Chloe baru saja kembali ke apartemennya ketika dia mendengar sebuah ketukan cepat menggema dari pintu. Chloe melempar tasnya ke atas sofa, dia buru-buru membuka pintu karena ketukan itu makin kencang.
Alex berada di balik pintu, gelisah dan panik.
“Kau baik-baik saja?” Chloe melebarkan pintu dan meminta Alex masuk. “Aku baru saja membeli sebuah gaun dan aku pastikan tidak akan mempermalukanmu,” imbuhnya lagi.
Chloe duduk, dia menyandarkan tubuhnya di sofa. Tapi Alex tidak masuk. Dia berdiri di ambang pintu, wajahnya pucat dan Chloe baru menyadari jika tempo napas Alex memburu. Chloe mengernyit, dan dia juga mendapati kedua bola mata Alex memerah seperti habis menangis.
“Semuanya baik-baik saja? Ada apa?” Chloe langsung sigap.
Alex setengah berlari menemuinya, dia menyodorkan selembar surat tagihan dengan tangan gemetar. Chloe mengernyit, dia meraih kertas itu dan masih menatap Alex bingung.
“Ini?”
“Chloe, sepertinya...aku ditipu!”
Chloe membaca kertas itu dengan cepat. Angka di bagian bawah menjadi perhatiannya dan segera membuat jantungnya seakan berhenti. $350.000. Itu adalah jumlah hutang yang harus dilunasi dalam waktu,
“Tujuh hari?” Chloe membelalak, dia menatap Alex, lalu kembali pada kertas di tangannya. “Jika tidak melunasinya selama tujuh hari, maka pihak pemberi pinjaman akan melaporkan ke kepolisian dan menyita semua aset?” Napas Chloe terengah, dia mendongak menatap Alex. “Bagaimana ini bisa terjadi, Alex?”
Alex menggeleng, air matanya jatuh lagi. “Ada seorang investor yang mengaku ingin membiayai proyek risetku untuk program kelulusan,” Alex berkata terbata. “Dia memintaku tanda tangan kontrak kerja sama, tapi ternyata itu adalah perjanjian pinjaman pribadi. Kami menandatangani kontrak di depan notaris dan semua dokumen ini legal. Aku...aku sungguh dijebak, Chloe!”
Chloe membekap mulutnya sendiri, kertas di tangannya jatuh ke lantai. Bagaimana bisa? Darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu satu minggu? Lalu detik berikutnya sebuah kejanggalan menghampiri: kenapa ada orang yang ingin menjebak Alex?
“Kau punya musuh?” tanya Chloe, sekedar memastikan.
“Tidak, Chloe. Kau juga tahu aku hanya belajar dan diam di kampus, tidak pernah melakukan sesuatu diluar batas. Sungguh. Pria itu datang ke kampus, menemuiku secara khusus dan mengatakan dia tertarik dengan risetku. Itu saja. Dan... dan semuanya terjadi begitu saja!”
“Kenapa tidak kau beritahu aku lebih dulu?” Chloe terhenyak.
“Aku tidak mau membebanimu terus menerus. Chloe, aku sudah dewasa, aku pikir aku sudah bisa membuat keputusan untuk diriku sendiri. Tapi ternyata...”
Kalimat itu meluluhkan hati Chloe. Dia berdiri, dipeluknya Alex erat. “Kau tidak membebaniku sama sekali, Alex. Begini saja. Aku akan coba tanya ke teman-temanku. Kalau beruntung, aku mungkin akan mendapat pinjaman dari mereka.”
“Tapi...”
“Aku masih punya sedikit tabungan,” potong Chloe cepat, dia tak ingin membuat Alex panik. “Kita pasti bisa melunasinya. Kau tak akan dipenjara, mengerti?”
***
SUV hitam itu berhenti tepat di bawah gedung apartemen yang ditinggali Chloe. Kaca mobil dibiarkan sedikit terbuka, asap tipis rokok mengepul dan keluar lewat celah jendela kaca. Nash duduk tenang, namun matanya menyimpan badai kehidupan yang sulit dibaca.
“Sudah kau lakukan?” Suaranya terdengar berat.
“Ya, Tuan. Anak itu sudah masuk jebakan kita!”
