namaku? Padahal aku tidak pernah bertemu sebelumnya. “Faiha ini adik kamu, Ham? Kalian sangat mirip.”“Iya, Om. Maaf baru sempat mengajaknya ke sini. Dia masih kuliah.”Jadi, selama ini Kak Ilham sengaja menunggu liburan semester baru mengajakku bertemu Dilan? Terlalu banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada Kak Ilham. Bisa-bisanya dia menyembunyikan semua ini dariku. “Pantas saja Dilan tergila-gila padanya. Dilan masih tidur. Biasanya jam empat sore baru bangun.”Wajahku rasanya panas mendengar ucapan ibunya Dilan. Padahal ruangan ini ber-AC. Aku pun tidak sabar ingin segera bertemu dengan orang yang lama kurindu. “Om dan Tante pamit dulu. Kalian bisa 'kan jagain Dilan untuk kami? Kebetulan Om tadi langsung ke sini setelah pulang dari kantor.”“Tenang aja, Om! Sera

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 18

    Mulai saat itu aku tidak lagi tergantung pada mereka. Aku meminta Ayah membelikan sepeda listrik. Harganya cukup terjangkau. Dengan begitu, aku tidak lagi bergantung dengan orang lain. Saat itu juga aku mulai membatasi diri lagi dan lebih pendiam sekarang. Fokus untuk kuliah demi masa depan. Hingga akhirnya liburan semester itu datang. Setelah setengah tahun berlalu, hidupku terasa hampa. Tidak ada manis-manisnya. Pagi hari kuliah, sore bantu ayah, malam pergi dengan teman sholawatan. Terkadang aku juga menyendiri di rumah. Hidupku terlalu monoton begitu setiap harinya. Beberapa kali teman Kak Ilham mencoba PDKT denganku, tetapi mereka akhirnya mundur karena aku hanya diam. Hatiku sudah beku. Rasanya susah sekali menerima orang baru. Meski sudah lama, ternyata aku tidak bisa melupakannya. Sekarang, di makam Ibu, aku membacakan doa untuknya hingga menangis tergugu. “Ayo pulang!” ajak kak Ilham.“Sebentar lagi.”

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 17

    Pagi harinya aku berangkat kuliah seperti biasa diantar Kak Ilham. Hari ini dia bimbingan katanya. Entah dia mendapat Ilham dari mana sehingga mendadak mau bimbingan. Beberapa teman, ada yang mengagumi Kak Ilham. Mereka tahu jika kakakku adalah penyiar radio. (Baca novel karya Shofie Widianto, judulnya Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio).Terkadang mereka memberikan kue, cokelat, dan lain sebagainya untuk kakakku. Padahal aku sudah mengatakan jika lelaki itu sudah memiliki kekasih, tetapi tidak satu pun yang percaya. Aku juga sering melihat beberapa teman kelasnya yang selalu nempel, padahal sudah jelas Kak Ilham menjauhi mereka.Aku sampai heran mengapa banyak yang menyukai Kak Ilham? Dia itu kere. Duitnya pas-pasan. Wajah doang yang lumayan. Padahal wanita tidak akan kenyang hanya dengan memandang wajah laki-laki. Mungkin inilah yang disebut cinta buta. Tidak bisa melihat logika. Cinta telah membutakan segalanya.“Nanti kamu pulang

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 16

    “Kamu tidak apa-apa, Fai?”“Sakit Kak.”“Kakak tahu.”“Aku pikir tidak memiliki rasa itu, Kak. Aku tidak tahu rasa itu tumbuh kapan. Hingga akhirnya aku sadar setelah dia bersama yang lain. Rasanya sakit.”Kurasakan tangan Kak Ilham mengelus kepalaku beberapa kali. Dia pasti sedih melihatku seperti ini. Apalagi semua ini gara-gara temannya. “Kamu harus kuat. Oke. Masih banyak teman Kakak yang mau denganmu. Ada Adam, Malik, banyak pokoknya. Kamu tinggal pilih.”Mendengar banyolan Kak Ilham aku memukul dadanya. “Jahat!” Aku tersenyum dalam tangis. “Udah sana, cuci muka! Kita salat dulu. Berdoa sama Allah. Kamu nggak boleh nangis hanya gara-gara laki-laki. Maafin Kakak, ya. Kakak pikir kamu tidak akan mudah menyukainya ternyata kakak salah.”Azan maghrib berkumandang. Aku dan kak Ilham salat berjamaah. Kali ini cukup banyak yang datang. Selain warga sekitar, semua panitia sudah berkumpul sem

  • Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio   MERINDUKAN DILAN - 15

    “Aku tidak bawa HP. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kencan kita. Sengaja aku meninggalkannya di mobil.” Kencan? Kupikir dia hanya bercanda dengan kencan ini. Ternyata baginya ini sungguhan. Aku pun mulai mencoba menikmati kebersamaan kami. Tidak salah jika aku membahagiakan diri ini sebentar saja. “Ya sudah, pakai ponselku saja.”Setelah sekali jepretan, aku menunjukkann foto padanya. “Gimana hasilnya?” tanya Dilan. “Bagus.”“Boleh foto berdua?” tanya Dilan. “Selfie saja.”Aku ingin menolak, tetapi mulut berkata iya. Akhirnya aku yang memegang ponsel di depan sedangkan Dilan di belakang. Dia mengacungkan kedua jarinya hingga membentuk huruf V sedangkan aku mengacungkan dua jari membentuk love. “Saranghaeyo!”Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kami memang seperti pasangan yang sedang kencan. Melihat hasil foto yang bagus, aku mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan kami memi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status