Share

6. Masuk Ke Kamar Saga

Sore harinya, dia benar-benar dimandikan dengan cara yang sangat spesial. Sabun beraroma mawar pekat itu ditambahkan dalam jumlah dua kali lipat dan dia berendam lebih lama dari tadi pagi. Parfumnya lebih menyengat dan pakaiannya lebih terbuka.

"Tunggu, Vera."

Vera, salah satu pelayannya. menghentikan gerakan memasangkan anting yang mencolok di telinganya.

"Untuk apa semua ini?"

Ini terlalu berlebihan dan sama sekali bukan dirinya.

"Tuan Besar yang meminta untuk mempersiapkan, Nyonya."

"Tapi kenapa harus begini?"

"Tuan Besar suka yang seperti ini, Nyonya."

Juni menatap pelayannya itu dengan tajam. "Aku bukan pelacur. Tidak perlu sampai seperti ini."

"Mohon maafkan kami, Nyonya. Tuan Besar sudah memerintahkan. Kalau kami berbuat kesalahan, beliau akan menghukum kami semua."

"Kalian semua dihukum?"

Vera mengangguk ragu. "Benar, Nyonya."

"Soal yang tadi pagi juga?"

Vera baru akan membuka mulut hendak menjawab kembali ketika suara Lenna menginterupsi dari pintu.

"Anda sudah selesai, Nyonya?"

Juni menoleh sekilas lalu kembali menghunjam Vera dengan tatapan menuntut, tapi pelayan itu menunduk dengan ekspresi takut.

"Jawab aku, Vera. Kalian juga dihukum soal tadi pagi?"

"Nyonya, kalau Anda sudah selesai, saya akan mengantar Anda ke kamar Tuan Besar."

Pandangan menuntut Juni beralih pada Lenna. "Apa mereka juga dihukum soal tadi pagi?"

"Saya sudah bilang, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal sepele seperti itu."

"Bagaimana bisa kamu menyebutnya sepele? Cuma karena aku menyatakan ketidaksetujuanku, dia langsung menghukum kalian. Manusia gila macam apa dia?"

"Oh ya? Manusia gila?"

Suara berat dan dingin itu membuat Juni terkesiap. Ia memandang sosok di belakang Lenna. Seolah ada aura penguasa kutub Utara yang menyelimuti dirinya.

"Kau sebut aku manusia gila?" desisnya.

Lenna menyingkir dan membuat Juni berhadapan langsung dengan Saga. Lelaki itu mendekatinya dengan seringai mengerikan di bibir tipisnya yang dingin.

"Kenapa kau begitu berani berkata seperti itu, hm?" 

Juni tidak menjawab, pandangannya terfokus penuh pada bola mata cokelat yang berkilat murka itu.

"Apa kau sudah merasa aman di rumah ini? Apa menurutmu aku akan berlaku baik padamu?" Ia mengangkat dagu Juni dengan kasar. "HAHH?!!" Kemudian berteriak keras di depan wajah Juni.

Juni memejamkan mata rapat-rapat karena dia luar biasa terkejut, hampir-hampir ia terjengkal jatuh jika Saga tidak menahan dagunya.

"Jangan mengusik ketenanganku, Juni Aulia. Jangan pernah membayangkan apa yang bisa kulakukan padamu."

Juni menarik napas dan mengatur ekspresinya. "Aku bukan budakmu, Tuan. Jangan pernah mendikteku sesukamu." 

"Oh, jadi level kurang ajarmu semakin bertambah sekarang ya ...." 

Juni mengerutkan kening dan saat itulah ia melihat kilat marah di mata Saga berubah menjadi berapi-api. 

"Jangan mengerutkan kening di hadapanku!"

Juni mengatur kerutan keningnya dan merubah ekspresinya menjadi datar. 

Saga beralih ke Lenna. "Sudah kubilang kan, Lenna. Ajari dia. Apa yang kau lakukan seharian ini?"

"Maafkan saya, Tuan."

"Lenna dan para pelayan itu tidak bersalah. Kau tidak berhak menghukum mereka."

Saga tertawa sinis. "Oh ya? Kenapa aku tidak berhak menghukum mereka? Rumah ini adalah istanaku."

Rahangnya semakin mengeras. Kulit lehernya yang pucat memerah. "Kalau bukan mereka yang dihukum, lalu siapa? Kau?" Juni melihat seringai mengerikan di bibir tipis lelaki itu.

"Aku tidak pernah melakukan kesalahan."

"Tampaknya kau harus diberi pelajaran dulu supaya mengakui kesalahanmu."

Tahu-tahu Saga menarik tangan Juni dan menyeretnya keluar kamar.

"Apa-apaan ini! Lepaskan aku!"

Juni memberontak dan berusaha menghempaskan tangan lelaki itu tapi hasilnya nihil. Saga masih terus menyeret hingga langkahnya terseok-seok. 

"Lepaskan aku!"

