Share

6. Peduli

Tanpa permisi Rafan masuk ke dalam dan memberikan bogeman pada adik kandungnya. Ia benci kekerasan, ia tak suka baku hantam, tapi ia lebih tak suka jika ada yang menyakiti wanita. Tak peduli siapa yang melakukan dan wanita mana menjadi korban.

Kedua orang tuanya adalah orang yang baik, keharmonisan rumah tangga mereka dan juga didikan dari ayahnya harusnya sudah cukup menjadi bekal bagaimana cara memperlakukan wanita terutama istrinya. Ibunya pun selalu memberikan kasih sayang yang berlebih pada kedua anaknya, tapi entah kenapa sikap Danish ini berbanding terbalik dengan sang kakak.

Rafan dikenal dengan ketegasan dan kejam saat berada di lingkungan kantornya. Tapi bertingkah sebaliknya saat berada di rumah. Sementara Danish dikenal sebagai pribadi yang humble, humoris, dan hangat. Namun, nyatanya saat di rumah ia berubah menjadi monster bagi sang istri.

"Tidak bisakah kau melawan saat mendapat perlakuan kasar seperti itu? Kau berani padaku, kenapa kau tidak melakukan hal yang sama pada suamimu?"

"Dia suamiku, aku harus menghormatinya."

"Lupakan status saat kau di sakiti. Jika kau selalu diam dengan perlakuan kasar seseorang karena menghargai statusnya, maka kau akan terus diinjak. Sejak kapan dia berani begini?"

Rafan merendam waslap dalam air hangat, ia tidak hanya ingin mengobati luka fisik Yuan tetapi juga ingin memberikan dukungan emosional. Tatapannya yang tulus ke depan mencerminkan tekadnya untuk membantu dan melindungi Yuan dari perlakuan kasar Danish, meskipun harus melakukannya dengan hati-hati agar tidak menciptakan masalah lebih lanjut dalam keluarga mereka. Tidak bermaksud untuk ikut campur, sudah ia katakan ia tak suka tindakan kriminal. Sebelum kelakuan Danish ini jauh lebih parah dan akhirnya tercium dunia luar, ia harus bisa menghentikannya.

Yuan mencoba tersenyum sebagai ungkapan terima kasih, masih terlihat terluka secara emosional. Rafan tahu bahwa luka hatinya mungkin jauh lebih dalam daripada luka fisiknya. Ia berharap dapat memberikan tempat yang aman bagi Yuan untuk berbicara, jika ia ingin berbagi atau mencari dukungan dalam menghadapi situasi sulitnya, ia akan selalu ada.

"Sangat sakit? Biar aku bantu," Rafan merebut kain itu dan mengompres dengan pelan sudut bibir Yuan. Sesekali wanita itu terlihat meringis kesakitan.

"Terima kasih, Rafan. aku harus kembali ke rumah." Wanita itu bangkit hendak meninggalkan halaman belakang rumah.

"Tunggu, Yuan," kata Rafan dengan lembut. Yuan yang sempat melangkah kembali terhenti. "Sejak kapan dia berani begini?" tanyanya, ingin memahami lebih dalam tentang apa yang telah terjadi.

Yuan merenung sejenak sebelum menjawab, "Sudah beberapa bulan terakhir, lebih tepatnya setelah dia pulang dari luar kota. Tapi kami hanya bertengkar di mulut saja, ini adalah pertama kalinya dia melakukan kekerasan fisik. Aku tidak apa-apa, ini hanya luka kecil. Akan sembuh dengan cepat," kata Yuan berusaha untuk mengakhiri obrolan mereka sekaligus menenangkan dirinya sendiri.

Rafan hanya melihat kepergian wanita itu. Meskipun Yuan mencoba meremehkan luka fisiknya, Rafan tahu bahwa masalah ini jauh lebih serius daripada yang diungkapkan oleh adik iparnya. Ia tidak bisa membiarkan situasi ini terus berlanjut. Ia tak mau kejadian ini lama-lama akan tercium oleh kedua orang tuanya dan malah menimbulkan masalah yang lebih melebar. Tidak-tidak, reputasi keluarga adalah segalanya bagi Rafan.

