Share

Terpisah Sebab Pariban
Terpisah Sebab Pariban
Penulis: Bobby

1. Perkenalan

Cinta ku terpisah sebab pariban.

 Sebelum aku menceritakan ceritaku, izinkan aku untuk mengenalkan apa itu pariban.

 Di dalam budaya Batak ada yang namanya berpariban. Pariban itu sebenarnya saudara sepupu. Yang artinya anak laki-laki dari namboru, dan anak perempuan dari tulang, yang dapat dipasangkan atau dinikahkan. Namboru itu sendiri adalah adik atau kakak dari ayah kita. Biasa mereka menjodohkan anaknya pada paribannya, sebab mereka sudah saling tahu bobot bibitnya bagaimana.

“Jangan pernah datang kerumah ini, dan jangan pernah temui anak saya lagi! “ Ibu Lina mengusirku.

“Tapi Bu kenapa?” Tanya ku.

“Lina akan saya nikahkan dengan paribannya, kamu pacar Lina kan.?”

“Iya Bu kami saling mencintai Bu. Dimana Lina Bu?"

“Tidak ada, dia pergi dengan paribannya untuk persiapan pernikahan besok.”

“Sudah pergi sana! kamu sudah jelaskan, mendengar apa kata Istri saya?” Bapak Lina mengusir sambil mendorong dadaku.

“DIMAS… teriak Lina memanggil namaku, setelah beberapa langkahku untuk menuju meja tempat biasa aku menulis ceritaku. Aku rindu pena, dan kertas ku. Aku ingin bercerita pada mereka apa yang sedang terjadi hari ini.

Mendengar teriak kan Lina menyebut namaku, aku menghentikan langkahku sejenak, menundukkan kepala sambil menangis, dan mencoba menasehati hatiku. 

"Sudahlah dia sudah dijodohkan dengan paribannya." Batin ku.

Aku menghapus air mataku sambal berlari meninggalkan rumah itu. Aku ingin cepat sampai di tempat kamar kosanku.

Di jalan ayahanda, tempat kosanku. Aku ngekos di jalan yang sama dengan alamat rumah Lina.

 Ayahanda, salah satu nama jalan yang ada di kota Medan, kota tempatku merantau. Aku berasal dari Purbalingga, jawa tengah.

Setiap pagi Lina selalu melintas di jalan ayahanda itu, dengan sepeda motornya untuk pergi bekerja, sedangkan aku berdiri di tepi jalan itu juga, menunggu angkot kesayanganku, untuk mengantarku bekerja juga. Aku bekerja di plaza millenium, Lina pun sama, kami bekerja ditempat plaza yang sama, tapi aku dan Lina berbeda bagian. Lina sebagai promotor salah satu ponsel, sedangkan aku bekerja di bagian salah satu gudang besar aksesoris ponsel.

 Saat aku mengantar barang ke toko gudang kami, aku sering melihat Lina, bahkan seringkali Lina menawarkan dagangannya padaku. Kalau dapat pesanan barang, aku paling senang mengantar barang di tempat itu, selain pesanannya sedikit, promotor-promotor ponsel disitu sangat cantik-cantik.

Plaza millenium salah satu plaza yang dikhususkan elektronik, seperti ponsel. Tapi ada juga sih seperti kebutuhan sehari-hari walau tidak sebanyak ponsel.

Segala ponsel dan aksesorisnya semua ada disitu, plaza itu bisa dibilang seperti pusatnya ponsel di kota Medan, Jadi di plaza itu selalu ramai orang yang berlalu lalang, mungkin itu lah yang membuat Lina selalu menawarkan barang dagangannya padaku. Sebab mungkin sangat sulit promotor-promotor disitu untuk menandai orang–orang yang berlalu lalang.

 Saat itu hujan menghiasi perkenalan kami, Lina duduk diatas motornya yang terparkir tepat di dekatku, yang sedang berteduh menunggu angkot kuning kesayanganku. sering  melihat Lina di plaza itu membuatku menandai nya, bahwah kami bekerja di tempat yang sama. Tapi Lina tidak menandai aku.

“Kamu kerja di plaza millenium ya?” Aku coba menegurnya, untuk memecahkan suasana yang hening.

“Iya.” Dia berpaling dari ponsel genggamnya untuk melihatku.

“Sama, aku juga bekerja disitu.”

“Oh… di bagian apa?”

“Gudang aksesoris ponsel. Dimas.” Sambil mengulurkan tanganku, aku coba untuk memperkenalkan diri.

“Lina.” Dia membalas tawaranku untuk berkenalan, tanpa menyambut tangan yang aku tawarkan.

“Mau nunggu hujan redah baru berangkat kerja.?” Tanyaku.

“Iya, mau gimana lagi” Jawab Lina.

“Takut bedaknya menjadi adonan kue ya?” Dia langsung melihatku, aku menjulurkan dua jari di hadapannya sambil tersenyum, sebagai tanda perdamaian jika candaku menyinggung.

Aku tidak tahu dia tersinggung apa tidak dengan perkataan ku, tapi yang jelas dia tidak menjawab perkataan ku tadi, membuat suasana menjadi hening kembali.

“Sepertinya kita akan terlambat, jika kita berlama-lama disini terus.” Aku coba memecahkan hening.

Dia hanya menaikan alisnya beberapa kali yang terukir menggunakan pensil alis, sebagai jawaban dari perkataan ku.

“Gini, kosanku ada di dalam gang sebelah ini. Gimana kalau motormu letakkan saja di kosanku, kita pergi naik angkot aja.” Dia diam sambil memandangku sinis, dari atas sampai bawah kaki, matanya melihatku. Mungkin dia mencoba menjelajahi karakterku. Apakah aku orang jahat apa tidak.

Aku buka ponselku dan aku nyalakan kamera selfie. Aku dekati dia, dan langsung memotret fotoku di sampingnya.

“Eh mau apa kau?” Dia bicara sangat keras, membuatku takut.

“Tenang, aku bukan orang jahat, Ini KTP ku, ini fotoku. Sini nomor WA mu!” Kata ku

“Untuk apa?”

“Untuk kirim foto tadi. Nanti kalau motormu hilang di kosanku, kamu bisa bawa KTP ku dan foto ini ke kantor polisi, agar polisi mudah mencari ku”

“Ok kalau gitu.” Lina menerima tawaranku, mengambil KTP ku, dan menyebut kan nomor WA nya. Aku langsung menyimpan dan langsung kirim foto itu.

“Udahkan, sini motornya!" Kataku

“Nih, jangan curi motorku ya.” Kata Lina yang memberikan kunci sepeda motornya.

“Siap nyonya.”  jawabku sambil menyalakan motornya untuk aku letak kan di kosanku.

Setelah meletakan motornya aku langsung kembali menyamperinya.

“Ini kunci motormu nyonya.”

“Terima kasih.” Lina berterima kasih sambil tersenyum.

"Gila manis juga senyuman ini orang." Batinku.

Tidak beberapa lama angkot kuning kesayanganku pun datang. Aku langsung menyetopnya.

“Silahkan naik nyonya!” Aku mempersilahkannya naik terlebih dahulu sambil membungkukkan pinggangku, seperti seorang hamba pada ratunya, membuat penumpang lain yang berada di dalam angkot melihat kami berdua.

BERSAMBUNG DI HALAMAN SELANJUTNYA...

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA TULISAN KU.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status