Hujan turun perlahan mengawali awal musim penghujan di kota, seperti irama duka yang tak pernah benar-benar pergi. Chloe berjalan lebih cepat menembus keramaian, berbelok dan naik menuju apartemennya. Dia mengibaskan sisa air hujan yang menempel dari jaketnya, memasukkan kode sandi dan pintu terbuka.
Sudah sepuluh tahun berlalu sejak hari ketika dunia menghancurkannya dalam sekejap. Cinta pertama yang mempermalukan, saksi atas percobaan pembunuhan –dan dia tak tahu nasib wanita itu bagaimana-, dan kematian kedua orang tuanya yang datang bersamaan seperti petir yang menyambar dari segala arah.
Kini, di usianya ke 26, Chloe bukan lagi gadis pemalu yang menangis di pojok lapangan basket. Dia menjelma menjadi wanita yang tidak mau dikalahkan oleh apa pun, termasuk rasa takut dan kesepiannya selama ini. Rambutnya dipotong sebahu, wajah manisnya berubah menjadi tegas yang didapatnya dari bertahun-tahun penuh pertahanan diri.
Dia bekerja sebagai salah satu investigator lepas untuk sebuah firma hukum swasta, pekerjaan yang jauh dari kata glamor, tapi cukup untuk membiayai hidupnya dan pendidikan Alex. Adiknya Alex kini menempuh pendidikan kedokteran dan sedang menyelesaikan semester akhirnya.
Dia melepas jaket, menyeduh kopi dan membawanya ke atas meja. Lembaran-lembaran data berserakan didekat laptop yang menyala, dia duduk, membaca data itu kembali satu per satu. Tangannya lihai menyusun kronologi kasus baru yang dipercayakan padanya, namun kadang kala pikirannya teralih oleh mimpi buruk yang tak mau pergi dari otaknya.
Chloe menyesap kopinya, rasanya pahit, persis kehidupannya.
[Jangan lupa hadir di wisudaku minggu depan. Kalau kau datang, aku berjanji tidak akan menangis lagi dan merengek padamu.]
Chloe tersenyum, dia meletakkan kertas di tangannya dan fokus membaca pesan Alex. Tak lama,
[Bisakah kau memakai gaun? Jangan berpakaian seperti detektif yang baru keluar dari reruntuhan gedung tua.]
Chloe tertawa kecil. Hidupnya memang penuh luka, tapi Alex seperti matahari kecil yang muncul dari balik awan hitam yang bergulung-gulung. Alex membuatnya bertahan. Chloe mengetik,
[Oke. Aku akan berusaha untuk tidak tampil seperti kriminal.]
Chloe berdiri dan berjalan menuju balkon. Gerimis berubah menjadi hujan lebat, dia menyandarkan tubuh dan menyesap rokok elektrik miliknya. Chloe tidak kecanduan, dia hanya butuh pengalihan agar kepalanya tidak terlalu sakit.
Bukan tanpa alasan Chloe memilih pekerjaan sebagai investigator. Kasus bunuh diri orang tuanya tidak pernah selesai dan polisi menutup kasusnya begitu saja. Chloe tahu, ada alasan dibalik tindakan ekstrim itu, tapi hingga sepuluh tahun berlalu, Chloe tidak bisa benar-benar tahu penyebabnya apa.
Tak ada yang tersisa dari masa mudanya, kecuali perjalanan hidup yang tak main-main. Chloe bahkan berhenti jatuh cinta karena dia tidak menyangka jika jatuh cinta hanya akan mendatangnya sebuah penghinaan. Sebuah hinaan yang membawa luka tersendiri dalam diri Chloe.
***
“Kau terlihat lebih baik!”
Nash Sullivan berhenti menengok layar ponselnya, dia mendongak, mendapati sahabatnya, Adrian Vellarco tersenyum. Nash berdiri, dia menepuk lengan Adrian pelan. “Kau juga.”
“Well, bagaimana keadaan Bibi Lori?”
“Tidak ada yang berubah,” gumam Nash. “Mom koma, sejak sepuluh tahun yang lalu hingga sekarang. Tapi aku tidak akan menyerah seperti bajingan itu!”
Bajingan yang dimaksud Nash tentu saja ayahnya Foster Sullivan. Setahun setelah ibunya koma karena percobaan pembunuhan, Foster menikah dengan wanita muda yang kini bertahta di kediamannya. Foster bahkan meminta Nash berhenti menyiksa Lori dengan mempertahankan nyawanya dengan teknologi kedokteran, tapi Nash tahu betul, suatu hari nanti, ibunya akan bangun.
Ketika dokter mengatakan ibunya koma, Nash ingin mengurus banyak hal: menemukan Chloe yang berusaha membunuh ibunya, atau membawa ibunya ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik.
Dan Nash memilih opsi kedua, karena dia tahu, ibunya tidak bisa menunggu, tapi pembunuh itu akan selalu ada dalam genggamannya.
“Selamat datang kembali di kota ini, Nash!” Adrian kembali tersenyum, membuyarkan ingatan kelam Nash tentang pahitnya masa lalu. “Aku yakin, Bibi Lori akan bertahan!”
