Pada bathrobe maroon-nya yang tersingkap di mana-mana. Pada embusan napas hangat Saga di kulitnya. Pada sentuhan telapak tangan Saga yang kasar. Juni menggigit bibir kuat-kuat dengan harapan bisa meredam jeritan kesakitannya.
Seluruh sendi tubuhnya seolah tercabik-cabik. Ia tidak pernah mengalami pelecehan brutal seperti ini.
Jangan menangis, kumohon ... jangan menangis, pintanya pada diri sendiri.
Tangan lelaki yang bernapas tak teratur itu membuka tali bathrobe-nya dengan kasar. Juni kembali memberontak sekuat tenaga, mencakar dan memukul-mukul wajah Saga.
"Sial! Kenapa kau tidak mau menurut!"
"Aku bukan pelacurmu!"
Saga memamerkan seringai sinisnya. "Lalu kau datang ke sini untuk apa? Kau datang ke rumahku untuk apa, hah?!"
"Aku tidak akan pernah menuruti sikap kasarmu ini. Sampai mati aku tidak akan pernah memberikannya kecuali kau meminta dengan sopan!"
"Meminta?"
Saga menegakkan badan dan tertawa dengan kilat
Saga menatap lurus wanita berstatus istrinya itu. Ia mendengus kala Juni Aulia, si pembangkang jahanam mencoba berdiri dengan kakinya yang lemah.Selama hidupnya, baru kali ini dia berhadapan dengan perempuan yang sangat berani melawannya. Ia menyeringai puas. Ini benar-benar menyebalkan sekaligus sangat menantang.Saat wanita itu sudah berhasil bangkit dari posisinya, ia mendekat dengan langkah pasti namun pelan, seperti raja singa yang tengah mendekati mangsanya.Sesampainya di hadapan wanita berjubah mandi maroon itu, ia mengangkat dagu pongah dan menyipitkan mata dengan arogan, menegaskan bahwa dialah pusat dominasi di istana megah ini.Dari wajah wanita itu, dilihatnya kesakitan yang dibungkus dalam ekspresi datar yang dingin. Gemetar di tangannya disamarkan dengan cara mengepalkan tangan dan ada air mata yang mati-matian disembunyikan dengan sorot mata yang tajam menghunusnya."Dia selalu memohon padaku sejak lama, tapi kau yang melawan ini .
"HOEK! HOEEK!"Juni memuntahkan seluruh isi perutnya setelah sesi makan malam secara paksa beberapa menit yang lalu. Matanya berair dan ia kembali menundukkan kepala di wastafel."Nyonya, Anda tidak apa-apa?" Suara lembut Sarah dan pijatan di tengkuknya terasa lebih baik.Ia mencuci bekas muntahan di wajahnya kemudian menerima handuk basah dari Sarah."Terima kasih, Sara.""Nyonya sakit? Perlu saya ambilkan obat?""Tidak usah. Aku akan segera membaik."Juni menyeka wajahnya dengan handuk basah. Demi Tuhan, badannya terasa sangat tidak enak. Ia meringis merasakan kaki dan tangannya belum juga berhenti gemetar sejak ia keluar dari kamar Saga hingga lelaki itu memaksanya bangun untuk makan malam."Nyonya baik-baik saja?" Sarah terlihat benar-benar khawatir."Iya, aku baik-baik saja.""Nyonya mau saya buatkan teh hangat?""Tidak, aku mau tidur. Oh ya, Sarah ....""Iya, Nyonya?""Pelayan bernama Ro
Juni terus menyaksikannya. Menonton sesi percintaan lelaki itu dengan wanita yang berbeda setiap malam. Mendengar erangan dan desahan yang sama dari perempuan yang beraneka ragam. Ia terus dipaksa merekam perbuatan tidak senonoh itu dalam kepalanya.Gilanya, setelah melakukan hal bejat itu, Saga akan mengajaknya makan malam dengan santai—yang mana tidak pernah bisa Juni nikmati karena perutnya selalu mual dan ingin muntah. Ia jijik sejijik-jijiknya.Malam ini adalah malam keenam setelah Saga mengurungnya di kamar mandi. Ia harus mempersiapkan perutnya agar tak terguncang lagi.Setelah Sarah memakaikan jubah tidur berwarna hitam, ia segera keluar bersama Lenna."Anda tidak apa-apa, Nyonya?" tanya Lenna saat melihat langkah Juni yang sempoyongan."Aku tidak apa-apa, Lenna. Hanya ... mual."Membayangkan dirinya akan kembali dihadapkan pada pemandangan yang sama, suara menjijikkan yang sama dan malam-malam yang sama. Rasanya dia ingin memu
