Tidak mau berpikir yang bukan-bukan membuat Yuan melanjutkan langkahnya. Insiden tadi membuatnya lupa akan sesuatu yang hatusnya ia cari. Ia kembali berkumpul bersama suaminya tanpa bertanya alasan apa yang membuat ia begitu lama di kamar mandi, urusan penting apa yang membuat ia meninggalkan pesta.
"Kenapa aromamu seperti bercampur dengan aroma wanita?""Kau pikir di pesta ini hanya ada pria? Aku bersalaman dengan banyak orang dan tidak hanya dengan pria saja. Tubuhku juga bergesekan dengan banyak orang. Pikiranmu jangan terlalu picik!""Aku hanya bertanya. Kenapa kau menjawab seolah aku menuduhmu yang tidak-tidak?""Memang pertanyaanmu mengarah ke sana."Pertengkaran yang dilakukan secara berbisik itu berakhir setelah lagi-lagi Danish meninggalkannya untuk yang kedua kalinya. Ia memilih untuk menjamu para mitra bisnisnya dan mengabaikan sang istri."Aku kalau menjadi kau sudah pasti akan mencari tahu apa yang membuat pasanganku berubah." Rafan kembali datang dan mengagetkannya.Entah kenapa jadi Rafan yang lebih banyak menemaninya. Pria itu terlihat sangat respect terhadapnya. Padahal sebelum kejadian malam panas itu laki-laki itu acuh bahkan cenderung dingin padanya. Apakah malam itu telah mengubah semuanya?Yuan yang semula merasa bersalah atas khilafnya itu membuatnya semakin ke sini semakin merasa bahwa ia tak perlu merasa bersalah apalagi berdosa atas kesalahannya malam itu."Berisik!""Tapi kau suka, kan?""Apanya?""Suaraku." Rafan mengatupkan mulutnya setelah mencoba mengingatkan Yuan soal malam itu. Ini adalah salah satu caranya agar wanita itu tak berpaku pada Danish saja."Kenapa kau masih meningat kejadian itu?""Aku sudah berusaha melupakannya tapi tidak bisa.""Kau memang sudah gila." Yuan yang merasa bulu kuduknya tiba-tiba meremang memilih untuk pergi dari hadapan kakak iparnya.Sebenarnya ia juga masih mengingat setiap detik malam itu. Tapi ah sudahlah, ia tak mau tenggelam dalam pikiran yang menurutnya salah.Getaran di ponselnya membuat ia kembali teringat dengan apa yang ia lakukan tadi. Ia mengabaikan pesan yang entah dari siapa. Ia melipir kembali ke internet dan menemukan sebuah fakta mengejutkan.Sangat jelas tertulis di sana bahwa Ae-in adalah bahasa Korea yang mempunyai makna kesayangan. Ponselnya sedikit bergemetar lantaran tangannya juga melakukan gerakan yang sama. Tubuhnya tiba-tiba terasa lemas, air matanya luruh tanpa ia minta, hatinya remuk redam, hancur menjadi kepingan yang berserakan.Selingkuh? Benarkah suaminya melakukan perselingkuhan di belakangnya? Dengan siapa? Apa alasannya? Adakah yang salah dengan dirinya sehingga suaminya melakukan penghianatan seperti ini?Tidak-tidak. Apakah ia harus percaya begitu saja dengan sebuah makna dari bahasa asing yang bisa saja salah? Bisa saja yang membuat artikel ini salah, kan? Selama ini hubungannya dengan Danish tak ada masalah, tak ada sesuatu yang dijadikan alasan untuk Danish melakukan perselingkuhan ini. Pelayanan yang ia berikan cukup baik, ia selalu menjadi istri dan wanita yang baik untuk suaminya, tak mungkin ia melakukan ini di belakangnya.Yuan menghapus kasar pipi yang basah karena air mata. Meskipun kepala dan hati tengah bertengkar, ia berusaha untuk tenang sebelum ia tahu di depan mata bahwa kemungkinan perselingkuhan itu benar adanya.°°°Keinginan Yuan untuk tidak terlalu memikirkan apa yang ia tahu ternyata tidak semudah saat ia bicara. Ia sudah berusaha, tapi semakin ia berusaha untuk lupa dan tidak asal tuduh sebelum adanya bukti, maka pikirannya semakin ingin tahu. Apalagi Danish sudah tidak lagi sungkan untuk bermain dan fokus dengan benda pipihnya di saat mereka sedang berdua saja di kamar.Benda yang seakan menjadi kesayangannya itu pun juga tak luput dari genggamannya. Ke mana pun ia pergi, akan selalu ia bawa. Yuan tak punya kesempatan untuk mencari tahu Ae-in lebih jauh.Hingga suatu ketika di tengah malam, ia terbangun untuk melepas dahaga. Tidak seperti biasanya ia terbangun di tengah malam hanya untuk minum. Yuan adalah tipe orang yang sangat jarang terbangun di tengah malam karena sesuatu.Namun, sepertinya ia terbangun kali ini ada sesuatu yang memang ingun Tuhan tunjukkan. Bukankah sebuah petunjuk ketika ia mendapati suaminya yang tak ada di kamar? Di kamar mandi pun tak ada. Lalu