Sepuluh tahun berlalu, ini kali pertama Nash menginjakkan kakinya di kota ini. Rasa trauma menyergapnya bak bayang-bayang malam, tapi dia tahu, sudah waktunya dia kembali. Ada hal yang harus diurusnya, wanita berdarah dingin, yang melakukan segala hal hanya karena Nash menolak pengakuan cintanya.
“Kau yakin akan membuka kembali penyelidikan kasus Bibi Lori?”
Adrian membawa Nash menyusuri gemerlap kota. Nash menatap ke antara gedung pencakar langit dan lampu malam yang berjejer panjang. Dia menghela napas, lalu mengangguk. “Ya!”
“Paman Foster setuju?”
“Aku tak butuh pendapatnya soal ini!”
“Kau yakin menemukan pelakunya kali ini? Maksudku, rekaman video yang kau tunjukkan padaku sepuluh tahun itu tidak begitu jelas. Selain karena kualitas video yang rendah, titik rekam yang terlalu jauh, pelaku yang membelakangi kamera, kita tidak memiliki spesifikasi lainnya.”
Nash sudah menemukannya, dia selalu tahu siapa pelaku percobaan pembunuhan ibunya. Nash hanya tidak mengatakan pada siapa-siapa karena dia perlu mengantisipasi beberapa hal, termasuk nomor anonim yang mengirim video itu padanya.
“Aku tahu kau memiliki relasi yang cukup banyak dalam hal ini,” kata Adrian lagi, sedannya berhenti ketika lampu merah menyala, “tapi aku ingin merekomendasikan satu orang padamu.”
Nash melihat pria itu mengambil satu berkas dari kursi penumpang dan menyerahkannya pada Nash. “Namanya Chloe Lynn. Dia seorang investigator lepas, tapi cukup lihai dan tajam. Dia berhasil mengungkap beberapa kasus lama dan semua hasil penyelidikannya benar-benar diluar prediksi.”
Nash menatap foto Chloe yang tertera di sisi CV-nya. Tatapan tajam Nash membuka kembali luka lamanya, dalam hati dia menghina wanita itu. “Senyum yang manis,” katanya penuh nada misterius.
“Well, dia memang cukup cantik.” Adrian membenarkan. “Beberapa teman-teman kita mengatakan hal yang sama. Tapi dia adalah wanita dingin yang tidak seorang pun bisa menaklukkannya,” tambah Adrian lagi, sedan mereka kembali melaju.
“Kau mengenalnya?”
Adrian menggeleng. “Hanya melihat sekilas dan ya, dia memang cantik dan berkharisma, tapi misterius di saat yang bersamaan. Banyak yang mengatakan dia memiliki kehidupan yang sulit, tapi aku tidak begitu peduli.”
Nash meremas kertas itu, tatapannya beralih. Aku akan menemukanmu, Chloe! Akan ku buat kau membayar harga mahal sebuah kehilangan!
Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari ketika Nash membuka pintu rahasia di sisi Timur kediamannya. Pintu rahasia itu mengarahkannya ke ruang bawah tanah, tempat Nash lebih banyak menghabiskan waktu.Dinding bata abu-abu itu terlihat biasa saja bagi siapa pun, kecuali bagi dia yang tahu persis letak panel tersembunyi di balik lukisan klasik yang menggantung diam. Dia menekan kombinasi angka di keypad kecil dan pintu besi terbuka perlahan.Udara steril dan dingin menyambutnya. Lorong itu remang-remang dan sunyi. Hanya bunyi alat monitor dan detak pelan yang terdengar dari ruangan paling ujung. Nash berjalan pelan, jaketnya sudah dia lepas, lengan kemejanya digulung.Ruangan itu terlihat seperti ruang perawatan VVIP, lengkap dengan mesin pendukung hidup, sistem sirkulasi udara mandiri, dan ranjang medis elektronik. Seorang wanita paruh baya terbaring di sana, rambutnya yang dulu gelap kini memutih si sisi pelipis.Wajahnya tenang, tapi mata itu tak pernah terbuka lagi sejak hari dia
Hari pertama sebagai istri Nash Sullivan diawali bukan dengan ucapan selamat pagi atau ciuman hangat di kening. Ketika Chloe bangun, Nash sudah tidak ada di sofa. Sambil melihat pantulan dirinya di cermin, Chloe sadar, sebenarnya Nash tidak sepenuhnya brengsek.Pria itu memang menyakiti perasaannya tanpa Chloe tahu sebabnya apa. Tapi mungkin dia sedang menghadapi trauma, bisa jadi karena keluarganya. Mungkin bersikap kasar dan semena-mena adalah pelarian dari semua penderitaannya selama ini.Chloe menoleh ke arah pintu, cukup terkejut ketika Nash mendorong pintu lebar-lebar. Mata tajamnya langsung mengarah pada Chloe yang sedang menggulung rambutnya. Di tangannya dia memegang selembar kertas.“Aku tidak memintamu berdandan,” ucap Nash datar, dia mengenakan setelan jas hitam dan jam tangan mewah. “Kita punya jadwal untuk sore ini.”Chloe kembali memperbaiki rambutnya di depan cermin. “Aku tahu. Aku hanya tidak ingin mempermalukanmu.”Nash menatapnya selama beberapa detik, lalu di
