Cinta ku terpisah sebab pariban.
Sebelum aku menceritakan ceritaku, izinkan aku untuk mengenalkan apa itu pariban.
Di dalam budaya Batak ada yang namanya berpariban. Pariban itu sebenarnya saudara sepupu. Yang artinya anak laki-laki dari namboru, dan anak perempuan dari tulang, yang dapat dipasangkan atau dinikahkan. Namboru itu sendiri adalah adik atau kakak dari ayah kita. Biasa mereka menjodohkan anaknya pada paribannya, sebab mereka sudah saling tahu bobot bibitnya bagaimana.
“Jangan pernah datang kerumah ini, dan jangan pernah temui anak saya lagi! “ Ibu Lina mengusirku.
“Tapi Bu kenapa?” Tanya ku.
“Lina akan saya nikahkan dengan paribannya, kamu pacar Lina kan.?”
“Iya Bu kami saling mencintai Bu. Dimana Lina Bu?"
“Tidak ada, dia pergi dengan paribannya untuk persiapan pernikahan besok.”
“Sudah pergi sana! kamu sudah jelaskan, mendengar apa kata Istri saya?” Bapak Lina mengusir sambil mendorong dadaku.
“DIMAS… teriak Lina memanggil namaku, setelah beberapa langkahku untuk menuju meja tempat biasa aku menulis ceritaku. Aku rindu pena, dan kertas ku. Aku ingin bercerita pada mereka apa yang sedang terjadi hari ini.
Mendengar teriak kan Lina menyebut namaku, aku menghentikan langkahku sejenak, menundukkan kepala sambil menangis, dan mencoba menasehati hatiku.
"Sudahlah dia sudah dijodohkan dengan paribannya." Batin ku.
Aku menghapus air mataku sambal berlari meninggalkan rumah itu. Aku ingin cepat sampai di tempat kamar kosanku.
Di jalan ayahanda, tempat kosanku. Aku ngekos di jalan yang sama dengan alamat rumah Lina.
Ayahanda, salah satu nama jalan yang ada di kota Medan, kota tempatku merantau. Aku berasal dari Purbalingga, jawa tengah.
Setiap pagi Lina selalu melintas di jalan ayahanda itu, dengan sepeda motornya untuk pergi bekerja, sedangkan aku berdiri di tepi jalan itu juga, menunggu angkot kesayanganku, untuk mengantarku bekerja juga. Aku bekerja di plaza millenium, Lina pun sama, kami bekerja ditempat plaza yang sama, tapi aku dan Lina berbeda bagian. Lina sebagai promotor salah satu ponsel, sedangkan aku bekerja di bagian salah satu gudang besar aksesoris ponsel.
Saat aku mengantar barang ke toko gudang kami, aku sering melihat Lina, bahkan seringkali Lina menawarkan dagangannya padaku. Kalau dapat pesanan barang, aku paling senang mengantar barang di tempat itu, selain pesanannya sedikit, promotor-promotor ponsel disitu sangat cantik-cantik.
Plaza millenium salah satu plaza yang dikhususkan elektronik, seperti ponsel. Tapi ada juga sih seperti kebutuhan sehari-hari walau tidak sebanyak ponsel.
Segala ponsel dan aksesorisnya semua ada disitu, plaza itu bisa dibilang seperti pusatnya ponsel di kota Medan, Jadi di plaza itu selalu ramai orang yang berlalu lalang, mungkin itu lah yang membuat Lina selalu menawarkan barang dagangannya padaku. Sebab mungkin sangat sulit promotor-promotor disitu untuk menandai orang–orang yang berlalu lalang.
Saat itu hujan menghiasi perkenalan kami, Lina duduk diatas motornya yang terparkir tepat di dekatku, yang sedang berteduh menunggu angkot kuning kesayanganku. sering melihat Lina di plaza itu membuatku menandai nya, bahwah kami bekerja di tempat yang sama. Tapi Lina tidak menandai aku.
“Kamu kerja di plaza millenium ya?” Aku coba menegurnya, untuk memecahkan suasana yang hening.
“Iya.” Dia berpaling dari ponsel genggamnya untuk melihatku.
“Sama, aku juga bekerja disitu.”
“Oh… di bagian apa?”
“Gudang aksesoris ponsel. Dimas.” Sambil mengulurkan tanganku, aku coba untuk memperkenalkan diri.
“Lina.” Dia membalas tawaranku untuk berkenalan, tanpa menyambut tangan yang aku tawarkan.
“Mau nunggu hujan redah baru berangkat kerja.?” Tanyaku.
