Home / Romansa / Tersesat Dalam Pelukan Musuh / Bab 23 — Kunjungan Kerja dan Panggung yang Membakar

Share

Bab 23 — Kunjungan Kerja dan Panggung yang Membakar

last update Huling Na-update: 2025-07-04 23:44:30

Langit hari itu kelabu, seperti suasana hati Diajeng yang tak menentu. Aula utama Fakultas Bisnis Universitas Mahadwipa dipenuhi oleh ratusan mahasiswa. Hari ini adalah briefing besar untuk acara tahunan yang dinanti-nanti: Kunjungan Kerja Lapangan (KKL).

Diajeng duduk bersama Erika dan beberapa teman sekelas. Blus longgar yang dikenakannya menyamarkan perut yang mulai sedikit membulat. Ia tampak tenang di luar, tapi kegelisahan tersembunyi di balik tatapannya yang sesekali melirik ke pintu masuk aula.

“Kalau Banyu beneran datang, gosip satu kampus bisa meledak,” bisik Erika sambil menyeruput kopi dinginnya.

“Dia gak bakal datang. Dia sibuk,” balas Diajeng cepat.

Namun saat itu juga, pintu terbuka—dan seolah dunia mempermainkan kata-katanya, sosok tinggi dengan jas semi-formal dan wajah tenang itu melangkah masuk.

Banyu Samudra.

Tapi, penampilannya jauh dari mahasiswa biasa. Dengan rambut rapi, kemeja hitam, jam tangan mewah, dan aura eksekutif muda yang memancar jelas, ia terli
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 25 : Jarak di Antara Luka

    Ruangan rumah sakit itu sunyi. Aroma antiseptik menyelimuti udara, sementara cahaya redup sore menembus tirai tipis, membentuk siluet samar di lantai putih.Diajeng duduk bersandar di ranjangnya, menatap kosong ke jendela. Tubuhnya tampak pulih, tapi tidak dengan jiwanya. Matanya sembab, pipinya pucat, dan sorot hidup dalam dirinya seolah ikut dikubur bersama kepergian bayinya.Banyu berdiri di sudut ruangan. Sudah satu jam lebih ia di sana, memegang termos berisi sup hangat yang ia bawa dari rumah, tapi Diajeng belum juga menyentuhnya. Ia tak berkata apa pun sejak pagi. Tidak sepatah kata pun.“Diajeng…” suara Banyu nyaris seperti bisikan.Diajeng tak menjawab.“Aku tahu kamu marah. Tapi… tolong, makan sedikit saja.”Perlahan, Diajeng menoleh, menatap pria itu dengan mata yang sudah kehilangan cahayanya. “Kalau aku makan, apa bayiku bisa kembali?”Banyu terdiam.Tubuhnya gemetar, tapi ia tetap berdiri. Ingin memeluk. Ingin menenangkan. Tapi Diajeng menunduk lagi, dan detik itu juga B

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 24 : Kehilangan

    Setelah dokter berlalu, Banyu masih berdiri di tempat yang sama. Diam. Kaku. Seolah tubuhnya kehilangan kendali. Dadanya sesak—terlalu sesak. Lalu perlahan, kedua lututnya melemas. Ia menjatuhkan tubuh ke bangku tunggu yang dingin, memegangi wajahnya dengan kedua tangan.Hening, lalu—Air mata itu jatuh.Panas. Deras.Membasahi sela jemari yang mengepal.Tangis Banyu pecah dalam sunyi lorong rumah sakit. Lelaki itu menunduk dalam-dalam, membiarkan perih membanjiri. Ia menggigit bibir bawahnya keras-keras, mencoba meredam suara, namun tubuhnya tetap bergetar.“Maafkan aku... Maaf... Aku tidak bisa menjagamu,” gumamnya lirih, terisak. “Maafkan aku, Nak... Ayah gagal...”Ia ingat malam-malam saat ia mengelus perut Diajeng, bercakap dengan janin mereka, berharap bayi itu tumbuh sehat, menjadi kebanggaannya. Semua harapan itu kini hancur berantakan.Di tengah isaknya, suara langkah kaki menggema dari ujung lorong."Banyu!"Suara Ibu Banyu.Disusul Papa Diajeng, Ibu Diajeng, dan beberapa an

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   Bab 23 — Kunjungan Kerja dan Panggung yang Membakar