ke mana? Apakah begini perilakunya setiap tengah malam?Rasa dahaga yang membuat ia terbangun kini sedikit terabaikan. Pusat pikirannya tertuju pada ke mana perginya sang suami. Tak apa ia harus lama mencari, yang terpenting ia harus menemukan di mana suaminya berada di tenang malam begini.Beberapa saat ia berkelana ke penjuru rumah, akhirnya ia mendapati suaminya yang berada di halaman belakang rumah, lebih tepatnya tepi kolam yang keadaannya tak terlalu terang karena hanya di terangi dengan lampu temaram di beberapa sudut.Dengan saat perlahan dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara, ia melangkah menuju ke arah suaminya duduk yang posisinya membelakangi dirinya."Kau merindukan aku? Bahkan di saat kita bertemu setiap hari kau masih punya rasa rindu? Katakan apakah aku harus ke sana malam ini juga?!""Nanti ketahuan istrimu jika kau ke sini. Nanti dia malah curiga sama hubungan kita.""Tenanglah, dia bodoh. Dia terlalu mudah untuk dikelabui. Meskipun dia tahu sesuatu dia nggak akan bisa berbuat apa-apa. Aku akan ke sana, ini masih jam setengah 12. Aku akan pulang sebelum subuh. Pergi ke tempat biasa supaya aku tidak terlalu jauh ke tempatmu. Untuk mempersingkat waktu juga."Danish lalu bangkit dan berjalan menuju laci tengah untuk mengambil kunci mobilnya. Tak ada sama sekali pergerakan ke hati-hatian dalam setiap pergerakannya, seakan ia sangat paham bahwa tak akan ada orang yang memergokinya.Tak mau membuang waktu dengan kesempatan ini, Yuan pun bergegas mengambil kunci motor matic yang biasa dipakai untuk asisten rumah tangga saat ada keperluan di luar. Untunglah semua kunci kendaraan diletakkan di laci ruang tengah.Yuan tak peduli dirinya yang tak cocok dengan udara dingin, ia tak peduli dengan angin yang menerjang dirinya. Ia tak mengenakan pelindung apa pun. Hanya sebuah baju tidur yang berlengan pendek dan celana tidur yang pendek pula.Perjalanannya terhenti ketika mobil suaminya berbelok ke sebuah hotel mewah. Tak berselang lama, datanglah seorang perempuan yang datang dengan sebuah taksi online.Sebuah rangkulan mesra diterima wanita itu. Jangan tanyakan bagaimana keadaan Yuan, rasa gatal yang mulai ia rasakan saat udara dingin mulai menyerangnya dengan ugal-ugalan tak lagi ia pedulikan.Apalagi yang dilakukan oleh sepasang manusia berbeda jenis memasuki sebuah hotel? Apa ia yang dipanggil Ae-in? Wanita itu yang sudah membuat suaminya berubah? Sejak kapan mereka menjalin hubungan? Apa alasannya? Apa salahnya?Setelah proses panjang di pengadilan, Rafan dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana dan berbagai tindakan kriminal lainnya yang terkait dengan kematian Alea. Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun kepada Rafan.Yuan dan sang ibu mertua hanya bisa menangis sejadi-jadinya, siapa yang menyangka jika hukuman akan selama dan sepanjang ini. Rafan menghampiri keluarganya dengan wajah yang tampak tegar meski lelah, dan ia mencoba tersenyum untuk menguatkan istri dan kedua orang tuanya. Yuan tidak bisa menahan air matanya. "20 tahun, Rafan. Itu waktu yang sangat lama. Bagaimana bisa aku melalui hari tanpamu?" Wanita itu menghambur ke pelukan suaminya. Sayang, Rafan tak bisa membalas pelukan itu lantaran tangannya sudah terborgol. Rafan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku tahu, Yuan. Ini memang lama, tapi aku akan menjalani hukuman ini dengan tenang. Aku ingin menebus semua kesalahanku. Dan aku butuh kamu untuk tetap kuat di luar sana."Yuan menggengg
Rafan mengulurkan tangan untuk membantu Antoni duduk sempurna. Napas mereka belum kembali normal, masih beradu dengan kenyataan yang tak hanya membuat lelah fisik. Antoni merasakan tubuhnya lemas, tetapi pikirannya terus berputar. Kata-kata Alea terus terngiang-ngiang di telinganya. "Jangan biarkan cinta merubah apa pun dalam dirimu."Ia menatap Rafan dengan pandangan yang penuh kebencian, tetapi di balik kebencian itu, ada secercah kesadaran. Alea benar, ia telah membiarkan kebencian menguasai dirinya terlalu lama. Jika ia terus berjalan di jalan ini, ia akan menjadi apa yang Alea tidak inginkan. "Antoni, tolong dengarkan aku," suara Yuan terdengar lagi, lebih lembut, "Kita bisa mengakhiri ini sekarang. Rafan bersedia menerima hukumannya. Biarkan hukum yang mengadili."Antoni menatap Yuan dengan mata yang penuh dengan emosi yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia ingin membalas dendam, ingin Rafan merasakan penderitaan yang ia rasakan. Tetapi di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan p
