Share

5. Saya Bukan Perempuan Panggilan

"Apa maksudnya?" Juni kembali bersuara. Kedua alisnya menyatu protes.

"Aku tidak bicara denganmu. Siapkan dia dengan baik." Pandangan Saga melewati Juni dan terpusat pada Lenna yang lagi-lagi membungkuk hormat. 

"Baik, Tuan." Lenna menarik tangan Juni dengan pelan dan menuntunnya untuk berjalan kembali, tapi Juni menampik dan berdiri tegar di hadapan Saga.

"Tunggu. Saya bukan perempuan panggilan, Tuan Besar Atlanta. Kalau Anda ingin sesuatu, hanya datang ke kamar saya. Saya akan menjamu Anda seperti layaknya seorang istri."

"Pagi ini aku sangat bosan dengan semua bantahanmu. Seret dia."

"Aku tidak akan pergi ke kamarmu!"

Saga mendengus marah, dadanya kembang kempis. Jas hitamnya berkibar saat ia melangkah cepat ke arah Juni.

Lelaki itu mencengkeram rahang Juni dengan keras dan memaksanya mendongak. "Aku bukan orang sesabar itu, Juni Aulia. Kalau kau tidak mau ke kamarku maka aku yang akan ke kamarmu dan menidurimu secara paksa!"

Saga melepaskan cengkeramannya kemudian pergi begitu saja. Juni masih bisa mendengar suara desah napas lelaki itu yang berembus marah. Aroma parfumnya masih tersisa di udara saat Juni meraup oksigen untuk menetralkan dadanya yang berdenyut nyeri.

Baikah. Kali ini lelaki itu naik level menjadi 'sedikit lebih mengerikan' di matanya. Tapi dia tidak akan tumbang begitu saja.

***

Siang ini, Juni dibawa ke perpustakaan. Ia sampai menganga takjub memandangi ruangan besar yang buku-bukunya bahkan tersusun sampai ke langit-langit. Mungkin lebih mewah dari perpustakaan negara.

"Jika Nyonya ingin menghabiskan waktu, mungkin Anda suka membaca buku. Nyonya bisa datang ke sini kapan saja." Ucapan Lenna membuat mulut Juni menutup.

Mata Juni berbinar memandangi deretan buku, sekejap kemudian berubah menjadi sendu. Ia mengusap air mata yang hampir meluncur di pipinya.

Elendoku yang malang ....

Ia teringat putranya yang sangat suka membaca buku. Meski Juni hanya sanggup memberinya buku bekas, dia pasti akan tertawa ceria dan melompat-lompat bahagia.

Padahal dia baru berumur enam tahun.

Maafkan Ibu, Nak.

Setahun kepergian Rafael, dia tak lagi berkabar. Tak ada kiriman uang dan tak ada telepon apa pun. Juni harus mati-matian mempertahankan kehidupannya bersama sang anak yang masih kecil.

"Ayolah, Bu Juni. Saya ini sudah dari dulu ngebet sama Ibu. Mumpung saya berbaik hati menjadikan Ibu istri kedua saya, asal jangan ketahuan istri saya saja. Nikah siri juga nikah kok, sama-sama jadi istri." 

Entah sudah terhitung berapa kali dan berapa banyak pria yang datang ke rumahnya untuk menawarkan hal yang sama. 

"Heh, Janda Gatal! Apa kau tidak punya malu?! Beraninya merayu suamiku untuk memperistri dirimu! Ke mana suamimu, hah?! Tidak tahu malu! Kalau kau butuh uang, jual saja dirimu. Kenapa malah menggoda suami orang!"

Dan dia juga sudah sangat kebal dengan kata-kata penghinaan itu. 

Bibir Juni bergetar menahan isak. Sebagai ibu, dia tidak memedulikan semua ucapan orang lain, dia hanya akan memperhatikan anaknya. 

Ah, tubuh kurus dan ringkih milik Elando mengingatkan Juni bahwa dia sama sekali tidak pantas menyandang gelar ibu.

"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" 

Juni menengadah untuk menahan air matanya yang hendak tumpah. 

"Aku tidak apa-apa, Lenna."

"Tuan Besar memang selalu bersikap tegas, tapi dia tidak sejahat itu." 

"Ya, terima kasih."

Juni tidak peduli dengan tuan besar mereka. Dia hanya ingin hidup dengan tenang.

"Mohon kejadian tadi pagi jangan diulangi lagi, Nyonya. Tuan Besar sangat tidak suka dibantah. Jika dia mengatakan sesuatu jawablah dengan pasti dan jangan sekali-kali mengerutkan kening kepadanya."

Juni memang punya kebiasaan mengerutkan kening jika tidak suka dan merasa bingung, seperti saat ini.

"Tapi kenapa dia harus bersikap seperti itu? Aku bisa mematuhinya kalau dia bicara baik-baik."

"Tuan memang selalu berbicara dengan tegas."

"Itu bukan tegas, Lenna. Dia menghinaku dan memperlakukanku seperti budak yang bisa dia dominasi. Aku istrinya bukan pelacurnya."

"Saya mengerti perasaan Nyonya. Mohon bersabarlah menghadapi Tuan Besar."

"Aku tidak bisa diam kalau dia terus memperlakukanku seperti itu."

"Saya mohon maaf, Nyonya. Saya tidak bisa melakukan apa pun untuk Anda. Semua keputusan Tuan tidak pernah bisa dibantah oleh siapa pun.

Juni mengulum senyum nanar. "Tidak apa-apa, Lenna. Terima kasih sudah mengingatkanku."

"Tolong ingat satu hal ini, Nyonya. Mungkin terdengar jahat bagi Anda. Tapi jangan pernah melawan Tuan di atas ranjang."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status