Tante Tika tidak mempedulikan perkataan Gilang. Dia tetap menodongkan pistol itu ke kening Risa membuat tubuh Risa seketika gemetar."Tidak, suamiku sudah mati. Maka Risa juga harus mati." Tante Tika berucap seraya hendak menarik pelatuk pistol tersebut.Ucapan Tante Tika benar-benar membuat Risa takut. Dia teramat sangat takut. Bahkan selama hidup di dunia ini, baru kali ini Risa merasakan ketakutan yang luar biasa. Terlebih, pistol semakin maju mendekati keningnya."Bu, Dela mohon, jangan bunuh Kak Risa, Bu ..." Dela berusaha melangkah maju, tapi di tahan oleh Gio.Dela berusaha membujuk Tante Tika untuk menurunkan pistolnya dari keningku."Tidak akan, Dela. Itu tidak akan terjadi. Aku akan membunuh Risa karena Risa yang telah membuat suamiku hidup menderita," sahut Tante Tika."Tante, saya berjanji akan memberikan apa pun yang Tante mau, asal jangan bunuh istri saya." Gilang mengusap kasar wajahnya. Gilang berjalan selangkah maju. Namun sepertinya ucapan Gilang sudah tidak berpenga
"Risa, Sayang." Risa mendengar suara itu memanggil namanya dan menepuk pipinya dengan pelan. Dia ingin terbangun, tapi rasanya sangat berat. Sehingga Risa kembali memejamkan mata.Sementara itu, Gilang menyugar kasar rambutnya. Dia menyesali keadaan karena tak mampu melindungi Risa dari jahatnya Tante Tika. Berkali-kali lelaki itu mengecup punggung tangan Risa dengan harapan istrinya itu segera bangun dan tersenyum seperti hari kemarin.Gilang yang merasa lelah akhirnya memejamkan mata di samping Risa dengan tangan yang memeluk telapak tangan Risa."Kak ...." Risa terbangun ketika mencium aroma obat . Dia memandang sekeliling. Dia melihat Gilang sedang duduk dengan kepala tertunduk disamping tangannya. Risa mencoba mengumpulkan kesadarannya. Dia merasa tidak percaya bahwa sosok yang saat ini tertunduk di sampingnya adalah Gilang. "Apa aku salah lihat? Rasanya tidak mungkin Kak Gilang begitu teramat sangat mencemaskanku." Risa memegangi kepalanya yang terasa sakit.Untuk memastika
Risa merasakan kenyamanan saat Gilang menggenggam erat tangannya. Perasaan takut yang tadi mendera perlahan menghilang menjadi perasaan hangat yang terlindungi. Sebenarnya ada banyak tanya yang bersarang di dada Risa, tapi dia takut pertanyaannya itu nanti akan membuat Gilang kembali marah dan kembali bersikap dingin kepadanya.Risa sudah merasa teramat nyaman dengan perlakuan Gilang hari ini. Dia tidak ingin moment bahagia itu hilang begitu saja hanya karena pertanyaannya yang mungkin akan merusak mood Gilang.Saat Risa masih menikmati kenyamanan berada dipelukan Gilang, tiba-tiba pintu kamar rumah sakit terbuka."Kakak ..." Dela datang dan berhambur memeluk Risa. Melihat Della yang tiba-tiba datang masuk ke dalam ruangan, lalu berhambur memeluk Risa, membuat Gilang melepas genggamannya dan menyingkir dari hadapan Risa. Gilang mempersilahkan Della duduk di kursi tepat disamping istrinya. Dia tahu Ada banyak hal yang ingin dibicarakan oleh Della dan Risa. Gilang memberi ruang pada D
Namun, seketika senyum itu memudar dari bibirnya ketika mengingat bahwa ini hanya pura-pura. Hanya sandiwara. Risa tertunduk tanpa berani menatap siapa pun. Risa tidak berani terlalu banyak berharap karena memang pada kenyataannya Gilang tidak pernah mencintainya. Lelaki itu hanya mengatakan cinta kepadanya didepan banyak orang karena demi memperlihatkan kewibawaannya dan posisinya sebagai suami yang romantis.Sebagai seorang istri, Risa harus mengikuti kemauan Gilang. Dia tidak peduli meskipun pada akhirnya dia akan merasa tersiksa dengan sendirinya. Risa akan coba menyelami dan memahami bahwa semua ini adalah sebuah ujian yang akan indah pada waktunya."Siang ini Nona Risa sudah boleh pulang. Jaga kesehatan ya, Nona. Rileks, jangan tertekan." Dokter berkata seraya memberikan resep dokter kepada Gilang.Lalu, Dokter dan perawat itu pergi meninggalkan Risa dan Gilang.Sepeninggalan dokter, Gilang mendekati Risa dan membelai rambutnya dengan lembut, kemudian kembali mencium kening ist