“Iya, mau gimana lagi” Jawab Lina.
“Takut bedaknya menjadi adonan kue ya?” Dia langsung melihatku, aku menjulurkan dua jari di hadapannya sambil tersenyum, sebagai tanda perdamaian jika candaku menyinggung.
Aku tidak tahu dia tersinggung apa tidak dengan perkataan ku, tapi yang jelas dia tidak menjawab perkataan ku tadi, membuat suasana menjadi hening kembali.
“Sepertinya kita akan terlambat, jika kita berlama-lama disini terus.” Aku coba memecahkan hening.
Dia hanya menaikan alisnya beberapa kali yang terukir menggunakan pensil alis, sebagai jawaban dari perkataan ku.
“Gini, kosanku ada di dalam gang sebelah ini. Gimana kalau motormu letakkan saja di kosanku, kita pergi naik angkot aja.” Dia diam sambil memandangku sinis, dari atas sampai bawah kaki, matanya melihatku. Mungkin dia mencoba menjelajahi karakterku. Apakah aku orang jahat apa tidak.
Aku buka ponselku dan aku nyalakan kamera selfie. Aku dekati dia, dan langsung memotret fotoku di sampingnya.
“Eh mau apa kau?” Dia bicara sangat keras, membuatku takut.
“Tenang, aku bukan orang jahat, Ini KTP ku, ini fotoku. Sini nomor WA mu!” Kata ku
“Untuk apa?”
“Untuk kirim foto tadi. Nanti kalau motormu hilang di kosanku, kamu bisa bawa KTP ku dan foto ini ke kantor polisi, agar polisi mudah mencari ku”
“Ok kalau gitu.” Lina menerima tawaranku, mengambil KTP ku, dan menyebut kan nomor WA nya. Aku langsung menyimpan dan langsung kirim foto itu.
“Udahkan, sini motornya!" Kataku
“Nih, jangan curi motorku ya.” Kata Lina yang memberikan kunci sepeda motornya.
“Siap nyonya.” jawabku sambil menyalakan motornya untuk aku letak kan di kosanku.
Setelah meletakan motornya aku langsung kembali menyamperinya.
“Ini kunci motormu nyonya.”
“Terima kasih.” Lina berterima kasih sambil tersenyum.
"Gila manis juga senyuman ini orang." Batinku.
Tidak beberapa lama angkot kuning kesayanganku pun datang. Aku langsung menyetopnya.
“Silahkan naik nyonya!” Aku mempersilahkannya naik terlebih dahulu sambil membungkukkan pinggangku, seperti seorang hamba pada ratunya, membuat penumpang lain yang berada di dalam angkot melihat kami berdua.
BERSAMBUNG DI HALAMAN SELANJUTNYA...
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA TULISAN KU.
Di dalam angkot kami duduk bersebelahan, bukannya aku sengaja, tapi emang cuma di sebelah Lina ada bangku kosong. "Ya, Way mau kemana?" Alex menyapaku. Ternyata di dalam angkot itu ada Alex, dia tepat duduk di depanku. Selain lek, kata Way sering digunakan anak muda di Medan untuk menyapa teman. Alex adalah teman setongkrongan ku, rumah Alex lumayan jauh dari kosan ku, tapi Alex sangat sering main ke kosan ku, jadi dia bisa dibilang adalah teman dekatku. "Mau kerja lah Way." "Oh... siapa itu Way, orang rumah?" "Iya Way, calon Way." "Calon apa? Calon tersangka pembunuha
Aku pun sampai di gudang tempat Aku bekerja, Aku bekerja seperti biasa, menyusun barang-barang yang sudah di hitung temanku Denny, untuk dikirim sesuai pesanan toko langganan kami. “Way nanti malam ada acara?” Denny menanya ku di sela pekerjaan kami “Nggak ada way, emang kenapa Way?” “Aku ulang tahun Way, kau bisa main DJ di acara ulang tahun ku nanti malam Way?” “Jam berapa Way?” “Jam Delapan aja Way kau datang!” “Ok Way.” “Gratis ni kan Way?” “Ok Denny, bua
"Tangkap..." Lina mengejutkan ku dengan melemparkan jaket basah yang terletak di lantai ke arahku, yang sedang santai berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. "Wih..." Aku sedikit kesal karena jaket yang Lina lempar mengenai muka ku. "Nggak ada apa tempat lain selain di lantai Kau letak jaketmu yang jelek itu. "Emmm..." Jawabku sambil melemparkan jaketku ke tempat pakaian kotor dan langsung masuk ke kamar mandi. Setelah siap mencuci muka, aku keluar dari kamar mandi, Aku melihat Lina sedang berdiri dengan memegang gelasnya sambil melihat beberapa tulisan ku yang berserak di atas meja. "Nggak mau cuci muka dulu?'' Tanyaku ke Lina yang
Salah satu dari teman Johan langsung menahan ku, memelukku dengan erat dari belakang, hingga aku tidak bisa bergerak. Sementara salah satu lagi teman Johan memukul tepat di hidungku dengan tangannya, hingga hidungku berdarah, dan dilanjutkan dengan 3 teman Johan yang lain juga ikut memukul, menendang ku dengan membabi buta. Sampai tiba warga sekitar termaksud keluarga Denny datang menarikku, agar aku terbebas dari pembantaian itu. Disaat itu hidung, bibirku berdarah, dan mata sebelah kanan ku lebam parah. Warga berhasil membebaskan ku dari pembantaian yang hampir saja merenggut nyawa ku. Terbebas dari pembantaian itu, aku langsung menarik Lina yang sedang mabuk parah untuk membawanya pergi dari tempat itu sambil mengacungkan jari tengah ke hadapan teman-teman Johan.