Dalam pertarungan itu, Rafan berhasil merebut pistol yang terjatuh saat terjadi baku hantam. Mereka bergulat di lantai, saling rebut senjata. Yuan berteriak memohon agar mereka menyudahi kegaduhan ini. Namun, suara teriakannya tenggelam dalam suara pertarungan sengit itu. "Rafan, lempar pistolnya ke sini! Rafan kau dengar aku? Lempar ke sini, Rafan!" Yuan berteriak sekuat yang ia bisa. Saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan. Tak lama kemudian, Rafan melakukan apa yang diminta sang istri, ia melempar senjata itu meski asal. Antoni mengamuk saat senjata itu berada di tangan Yuan. Ia kembali bangkit dengan membawa pukulan dan tendangan yang lebih brutal. Rafan hanya menghindar tak berniat membalas. Ia sedang mengumpulkan tenaga untuk menghentikan ini. Pukulan demi pukulan yang disodorkan tak membuahkan hasil membuat Antoni lelah sendiri. Di saat itulah, Rafan mengerahkan tenaga yang baru ia kumpulkan. Dengan sekali tendang di dada, Antoni tersungkur tak berdaya. "Rafan suda
"Antoni, tolong pikirkan lagi! Apakah ini yang benar-benar diinginkan oleh Alea? Apakah dia ingin kau hidup dengan kebencian dan dendam seperti ini?""Kau tidak tahu apa-apa! Kau mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kau cintai, seseorang yang kau sayangi, tapi apakah kau pernah kehilangan seseorang dengan cara yang kejam? Sepertinya ikut melenyapkan mu juga pilihan yang bagus. Rafan juga harus merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan seseorang dengan cara yang kejam."Rafan maju perlahan, melihat Antoni yang kesetanan membuat ia takut hilang kendali dan justru mengikutsertakan Yuan dalam permasalahan masa lalunya. "Dengarkan aku Antoni, aku menyesal. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku. Aku akan melakukan apa pun yang kau minta, lakukan apa saja padaku, tapi jangan libatkan Yuan dalam hal ini. Ini murni kesalahanku, bukan?"Antoni tersenyum miring, "Kau pikir aku akan melepaskan orang yang kau cintai begitu saja? Dia ba
"Yuaaann!"Suara Rafan menggema di seluruh ruangan, memecah keheningan yang melingkupi gedung lantai dua itu. Yuan terkejut melihat suaminya muncul, wajahnya penuh kepanikan dan ketakutan, napasnya pun sudah tersengal-sengal. Nampaknya ia berlari dari halaman gedung hingga naik ke titik ini. Antoni menoleh, tatapannya sangat memperjelas bahwa kebencian dirinya terhadap Rafan benar-benar berada di puncak. "Kau!" teriak Antoni mengarahkan pistolnya ke arah Rafan. "Akhirnya kau datang juga, akhirnya aku dengan leluasa bisa melihat wajahmu. Kau adalah awal dari segala penderitaanku. Kau harus membayar semuanya, Rafan. Nyawa, kebahagiaan, waktu, sakitku, dan hancurnya kehidupanku hanya karena kau!"Rafan mengangkat kedua tangannya, berusaha menunjukkan bahwa ia tak bersenjata dan tidak ada niatan untuk melawan. "Dengar aku! Aku dan kau tidak saling kenal, aku tidak tahu di sini kau siapa, tapi aku tahu siapa yang yang kau maksud. Aku tahu yang kau maksud adalah Alea, wanita yang ada di
Yuan masih terpaku di tempat. Pandangannya tak lepas dari layar monitor yang terus berjalan menampilkan gambaran masa lalu raffan yang tidak ia ketahui. Dalam waktu beberapa menit itu, slide-slide itu seolah menayangkan hampir setengah kehidupan masa muda sang suami. Semua masih menampilkan wajah-wajah yang sama, tak ada yang aneh. Rafan memang setia dalam menjalin hubungan. Bukankah wajar dan tidak ada keanehan dengan foto-foto yang ditampilkan? Itu bagian dari masa lalu dan apa masalahnya? Hingga akhirnya, pikiran Yuan yang begitu positif itu terkacaukan dengan sebuah chat. Selintas ia membaca kata "gugurkan" dan membuatnya mengatakan... "Stop! Kembali ke slide sebelumnya!"Antoni menurut, ia kembali menampilkan foto sebelumnya. "Sekarang kau tahu kenapa hingga detik ini Rafan tidak punya anak? Karma. Dia sedang menjalani karmanya. Pasti kau bertanya-tanya, siapa perempuan itu, siapa aku, apa hubungannya dengan kekacauan dalam hidupmu? Aku yakin banyak pertanyaan dalam benakmu. K