°°°

Hari terus berlanjut, membiarkan dan berlakon seperti tak terjadi apa-apa nyatanya tak membuat situasi menjadi lebih baik. Tetap sama saja, tak ada perubahan baik di antara sepasang suami istri itu. Meskipun secara mata telanjang hubungan mereka terlihat baik-baik saja, mata Rafan bisa melihat luka dan kepedihan di mata Yuan.

Ia tak tahu apa saja yang terjadi di antara keduanya. Yang ia tahu hanya hubungan mereka yang tidak lagi harmonis seperti yang ia lihat dahulu.

Hingga suatu ketika tibalah mereka di momen hari ulang tahun perusahaan. Acara besar yang digelar setiap tahun itu selalu megah dan mewah.

Yuan membenahi dirinya sebaik dan secantik mungkin, ini adalah pertama kalinya ia akan dibawa ke acara perusahaan keluarga Dewantara. Siapa yang tak gugup jika berada di posisinya saat ini? Menjadi bagian dari keluarga yang terpandang dan harmonis di mata setiap orang adalah idaman setiap wanita. Tapi sayangnya, rumah tangganya tak seharmonis yang terlihat.

"Kau terlihat sangat cantik hari ini. Aku harap kau berdandan untuk suamimu. Bukan untuk orang lain," kata Danish memandangi istrinya melalui cermin di lemari.

"Memangnya kau pikir aku berdandan untuk siapa? Siapa orang lain yang kau maksud?"

"Perlindungan yang diperlihatkan Rafan membuat aku curiga. Aku harap kau sedang tidak menyembunyikan hal busuk dariku."

Apa-apaan ini? Pertanyaan konyol macam apa yang sedang di pertanyakan oleh Danish ini? Kenapa Rafan yang hanya berusaha untuk membelanya saja harus dicurigai sejauh itu?

"Danish, tidakkah kau merasa cara berpikirmu ini berlebihan? Sudahlah, aku sudah bosan dengan pertengkaran ini. Kau sudah berubah banyak sejak pulang dari luar kota." Yuan yang tak mau merusak moodnya memilih untuk keluar kamar.

Danish membiarkan wanitanya itu pergi. Ia lebih memilih untuk duduk santai terlebih dahulu dan mengotak-atik ponselnya.

[Kau sudah sampai?] sebuah pesan ia kirim ke nomor kontak bernama Ae-in.

[Sudah, baru saja sampai. Kau kapan berangkat?]

[Sebentar lagi]

Danish yang baru berkirim pesan pada seseorang itu lalu bersiap, ia berdiri di depan cermin meja rias dan menata rambutnya menjadi terlihat lebih tampan.

Sementara di lantai bawah.

"Untukmu. Minumlah sedikit, ini akan membuat kau lebih rileks. Pasti kau sangat gugup mendatangi pesta besar perusahaan keluarga untuk pertama kalinya." Rafan menyodorkan secangkir coklat hangat.

"Terima kasih," kata Yuan menyeruput cangkir yang berisi cairan yang sedikit mengepul itu.

Sejak melihat Yuan duduk di ruang tengah pandangan Rafan sama sekali tidak teralihkan. Penampilan wanita itu begitu sempurna hari ini.

Gaun hitam pendek yang terbuat dari wol halus menciptakan penampilan yang begitu anggun di tubuhnya. Gaun tersebut diberi potongan modern dengan lekukan yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, memberikan siluet yang elegan.

Sepatu hak tinggi berwarna senada dan aksesori perhiasan minimalis, menambahkan kesan yang chic dan berkelas. Bagian tubuhnya sedikit terekspos dengan jelas membuat gejolak Rafan kembali berulah.

Dalam hati ia terus membuat dirinya sadar bahwa yang terjadi malam itu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang jujur saja tidak mampu ia lupakan. Entah apa yang terjadi dengan dirinya yang terus menerus terpaku pada ingatan di malam itu.

"Dia memang terlihat cantik, tidak perlu kau pandang seperti itu. Dia bukan milikmu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status