Share

4. Gertakan Yang Berbahaya

Tatapan Juni mengikuti setiap derap langkah lelaki itu. Air mukanya masih tegar dan pandangan matanya masih penuh kepercayaan diri. Kendati Saga sudah menhunjamnya kelewat dingin dan sepertinya sebentar lagi dia mungkin akan melayangkan tangan ke wajahnya.

"Aku tidak ingin melihat perempuan yang membangkang di depanku pagi ini. Jangan membawa nama keluargamu di sini. Karena itu sama sekali tidak berguna." 

Alih-alih melayangkan tangan, dia sama sekali tidak menyentuh seinchi pun kulit Juni. Ia hanya mengiris dan mencabik dengan sorot matanya yang teramat tajam.

Juni menengadah dengan mata yang berani. "Saya datang ke sini bukan sebagai budak, asal Anda tahu."

Saga mengerutkan kening.

Detik berikutnya meja yang ditempati Juni sudah digebrak dengan keras. Makanan di atasnya tumpah dan piring serta gelas retak begitu saja. Juni kaget tentu saja. Jantungnya melompat-lompat hendak keluar dari tempatnya.

"Kau terlalu berani. Siapa yang menyuruhmu membantah setiap perkataanku, hah!!"

Beberapa pelayan yang sedari tadi berdiri menemani mereka langsung undur diri dan keluar dengan langkah ketakutan. Mereka memilih berjaga di depan pintu.

Ia menatap Saga tak kalah tajam. Dia bukan pelacur ataupun wanita biasa yang bisa lelaki itu rendahkan seperti ini. Kurang ajar. Baru pertama kali ini ada laki-laki yang memperlakukannya serendah ini. 

Saat itulah ia melihat kilat membunuh dari iris cokelat pekat itu. Seolah yang berdiri di hadapannya adalah malaikat maut yang siap mengantarnya ke neraka.

"Aku bisa saja melemparmu dari lantai teratas dan membuatmu cacat seumur hidup. Kau pikir aku akan peduli dengan status keluargamu?"

Juni memejamkan mata. Bukan karena ia takut ataupun gentar. Kalau lelaki gila ini bisa marah, dia juga bisa. Kenapa harus ada perbedaan di antara mereka hanya karena dirinya tinggal di rumah lelaki itu?

"Kalau saya tidak peduli dengan semua kelakuan bejat Anda, maka Anda juga harusnya tidak peduli dengan apa pun yang saya katakan, kan?" Mata Juni menyipit tajam.

"Apa katamu?" Kedua mata Saga membentuk satu garis lurus. Alisnya menukik tajam. 

Juni tahu seberapa marah pria di depannya itu. Kedua tangannya mengepal kuat.

"LENNA!!"

Juni terperanjat mendengar teriakan murka lelaki itu yang memanggil kepala pelayannya.

Lenna datang dengan cepat. Ia menunduk dalam dan membungkuk dengan hormat. Ekspresinya masih terlihat biasa saja, seolah dia sudah terbiasa menghadapi kemarahan tuannya.

"Apa kau tidak mengajarkan sesuatu pada wanita ini, HAH?!" Saga menudingkan jari ke arah Juni yang masih duduk di kursinya.

"Maafkan saya, Tuan Besar. Saya akan mengajarinya dengan baik."

BRAKKK!!!

Meja kembali digebrak. Juni memejamkan mata lagi-lagi terperanjat.

"Apa gunanya minta maaf sekarang? Kau tahu aku tidak suka dibantah. Tapi dia!" Tatapannya tajam menghunus Juni seolah akan meremukkannya saat ini juga.

"Dia membantahku di hari pertama dia masuk ke rumah ini. Tidakkah kau tahu itu kesalahan siapa, Lenna?!"

"Itu kesalahan saya, Tuan. Mohon ampuni saya."

"Jalani hukumanmu dan ajarkan dia dengan baik."

Juni berdiri dengan cepat. "Apa maksudnya dia harus dihukum? Tidak ada yang salah di sini!"

Saga maju selangkah dan berdiri tepat di hadapan Juni, ujung kaki mereka bertemu. 

"Dan apa maksudmu mempertanyakan ini? Kalau kau terus membantah, maka yang salah adalah orang yang mengurusmu. Itu sudah menjadi hukum Atlanta." 

"Dia tidak bersalah!"

"Kau lihat, Lenna? Kesalahanmu sangat besar. Ajari dia! Aku tidak menyuruhmu untuk memanjakannya seperti ratu. Kalau dia membangkang, cambuk atau tenggelamkan dia di kolam. Jangan memberinya celah untuk menjadi istri pembantah!"

Dada Juni kembang kempis menahan amarah. Selama ini dia hanya mendengar kalau lelaki itu sangat perfeksionis dan tidak suka dengan kesalahan, tapi dia tidak pernah membayangkan dirinya akan diperlakukan serendah ini.

"Masih mau membantah?" ucapnya dengan seringai menyeramkan di bibir. Tak lupa dengan kilat mata seperti iblis yang akan merobek-robek jiwanya.

"Bawa dia, Lenna. Mulai hari ini berikan pelajaran padanya. Kalau dia bertingkah di depanku, maka kau harus bertanggung jawab."

Lenna mengangguk hormat. "Baik, Tuan Besar." Lalu mempersilakan Juni keluar dari ruang makan yang kini berantakan itu. Pecahan piring dan makanan berserakan di lantai. 

Saat Juni meninggalkan ruang makan diikuti para pelayan, ia menoleh dan menatap Lenna dengan sorot bersalah. 

Tampaknya Lenna mengerti arti tatapannya. "Tidak apa-apa, Nyonya. Anda jangan risau. Saya baik-baik saja." 

"Tapi aku yang melakukan kesalahan, tidak seharusnya kau yang menanggung hukumannya."

"Seorang nyonya besar rumah ini tidak boleh mendapatkan hukuman, Nyonya. Ini salah saya yang lalai mengajari Anda."

Juni menatap sayu. Walau dia merasa tidak melakukan kesalahan apa pun, tetap saja Lenna tidak seharusnya dihukum.

"Kamu tidak salah apa pun, Lenna."

"Saya sudah terbiasa, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir. Mari saya antar ke kamar."

Juni berbalik dan kembali mengikuti arahan Lenna.

"LENNA!" 

Teriakan penuh mutlak itu membuat Juni berbalik dengan cepat. Lagi-lagi ia terperanjat. Sial, jantungnya hampir saja meledak karena lelaki itu.

Saga menghampiri tempat mereka dengan langkah marah. 

"Bawa dia ke kamarku malam ini."

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status