    Langit hari itu kelabu, seperti suasana hati Diajeng yang tak menentu. Aula utama Fakultas Bisnis Universitas Mahadwipa dipenuhi oleh ratusan mahasiswa. Hari ini adalah briefing besar untuk acara tahunan yang dinanti-nanti: Kunjungan Kerja Lapangan (KKL). Diajeng duduk bersama Erika dan beberapa teman sekelas. Blus longgar yang dikenakannya menyamarkan perut yang mulai sedikit membulat. Ia tampak tenang di luar, tapi kegelisahan tersembunyi di balik tatapannya yang sesekali melirik ke pintu masuk aula. “Kalau Banyu beneran datang, gosip satu kampus bisa meledak,” bisik Erika sambil menyeruput kopi dinginnya. “Dia gak bakal datang. Dia sibuk,” balas Diajeng cepat. Namun saat itu juga, pintu terbuka—dan seolah dunia mempermainkan kata-katanya, sosok tinggi dengan jas semi-formal dan wajah tenang itu melangkah masuk. Banyu Samudra. Tapi, penampilannya jauh dari mahasiswa biasa. Dengan rambut rapi, kemeja hitam, jam tangan mewah, dan aura eksekutif muda yang memancar jelas, ia terli

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 22 : Halo Dedek bayi...

    Alexander Benjamin memandangi bayangan Banyu dan Diajeng dari kejauhan. Tangannya terkepal, rahangnya mengeras. "Gila... Diajeng benar-benar sudah jadi milik musuhku." Semua orang kampus mungkin bisa dibuat kagum dengan sosok Banyu—tampan, cerdas, kaya, dan sekarang diketahui sudah menikah diam-diam dengan mantan kekasihnya. Tapi tidak dengan Alex. Ia tahu siapa Banyu sebenarnya. Dan ia tahu, meskipun sekarang status Diajeng adalah istri sah pria itu, cinta di hati gadis itu belum sepenuhnya berpindah. "Masih ada celah... Masih ada jalan." Alex menekan layar ponselnya dan menghubungi Erika. Tak butuh waktu lama hingga sambungan tersambung. “Erika, aku butuh bantuanmu.” “Apa lagi, Alex? Kenapa pagi-pagi kamu merecokiku?” sahut Erika dari seberang, terdengar malas. “Tolong bawa Diajeng ke klinik kampus, terserah kamu pakai alasan apa. Aku tunggu di ruang konsultasi,” ucap Alex cepat. Erika diam sesaat. “Kamu punya rencana apa?” “Bukan apa-apa. Aku cuma mau bicara, tanpa

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 21. Banyu yang posesif

    Pagi itu, langit cerah. Matahari belum terlalu terik, namun hati Diajeng terasa sebaliknya—panas dan sesak. Ia berdiri canggung di depan gerbang kampus, mengenakan cardigan tipis dan celana jeans. Di sampingnya, Banyu tampak tenang dengan setelan casualnya yang membuat aura ketampanan pria itu meningkat.“Kamu yakin mau masuk bareng aku?” tanya Diajeng pelan, menunduk sedikit agar tak bertemu dengan tatapan penuh harap milik Banyu.Banyu hanya tersenyum kecil. “Aku suamimu. Aku ingin mendampingi kamu, bukan hanya di rumah... tapi juga di manapun.” Tangannya terulur, mencoba menggenggam jemari Diajeng.Namun, Diajeng mundur setengah langkah.“Aku… belum siap, Banyu,” gumamnya. “Aku tahu kamu suami yang baik. Tapi hatiku belum bisa langsung berpindah arah. Kamu tahu siapa yang masih ada di sana…”Banyu menarik napas panjang. Ia menunduk, menyembunyikan rasa kecewanya. Tapi ia tak memaksa. Ia hanya berkata pelan, “Aku tahu. Tapi aku tetap akan ada di sini, menunggu kamu siap.”Mereka mel

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 20 : menjemput istri kesayangan

    Kampus Mahadwipa siang itu dipenuhi aktivitas mahasiswa. Namun suasana kantin yang semula hangat dengan tawa dan obrolan santai mendadak menegang ketika seorang pria melangkah masuk.Langkahnya tegap, sepatu kulit hitam berkilat mengetuk lantai dengan ritme mantap. Pria itu mengenakan setelan formal: kemeja putih yang masih rapi terpasang di tubuh bidangnya, jas hitam elegan tersampir di lengannya, dan dasi longgar melingkar di leher, seolah baru saja keluar dari rapat penting. Rambutnya sedikit berantakan, namun justru membuatnya terlihat semakin maskulin.Semua mata tertuju pada sosok itu.“Eh… siapa tuh? Anak baru?” bisik seorang mahasiswi.“Bukan. Kayak pernah lihat deh… Banyu? Itu Banyu, kan?” sahut yang lain tak percaya.“Mana mungkin Banyu…? Banyu kan mahasiswa sini. Kok kayak CEO?”Sementara itu, Alex yang sedang duduk santai di meja pojok bersama Erika dan Diajeng, mendongak dengan tatapan tak suka saat melihat pria itu mendekat.Banyu tak memedulikan keributan kecil itu. Tat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status