Chloe melangkah keluar dari sedan hitam yang membawanya kembali ke kediaman Nash, tanpa kata sedikit pun. Gaun putihnya diangkat agar tidak menyentuh lantai. Dia terlihat lelah, tapi kedua matanya masih tetap menyala, bukan karena harapan, tapi karena keputusasaan.Nash berjalan di depannya, membukakan pintu besar tanpa menoleh. Dia tidak bicara, hanya memberi isyarat pada para pelayan agar mereka menyingkir dari hadapannya. Pria itu naik, Chloe menyusul setelahnya.Chloe berdiri di ambang pintu kamar utama, matanya menyapu ruangan, lalu terhenti pada Nash yang berdiri di sudut kamar sambil melepas dasi.“Jangan khawatir,” kata Nash akhirnya, suaranya rendah tapi tajam. “Aku tidak akan menyentuhmu. Setidaknya bukan malam ini.”Chloe masuk, dia berdiri di dekat ranjang. Siapa yang ingin disentuh olehmu? Sungutnya. Aku tidak rela. Bahkan jika kau adalah cinta pertamaku, aku tidak akan sudi bersentuhan denganmu. Membayangkannya saja membuatku muak.“Orang akan berpikir kau menghormatiku,
Chloe mengalihkan pandangannya, tapi bibirnya melengkung samar. “Aku tidak sedang mencari pengakuan darimu,” katanya pelan dan tegas. “Dan aku tidak menjual diriku. Aku membayar harga.”Nash tertawa pendek. “Oh, Chloe. Kau benar-benar berkembang. Dulu kau gadis yang mengaku cinta padaku dan hampir menangis waktu ku tolak. Sekarang, kau berubah menjadi lebih tangguh.”“Kau akan berubah menjadi tangguh ketika kau kehilangan arah hidupmu,” gumam Chloe, dia memejamkan matanya. “Kalau tidak keberatan, aku ingin tidur sebentar.”Mata Nash menyipit, tapi tatapannya tak lepas dari wajah Chloe. Teduh, damai, dan tenang. Jika tidak melihat video itu, Nash mungkin akan terkecoh oleh paras Chloe. Dia mengalihkan tatapannya, langit makin bergulung oleh awan hitam. Tidak. Chloe adalah penyebab ibunya koma. Tujuannya menikahi Chloe adalah untuk membalas dendam, tidak ada alasan lain di balik itu.***Langit sore berangsur-angsur pucat ketika sinar matahari harus kalah oleh gulungan awan yang makin b
Chloe meremas jemari Nash, hanya sebuah gerakan refleks, tapi itu sukses membuat Nash membungkam mulut. Pria itu melirik Chloe yang bahkan tidak melihatnya. Ada sensasi aneh dalam diri Nash yang membuatnya enggan untuk meladeni Foster. Apa itu karena sentuhan Chloe?“Jadi Chloe. Apa pekerjaanmu? Atau Nash cukup murah hati menjemputmu dari semacam... jalanan?”Suasana meja makan membeku. Sialan kau, pikir Chloe, dia menatap Helena yang memotong daging di piringnya dengan santai. Chloe meletakkan garpu dengan tenang dan tatapannya masih terpaku pada wanita itu tanpa kehilangan kendali.“Aku bekerja sebagai investigator lepas di salah satu perusahaan swasta,” sahut Chloe. “Aku tidak berasal dari jalanan, Nyonya!”Jamuan makan siang yang seharusnya menjadi sebuah cara untuk menyatukan keluarga malah beralih menjadi panggung ketegangan. Bunyi alat makan terdengar pelan diantara sunyi yang mencekam. Helena memainkan anggur di gelas dengan ekspresi puas melihat Chloe berusaha tetap tenang.F
Rumah pribadi Nash lebih mirip istana daripada tempat tinggal. Dinding-dinding terbuat dari marmer yang berkilau, lampu gantung kristal, dan tangga melingkar tinggi yang menjulang ke lantai dua. Tapi tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya keheningan dan gema langkah Chloe ketika dia memasuki rumah itu dengan koper kecilnya.“Nyonya Chloe, Tuan Nash memintaku untuk membawa Anda ke kamar.” Seorang pelayan datang menemuinya.“Bisakah kau membawaku ke kamar tamu?” tawar Chloe.“Tapi Tuan Nash berpesan agar Anda tidur di kamar utama, Nyonya!”Chloe akhirnya mengangguk. Dia berjalan di belakang si pelayan dan naik ke kamar utama yang ditempati Nash. Ruangan itu luas, bahkan sepertinya lebih luas dari apartemennya sendiri. Chloe duduk di tepi ranjang besar dan memandang ke luar jendela. Dadanya terasa berat. Dia akan menjadi istri dari pria yang dia sukai, tapi anehnya pria itu sangat membencinya.Chloe tidak tahu bagaimana Nash bisa begitu memusuhinya, seolah mereka memiliki dendam yang be