Tidak butuh waktu lama aku pun sampai di kosan ku. "Alex, Lex, Lex, buka Lex pintunya!" panggil ku sambil mengetuk pintu. "Iya bentar" Sautan Alex dari balik pintu kosan ku. "Temani aku berobat yok Lex!" Pinta ku ke Alex usai membuka pintu kos ku. "Lah... tapi jagoan, kok berobat?" Ledek Alex "Orang itu beraninya keroyokan Lex, coba satu lawan satu, pasti menang aku" Jawabku. "Iya Way, Way Dimas kan jagoan, pasti lah menang, menang...gung kekalahan maksudnya hehehe..." Ledek Alex lagi. "Ya udah yuk berobat." Ajak Alex sambil menutup pintu kost ku. Kami pun langsung m
Sedangkan aku pergi ke kantor untuk mengambil kunci mobil box, yang biasa aku gunakan untuk mengantar barang keliling kota Medan. Sebab kata pengawas perusahan, hari ini barang yang aku antar sangat banyak, dan jauh. "Sial..." Batin ku. Sebab biasanya kalau sudah dapat antaran seperti itu bakalan pulang malam. Setelah aku siap mengeluarkan mobil box itu, dan semua pekerja laki-laki mengangkat barang-barang yang akan aku kirim ini hari, aku meminta pada pengawas, untuk meminta Denny jadi temanku mengantar barang. "Pak Bos..." Sapaan ku pada pengawas. "Iya ada apa Dimas?" "Gini pak Bos, perjalanan kan jauh, aku ajak Denny ya?" Pinta ku pada pengawas. "Oh, ya
Sedangkan aku hanya diam karena perkataan Marta yang membuat ku melambung tinggi ke angkasa. "Eh... Den, Dimas, mau pesan apa?" Kata Marta menawarkan menu yang ada di restoran itu. "Udah Marta, kami kesini cuma mau ambil KTP Dimas aja kok." Jawab Denny. "We... mana bisa gitu, kalian sudah datang kesini, artinya kalian harus makan bareng kami disini!" Kata Marta. "Ya sudah, kalau gitu aku pesan nasi goreng saja, sama susu coklat hangat." Pesan ku karena berpikir lumayan lah makanan geratis. maklum anak kos-kosan. "Ah... gitu dong, masak kalian enggak mau ngerasain menu makanan restoran ku. Kalau kau Den, mau pesan apa?" kata Marta. "Lah ini restoran kau Marta? ya udah a
"Sudahlah tidak apa-apa, pokoknya hari minggu kau harus ikut datang ya Lin!" Kata Marta meminta ke Lina untuk ikut acara reunian itu. "Lah apaan?" Tanya Lina sedikit protes atas ajakan Marta. "Tidak apa-apa Lin. Teman ku SD (Sekolah dasar) banyak kok teman SMA (sekolah menengah atas) kita juga. Jadi banyak teman SD (sekolah dasar) ku yang kau kenal." Kata Marta. "Iya datang aja buat nemani Dimas, kasihan kalau dia sendirian." Kata Denny mengajak Lina. "Maaf Bu, jadi bagaimana ini hari Minggu? jadi Ibu, buat acara bersama teman-teman Ibu?" Tanya manajer kepada Marta yang memotong pembicaraan. "Iya Pak jadi." Jawab Marta.