"Aku hanya khawatir kakak tidak bisa mengembangi mobil ini dengan tepat karena kakak hanya menyetir dengan satu tangan," sahut Risa. Gilang tergelak, kemudian dia kembali meraih tangan Risa dan mengecup buku-buku tangan itu dengan lembut."Aku bisa, Risa." Gilang malah mendekatkan tangan Risa ke dadanya membuat wajah Risa seketika merona.Kami sampai dirumah setelah melewati macet jalanan kota Jakarta yang lumayan padat. Kak Gilang kembali menggendongku dengan kedua tangan kekarnya. "Nyonya kenapa, Tuan?" Bik Jum terlihat sangat cemas."Tidak apa-apa!" Gilang melangkah dengan lebar menuju kamar."Kak, Aku ..." "Aku tidak suka dibantah!" Gilang membaringkan Risa di ranjang, lalu melepas sepatu yang dipakai gadis itu."Istirahat, jangan banyak bicara." ancam Gilang sambil berlalu meninggalkan kamar.Risa memang merasa masih sangat mengantuk. Hal itu dikarenakan pengaruh obat yang diberikan oleh dokter. Tapi, Risa benar-benar ingin tau. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Di mana Tan
Gilang berulang kali mengecek suhu tubuh Risa karena khawatir jika sampai istrinya itu kembali panas dan dia tidak tahu. Berkali-kali juga Gilang mengompres kening Risa dengan air hangat hingga akhirnya dia memeluk istrinya itu dari belakang untuk memberikan kenyamanan.Matahari pagi menerobos melalui ventilasi jendela. Membuat Risa yang tertidur dengan pulas sedikit menyipit. Dia merasakan tubuhnya tengah dipeluk oleh seseorang dari belakang. Risa berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi pelukan dari belakang itu lebih erat membuat dia akhirnya menoleh."Kak ...." Risa membingkai wajah Gilang yang sedang tertidur sambil memeluknya. Betapa Risa merasa kagum melihat tampan wajah Gilang yang sudah berusia cukup dewasa. Lelaki itu tertidur dengan pulas tanpa sadar Risa yang memegangi rahang tegasnya dengan lembut."Seandainya saja aku bisa meraih hatimu. Pasti aku akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia ini. Tampan wajahmu, kebaikan hatimu, ketegasan sikapmu, telah menjerat hatiku." R
Risa kaget bukan main karena Gilang menarik tubuhnya ke dalam dekapan dan memperdalam ciuman. Perempuan itu akhirnya mengikuti permainan ciuman Gilang."Kenapa?" Gilang mengangkat wajah Risa yang tertunduk malu karena mendapat ciuman yang begitu mendadak."Kakak akhir-akhir ini sering banget merampok bibirku," sungut Risa dengan wajah yang masih merona seperti kepiting rebus."Emangnya ada yang salah? Bukankah kita sudah berjanji untuk tidak lagi pelit dalam segala hal yang tidak kita sukai." Gilang menaikturunkan alisnya membuat Risa semakin merasa malu. Perempuan itu pun langsung berlalu meninggalkan Gilang yang masih tersenyum seorang diri.Risa sebenarnya hendak mandi dan membersihkan tubuhnya karena sudah mulai terasa lengket, Tapi Gilang melarangnya untuk mandi karena khawatir jika nanti Risa menggigil kedinginan. Mengingat kondisi Risa yang belum benar-benar sembuh total membuat Gilang memerintahkan Risa untuk tetap duduk di atas ranjang."Biar aku saja yang bersihkan tubuhmu.
Pagi yang cukup cerah. Matahari bersinar dengan begitu hangat sehingga sinarnya menerpa permukaan kolam ikan koi yang terletak di sudut pekarangan rumah. Risa berdiri di balkon kamar untuk menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Menurut dokter, hangat sinar matahari pagi memberikan kekuatan dan energi pada orang sakit sepertinya.Risa melihat dari atas balkon, Amira tampak sedang asyik bermain dengan asisten rumah tangga. Dia bahagia setiap kali melihat gadis kecil itu tersenyum bahagia. Sejujurnya Risa ingin tahu banyak tentang ibunya Amira. Dia ingin tahu banyak tentang perempuan yang bernama Mega itu. Tapi dia tidak mungkin mempertanyakan hal ini kepada Gilang Karena dia tahu Gilang pasti akan marah. Pagi ini, kondisi Risa jauh lebih membaik. Dia sudah mampu berdiri dan menyiapkan pakaian kerja Gilang. Ini bukan kali pertama selama Risa menjadi istri Gilang, menyiapkan pakaian kerja Gilang. Risa menaruh pakaian itu diatas ranjang dan membuatkan kopi untuk suaminya, lalu meletakka