"Sarah? Kenapa kau memakaikan gaun padaku?"Juni menatap pantulan dirinya di cermin besar. Tubuh kurusnya yang tinggi terbalut gaun putih yang menampakkan seluruh bahunya dan menjuntai sampai ke betis. Menonjolkan tulang selangkanya yang indah."Tuan Besar mengadakan makan malam bersama keluarga Nyonya. Anda belum diberitahu?""Keluargaku?" Alis Juni menyatu."Benar, Nyonya.""Tapi, kenapa?""Tuan sudah mengundang keluarga Nyonya untuk makan malam, mungkin Tuan Besar lupa memberitahu karena semalam Nyonya demam parah."Kemarin malam dia memang demam. Tadi pagi saat dia terbangun, Saga sudah tidak ada di kamarnya. Kata Lenna dia sudah berangkat kerja. Demamnya sudah mereda. Karena terbiasa hidup sulit selama tujuh tahun, membuat tubuh Juni kebal dan cepat pulih dari sakit. Dia juga tidak terbiasa memanjakan tubuhnya walau sakit sekalipun.Juni mengernyit dan menunduk mengamati gaun putihnya yang terbuka di bagian b
Saga memuji aktingnya. Pada langkah anggun dan postur tegaknya yang elegan. Gaun sabrina putih yang menjuntai hingga ke betis semakin menambah kharisma wanita itu dan membuat siapa pun tidak ingin mengusiknya, kecuali mungkin dirinya."Sudah bicaranya, Sayang?" Ia mengamit pinggang Juni yang baru datang bersama Maria."Ya." Ah, lirikan mata bosan itu membuat Saga benar-benar tertarik.Ini malam yang sangat seru.Ia mengajak wanita itu duduk di sampingnya tanpa melepaskan rangkulan tangannya."Bagaimana menurut Anda, Tuan Lahendra? Ini proyek yang sangat besar. Aku berharap Anda menyetujuinya dengan cepat.""Aku akan memikirkannya dengan cepat." Sandi Lahendra alias ayah mertuanya melirik Juni sekilas.Bah. Keluarga ini palsu. Tak ada keharmonisan sama sekali.Lihatlah istri kedua Sandi Lahendra yang sibuk mengedarkan pandangan liar pada seisi rumahnya kemudian berbisik-bisik pada anak perempuannya. Sedangkan kedua p
Lenna menyusuri koridor remang itu dengan langkah anggun yang tegas. Rambut sebahunya bergerak-gerak seiring dengan langkahnya yang melambat ketika mendengar suara-suara aneh.Ia memasang telinga baik-baik dan memajukan langkahnya dengan hati-hati."Akh! Hmphh—"Lenna menyatukan alis mendengar desahan dan rintihan itu. Terkesiap ketika matanya menangkap sang tuan besar yang sedang menindih seorang perempuan di atas sofa.Ia memutar tubuh dan ingin enyah sesegera mungkin, tapi seorang pelayan tiba-tiba muncul dan membuatnya kaget.Lenna mengurut dada. "Apa yang kau lakukan? Kau membuatku kaget.""Aku sudah lumayan lama berjalan dari sana, Kepala Lenna." Pelayan berkuncir itu menunjuk koridor."Tunggu, Rita. Kau mau ke mana?" tahannya ketika melihat Rita hendak maju."Aku ingin membersihkan ruang tengah. Pertemuannya sudah selesai, kan? Bukannya keluarga Nyonya sudah pulang?""Ya, nanti saja kau bersihkan."Ri
Saga membuka kancing-kancing kemejanya dengan kasar.Sial! Ini sangat panas.Jantungnya berdebar kencang dan sesuatu di bawah sana masih mengeras dengan sempurna."Lenna!"Lenna masuk kamar dengan cepat dan menghampirinya."Bawakan wanita untukku."Ada jeda sekian detik sebelum Lenna menjawab seperti biasanya."Baik, Tuan Besar." Kemudian mundur teratur dan menghilang dari pandangannya.Perpaduan antara amarah yang menggelegak dan gairah yang memberontak. Benar-benar kombinasi yang akan membuatnya membunuh seseorang malam ini.Beberapa menit kemudian, Lenna datang dengan seorang wanita bertubuh tinggi dan sintal, tipe wanita yang disukainya."Kemari."Seperti biasa, wanita itu akan dengan senang hati melemparkan diri kepadanya. Menggoda dan memohon di bawah kuasanya.Tapi Juni Lahendra sialan itu sama sekali bukan tipe yang seperti ini, yang akan membuka pakaiannya dengan gerakan sensual dan membisik
"Nyonya, Tuan Besar menunggu Anda di ruang makan." Juni mengangkat wajah dari buku yang tengah dibacanya dan menatap Sarah yang berdiri di depan ranjang. Ia sedang duduk di tempat tidur sembari meluruskan kaki dan bersandar pada kepala ranjang. "Aku sedang tidak ingin sarapan." "Tapi Tuan menyuruh saya untuk memanggil Anda." Juni menghela napas kemudian menutup bukunya. "Katakan aku sedang tidak enak badan." "Maafkan saya, Nyonya. Saya takut Tuan Besar datang dan memaksa Nyonya lagi." "Jangan khawatir. Aku akan menurut kalau dia memaksa." "Mohon maaf, Nyonya. Saya tidak bermaksud ikut campur. Sudah tujuh tahun saya bekerja di rumah ini dan baru kali saya melayani seorang nyonya besar. Saya sangat senang. Saya tidak ingin melihat Nyonya terus menangis." Juni menatap mata Sarah yang memerah. Perempuan yang tiga tahun lebih muda darinya itu menunduk. Juni terhenyak. "Terima kasih atas kasih sayangmu, Sarah."