Share

Bunga Mawar

Erick mendekat dan memegang tanganku yang mengepal sambil tersenyum licik.

Aku menoleh ke arah jalan raya. Isma belum juga menyusulku. Seharusnya aku menuruti perkataan sahabat sekaligus saudaraku itu.

“Kamu tidak membawa apa-apa, Gita. Kamu sudah tidak memiliki apa pun untuk memukulku.”

Aku mundur selangkah, tetapi Erick semakin mendekat. Wanita selingkuhannya masih membersihkan bajunya yang kotor terkena siraman es boba.

“Kenapa mundur? Selama ini kutahan untuk tidak menyentuhmu. Jangan harap aku bisa melepaskanmu sebelum mencicipinya.” Aku menggeleng. Aku tidak mau disentuh oleh lelaki sepertinya.

“Lepas! Jangan sentuh aku!” Dengan sekuat tenaga aku melepaskan tanganku darinya.

Namun nahas, tangannya terlalu kuat. Kini dia semakin mendekat dan mulai mengikis jarak di antara kami.

“Lepaskan aku, Erick!” Tangisku pecah kala dia melepas jilbabku.

Aku memang tidak pernah memakai jilbab kecuali jika datang ke pengajian, tetapi aku tidak sudi disentuh olehnya. Ya Allah, selamatkan aku dari lelaki ini.

“Tidak semudah itu, Gita. Bukankah kamu bilang akan melemparku dengan kecupan manis bibirmu?” bisiknya di samping telingaku.

Cuih! Aku meludah ke samping. Tidak sudi melihat wajahnya.

“Aku akan melemparmu dengan doa. Bismillahirrohmaanirrohiim.” Dengan sekali gerakan aku berhasil menendang pusakanya.

Setelah dia melepaskan tangan, kuinjak kakinya dan segera melarikan diri. Dia tidak bisa mengejarku karena sedang kesakitan. Pasti sangat sakit. Teman wanitanya membantu Erick berdiri dan duduk kembali di bangku taman.

Aku berlari dengan napas terengah-engah tanpa arah dan tujuan. Air mata ini menjadi saksi betapa bejatnya kelakuan Erick. Aku berhenti setelah memastikan mereka tidak mengejarku. Ya Allah, gini amat nasib hamba. Patah hati, diselingkuhin, dan hampir dinodai. Aku menangis sejadi-jadinya. Menyesal karena telah mencintainya.

Aku duduk dan bersandar di bawah pohon kersen. Kuluruskan kaki supaya ototnya tidak tegang. Telapak kakiku sakit, lupa mengambil sandal jepit swallow. Padahal aku baru membelinya tadi sore. Jilbabku tertinggal di sana, masih di tangan Erick ketika aku kabur darinya.

Ponsel di saku gamisku berdering. Kulihat ada panggilan dari Isma. Ya Allah, aku melupakannya. Segera kuangkat telepon darinya.

“Gita, kamu di mana? Kamu apain Erick? Dia sampai nggak bisa jalan.”

Aku bingung harus tertawa atau sedih. “Aku di ujung utara jalan, dekat penjual bubur kacang ijo. Di bawah pohon kersen. Aku tunggu di sini kalau kamu udah selesai pengajian.”

“Kamu nangis, Ta? Ayo kita pulang saja!”

“Hatiku sedang kacau, Ma. Aku mau nenangin diri dulu. Kamu ke masjid aja, aku tunggu kamu di sini.”

Aku tidak mungkin pulang tanpa jilbab dan sandal. Bibi Lia pasti akan sangat sedih melihat keadaanku yang kacau seperti ini. Aku sudah seperti gelandangan yang biasanya tinggal di pinggir jalan.

“Kamu yakin enggak mau pulang?”

“Nanti saja setelah perasaanku tenang. Kamu ngaji aja dulu. Ustaz Ilham sudah menunggu.”

