Tak banyak perubahan dalam hubungan Chloe dan Nash sejak Nash mengurung Chloe di salah satu ruangan di rumahnya. Chloe tidak lagi banyak bicara, tak lagi membela diri, tidak berusaha menjelaskan apa pun pada Nash.Dia tahu, Nash tidak akan mendengar apa yang dia katakan, jadi untuk apa dia bicara?Dan Nash tahu perubahan sikap Chloe terhadapnya dalam diam. Ketika dia masuk ke ruang makan pagi ini, Chloe sudah duduk diam, menyendok bubur hangat pelan-pelan tanpa mengangkat kepala, tanpa bersuara.Chloe tidak menyapa Nash sama sekali walau dia tahu pria itu sedang menatapnya.“Dimana kopiku?”Chloe meletakkan mangkuk buburnya, dia bergegas menyeduh kopi untuk Nash, lalu meletakkannya di atas meja. Dia tidak mengatakan apa pun sampai dia kembali duduk dan menyantap sisa bubur dalam diam.“Kenapa kau diam? Kau merancang drama baru lagi?”Chloe tidak menjawab. Dia hanya menunduk, matanya kosong, sendoknya terus bergerak perlahan. Amarah kecil mulai tumbuh dalam diri Nash karena merasa Chlo
Mila berdiri di depan gedung perkantoran milik keluarga Vellarco, Vell’s Company. Gadis itu menaungi wajah menggunakan tangannya yang mungil. Gedung-gedung ini bertambah semakin luas dan tinggi, padahal ketika dia pertama kali ke sini di usianya yang ke 18, gedung ini hanya memiliki dua lantai saja.Dia masih ingat, ketika pertama kali menginjakkan kakinya di depan Vel’s Company. Saat itu dia baru saja kembali dari pemakaman ayahnya yang mati bunuh diri, setidaknya itu yang dia dengar dari orang-orang.Mila tidak tahu kebenaran hingga dia akhirnya menempuh pendidikan yang lebih dalam. Ayahnya merupakan salah satu staff di Vel’s Company, tapi sebuah keputusan membuat ayahnya harus mengakhiri hidupnya sendiri.Dan keputusan inilah yang dicari oleh Mila. Dia ingin tahu, alasan dibalik langkah mengerikan yang diambil ayahnya beberapa tahun yang lalu.Staff resepsionis mengantarnya ke ruangan Adrian. Pria itu masih ada di ruang rapat, jadi dia harus menunggu selama beberapa menit. Interior
Udara dalam ruangan itu pengap dan dingin. Lampu tidak menyala, tidak ada kursi untuk duduk, tidak ada meja atau perabotan lainnya. Hanya ada cahaya temaram masuk lewat celah pintu yang membuat Chloe bisa melihat bayangannya sendiri.Dia duduk bersandar pada tembok, memeluk lututnya sendiri. Pipinya masih terasa panas karena tamparan Nash dan lehernya nyeri di tempat jemari pria itu menekan. Tangisnya pecah perlahan, bukan karena sakit semata, tapi juga karena luka dalam yang kini makin tajam.“Kenapa kau tidak pernah mencoba percaya padaku?” isak Chloe. “Kau bahkan tak tahu kebenarannya, tapi kau menghukumku untuk kesalahan yang tidak pernah ku lakukan. Kenapa kau merasa kau pantas memperlakukanku seperti ini, Nash?”Dia menarik napas gemetar, mencoba menenangkan diri, tapi setiap tarikan napasnya justru mengantarnya pada bayangan wajah Nash yang marah, dingin dan kejam. Chloe tidak menyangka, jika pria yang dulu hanya mengintimidasinya lewat kata, kini perlahan menampakkan sisi terg
Chloe tidak menjawab. Dia menunduk menatap lantai, kedua tangannya saling meremas gelisah.“Jangan buat aku mengulang pertanyaan yang sama, Sayang,” gumam Nash lagi, kali ini dia menarik lengan Chloe kasar. “Atau aku akan bertanya dengan cara yang berbeda.”“Ini ideku.” Mila berdiri. “Chloe hanya membantuku masuk karena aku memohon padanya.”Nash tidak bergeming, tatapannya tetap lurus pada Chloe. Dia mengelus rambut Chloe, lembut, tapi Chloe tahu ada kemarahan dan kekecewaan di sana. Nash mendekat, dia berbisik tepat di telinga Chloe. “Kau melakukan sesuatu di belakangku, bukankah menurutmu kau harus dihukum?”Chloe menatap Nash, bayang-bayang ketika pria itu mencium bibirnya dengan kasar kembali muncul. Chloe ketakutan. Senyum tipis di wajah Nash adalah sinyal jika dia akan mendapat masalah, mungkin di sini, di mobil, atau jika Nash masih waras, dia akan menunggunya hingga mereka tiba di rumah.“Aku rasa masalah ini tidak terlalu berat.” Adrian yang mengetahui jika Chloe tersudut mu
Cahaya lampu gala mulai menyilaukan. Musik, tawa, dan percakapan para tamu menjadi seperti gema kosong di kepala Chloe. Setelah insiden kecil tadi, dia merasa sesak. Tapi rasa sesak itu tidak datang dari kejadian itu sendiri, tapi dari Nash dan semua luka yang terus dibuka ulang.Saat Nash tenggelam dalam percakapan dengan beberapa kenalan penting, Chloe menyelinap keluar dari ballroom, menyusuri lorong menuju taman kecil di sisi gedung. Udara malam menyapa kulitnya seperti pelukan pelan yang menyegarkan.Dia berdiri sejenak, membiarkan napasnya mengalir lebih lega, hingga suara-suara kecil mengalihkan perhatiannya.“Aku hanya ingin menemui temanku. Sungguh, aku berjanji ini hanya sebentar.”Seorang wanita muda sedang berdiri di ambang pintu dan dihadang oleh dua orang petugas keamanan. Wajahnya cantik tapi tajam, mengenakan gaun panjang hingga ke mata kaki. Dia mengenakan kalung, tapi Chloe tahu mata kalung itu menyimpan sesuatu.Sebuah kamera.“Maaf Nona. Tanpa undangan, Anda tidak
Cahaya pagi menyusup malu-malu melalui celah jendela, menyinari lantai marmer dapur yang dingin. Chloe berdiri dekat meja, menggenggam cangkir kopi yang baru dia seduh, meski tangannya sedikit gemetar saat menuangkan susu ke dalamnya.Dia hanya tidur sebentar, karena obat penenang itu hanya memberinya jeda, bukan ketenangan. Pagi ini dia merasa lebih tenang, tapi bukan karena keadaannya semakin membaik, melainkan karena dia belajar menyembunyikan lukanya sendiri, sama seperti hari-hari sebelumnya.Tiba-tiba dia mendengar suara langkah samar di belakangnya, langkah yang berat dan familiar. Chloe mematung, seluruh tubuhnya kaku, tempo napasnya mulai makin meningkat.Ketika Nash menyentuh punggungnya –hanya sekilas, ringan, dan tanpa tekanan-, Chloe langsung menghindar dan tubuhnya membentur sisi meja makan. Cangkir di tangannya jatuh, cairan panas itu tumpah mengenai kakinya.Matanya membelalak, wajahnya pucat seketika, jantungnya berdegub liar, dan kedua tangannya menyilang di dada seo