Juni terus meronta. Langkahnya bahkan tersandung-sandung tapi pria itu tidak peduli. Cengkeramannya begitu kuat. Diam-diam Juni meringis sebab pergelangan tangannya sangat perih.

Lelaki itu berhenti di depan pintu kayu yang besar. Dia buka pintu itu dan Juni langsung dihempaskan dengan kasar hingga tubuhnya terpelanting ke lantai. Ia merasakan sekelilingnya berputar. Hampir saja ia muntah, kepalanya sangat pening.

Di depannya, Saga berdiri tegak bagaikan dewa kegelapan. Kamar yang remang-remang semakin menonjolkan bayangan hitam dari tubuhnya. Ia berkacak pinggang dengan sombong.

"Sadari posisimu."

Juni meringis pelan merasakan bokongnya yang perih karena mencium lantai. Ia menengadah dan membalas tatapan Saga dengan berani.

"Kau tidak perlu melakukan ini padaku!"

Ia belum bangkit dari posisi jatuhnya ketika Saga menarik lengannya dengan kasar dan lagi-lagi menyeret tanpa kenal ampun. Juni bahkan sudah tidak tahu lagi apakah pergelangan kakinya yang begitu perih diakibatkan keseleo selama lelaki itu menyeretnya.

Juni meringis sejadi-jadinya saat tubuhnya dilemparkan dengan beringas ke tempat tidur. Punggungnya memanas dan telinganya berdenging.

Belum sempat ia mengambil ancang-ancang untuk bangun, Saga sudah menindih dan mendaratkan bibirnya di mana saja, di leher dan sekitar dada Juni.

Juni meronta, menggeliat dan mendorong tubuh Saga yang seperti batu di atasnya. Berat dan keras. Lelaki itu sama sekali tak bergerak, seberapa keras pun Juni berusaha menyingkirkannya.

Bibir tipis dinginnya mengisap dengan brutal dan mencumbu kulitnya tanpa ampun. Sekali pun Juni merintih di bawahnya, ia tidak peduli.

"Lepas!"

Alih-alih dilepaskan, sekarang rahangnya dicengkeram kuat hingga membuat ia diam dan tak bisa lagi memberontak lewat mulut. 

"Diam! Jangan berlagak suci di depanku!"

Rahang tajamnya mengetat. Samar-samar, Juni melihat pupil lelaki itu melebar. Kala ia tengah memikirkan cara untuk lepas dari kungkungan tubuh Saga, lelaki itu mendaratkan bibir di sudut bibirnya. Mata Juni melotot, ia segera berpaling hingga ciuman Saga berakhir di telinganya.

Juni bisa mendengar gertakan gigi lelaki itu. Lagi dan lagi ia terperanjat ketika Saga memukul ranjang tepat di samping kepalanya. Wajah, telinga, hingga leher pria itu memerah seperti bara api.

"Aku tidak suka ada wanita yang melawanku di atas ranjang!"

Juni bergeming. Detak jantungnya berlomba dan darahnya berdesir panas. 

"Palingkan wajahmu."

Juni mengabaikan.

"Buka pakaianmu."

Juni memejamkan mata rapat-rapat.

"Buka kakimu."

Juni membuka mata dan menghunus Saga dengan sangat tajam. Dia tidak akan pernah menerima dirinya dilecehkan seperti binatang.

"Aku tidak mau!"

"Jangan berani-beraninya kamu melawanku, Juni."

"Lepaskan aku!"

"LAHENDRA!!"

Juni membeku ketika lelaki itu berteriak murka di depan wajahnya. Seluruh tubuhnya seperti dialiri aliran listrik berkekuatan tinggi.

"Jangan main-main denganku."

Juni menggigit bibir dalamnya kuat-kuat saat Saga kembali melancarkan bibir di lehernya. Isapannya terasa sangat perih, kepala Juni pening dan ia merasa akan kehilangan kesadaran sebentar lagi.

Juni terkesiap saat tangan Saga menyingkap bathrobe dan menjelajahi pahanya. Ia meronta hingga tak sengaja menendang perut Saga.

Lelaki itu menghentikan aksinya. Ia menatap Juni dengan sorot mata kaget. Mungkin terkejut sebab baru pertama kali ditendang oleh seorang wanita.

Detik berikutnya, kedua paha Juni yang terekspos ditarik dengan kasar. Ia memekik kesakitan. 

"Kau harus tahu, kau tidak ada bedanya dengan perempuan yang aku tiduri setiap malam. Jadi tidak usah sok jual mahal dan buka pakaianmu sekarang juga."

Saga menggeram murka. "Buka kakimu selebar mungkin, Juni Aulia."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sri Rahayu
mahal banget koinnya..bikin kantong ambrol
goodnovel comment avatar
Rika Piartinawati
ternyata tetep aja berbayarlah....sama aja dengan aplikasi lain...langsung unistal
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
ish ish ish
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status