Isma pasti sangat ingin bertemu Ustaz Ilham. Dia hanya datang sebulan satu kali ketika awal bulan. Meski tidak mengisi pengajian, Ustaz Ilham akan duduk di depan bersama ustaz lainnya.

“Makasih, Gita. Kamu jangan ke mana-mana. Aku akan segera kembali setelah pengajian.”

Telepon kumatikan setelah azan Isya berkumandang. Kutangkupkan kedua tangan, menunduk dan menangis. Aku berteriak sekencang-kencangnya meluapkan semua sesak di dada. “Ya Allah, aku menyesal telah mencintainya.”

Lelaki yang selama ini kubanggakan, cinta pertamaku sekaligus menjadi orang yang pertama membuatku patah hati. Lengkap sudah deritaku. Mungkin setelah ini aku tidak akan mau lagi dekat dengan lelaki. Mereka semua sama saja, buaya darat.

“Ibu, pulanglah! Gita kangen sama Ibu.”

Di saat seperti ini aku butuh sandaran selain pohon kersen. Tidak ada yang lebih nyaman selain pundak Ibu.

Daun kersen berguguran diterpa angin, sesekali buahnya yang bulat jatuh di depanku. Mereka menjadi saksi betapa gundahnya hatiku, tangis, dan sesal menjadi satu.

Orang tuaku pergi merantau ke Negeri Jiran untuk mengais rezeki. Kak Sari sudah cukup dewasa untuk menjaga adiknya. Padahal kenyataan tidak seperti apa yang mereka harapkan. Kami memang bisa sekolah tinggi, tetapi aku selalu keluyuran dan jarang tidur di rumah. Apalagi Kak Sari, dia bahkan tidak mempedulikanku.

“Kamu main saja ke rumah Bibi Lia, belajar sama Isma. Enggak usah keluyuran,” ucap Kak Sari ketika aku melihatnya membawa ransel dan mengemasi pakaian.

Dia tidak pernah menjagaku hingga aku terjebak cinta dengan lelaki yang bejat seperti Erick. Untung hanya hatiku yang retak, kesucianku masih terjaga.

Lama aku menangis membuatku kehausan. Belum sempat aku berdiri, seorang laki-laki memberikanku sebotol air mineral alami yang ada manis-manisnya.

“Minumlah, menangis butuh tenaga.”

Aku menatapnya heran. Aku sepertinya pernah melihatnya, tetapi di mana? Saat aku masih sibuk dengan pemikiranku, dia kembali berucap.

“Jangan mencintai sesuatu secara berlebihan hingga kita tak sadar sudah menduakan Allah.”

Aku terpengarah mendengarnya, lelaki yang kutaksir berusia 20 tahun ini sudah seperti ustaz saja.

Setelah kuperhatikan penampilannya, sepertinya dia bukan orang biasa. Dia memakai baju koko dan sarung. Pecinya sedikit basah. Sepertinya dia habis wudu.

“Jangan menatapku seperti itu. Aku manusia, bukan setan.”

Astaghfirullah, baru saja aku berjanji untuk tidak menjalin hubungan dengan lelaki. Allah sudah mengujiku dengan bertemu makhluk seindah ini. Dia seperti malaikat.

Aku meminum air putih pemberiannya. Masih bersegel, semoga tidak ada guna-gunanya.

“Terima kasih, Mas.” Aku mengembalikan botol minuman transparan yang isinya masih setengah.

Dia tidak lekas menjawab, tetapi malah menatapku penuh keheranan. Dia mengerutkan dahinya hingga wajahnya tampak lucu.

“Bayar! Tiga ribu harganya. Aku jualan minuman.” Dia menunjuk ke arah gerobak yang tepat berada di belakangku.

What? Ternyata dia penjual minuman? Dengan kesal aku melemparinya dengan buah kersen yang jatuh di sekelilingku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Icha
udah GR pdhal ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status