Senyum tipis itu melengkung di bibir Nash. Ketegasan wajahnya menambah sisi kelam dan menakutkan dari dirinya. Tatapannya menusuk, bahkan anak buahnya tidak berani menengok langsung padanya.
Jika dulu dia dikenal karena senyum tipis dan sorot angkuhnya, kini dia dikenal karena kekuasaan dan ketepatannya membaca kelemahan orang. Dalam kurun waktu 10 tahun, dia menjelma menjadi salah satu pria yang paling berkuasa, sosok dibalik Oasis Corporation.
Nash memegang kendali penuh atas Oasis Corp, sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di dua bidang utama: Oasis Strategic Security – divisi keamanan & intelijen dan juga Oasis Capital – divisi investasi & akuisisi.
Dia menjaga profil publik tetap bersih melalui CSR dan citra dermawan yang dibangunnya, tapi di balik layar, dua divisi perusahaannya menyimpan banyak konflik, rahasia, dan kekuasaan.
Oasis Strategic Security menyediakan pengamanan pribadi, intelijen bisnis, dan protokol keamanan digital untuk individu berpengaruh: politisi, pengusaha, selebritas. Perusahan ini memiliki divisi rahasia yang menjalankan surveillance, counter-intelligence, dan pengendalian reputasi publik atau media control.
Mereka juga menyediakan jasa “pemulihan skandal” atau menghilangkan jejak klien dengan metode ekstrem, dengan kata lain bisa membongkar skandal masa lalu atau memalsukan bukti untuk menghancurkan musuh. Dan jangan lupakan tim “bayangan” yang betugas melakukan intimidasi, sabotase, dan bahkan pembunuhan terselubung jika klien tidak sanggup membayar.
Tak jauh beda dengan Oasis Strategic Security, Oasis Capital juga sama jahatnya. Perusahaan ini bertugas menyuntikkan dana ke perusahaan kecil atau menengah yang bermasalah, lalu mengambil alih ketika mereka tidak bisa membayar.
Nash menggunakan nama perusahaan palsu atau afiliasi bayangan untuk mengaburkan keterlibatan langsung. Tujuannya tentu saja untuk mengontrol pasar dari balik layar dan menciptakan sistem bisnis yang tunduk padanya.
Biasanya orang dalam menggunakan manipulasi laporan keuangan, insider trading, atau sabotase kompetitor untuk membuat pemilik lama bangkrut. Lalu dia bisa mengambil aset mereka dengan harga murah. Nash juga menempatkan orang kepercayaannya di dalam perusahaan target untuk mempercepat kehancuran internal.
Senyap, diam-diam dan mematikan. Hal ini memberi Nash kekuasaan yang tidak bisa dilawan secara frontal, juga sebuah keluwesan untuk menjadi pahlawan maupun antagonis, tergantung perspektif yang melihat.
Kehidupan membuatnya berjalan dengan jalannya sekarang. Foster menolaknya mentah-mentah karena ibu tirinya ternyata sudah melahirkan anak laki-laki sebelum menikah dengan Foster, dan sejak itu Foster selalu mengatakan jika Nash bukanlah ahli warisnya.
Nash hanya bisa mengandalkan diri sendiri agar dia tetap berada di jalur yang seharusnya, yaitu semua orang harus membungkuk dan menurut padanya, bahkan jika itu Foster sekalipun.
“Bagaimana selanjutnya, Tuan?” Pria itu kembali bertanya.
Nash menyesap rokoknya, menghembuskan asap tipis itu keluar. Dia membuka kaca mata gelapnya lalu menengok ke atas, tepat ke kamar apartemen yang ditempati Chloe. “Selanjutnya, dia akan datang padaku.”
“Kau yakin dia akan datang padamu, Tuan?”
Senyum tipis itu melengkung, sangat jahat. “Tentu saja!”
Sepi menggantung ditengah mereka. Nash menggaruk kepalanya. “Benarkah? Aku tidak ingat bagian itu.”Chloe terhenyak, tangannya mengepal di balik gaun pendek yang dipakainya. Tapi tangan kekar Nash langsung menggenggamnya, diam-diam, tanpa melirik Chloe. Dia terus bertatap muka dengan Daisy seolah dia sedang memfokuskan dirinya pada wanita itu.Jangan bilang kau berbohong padaku, pinta Chloe dengan lirih dalam hati ketika dia menemukan ekspresi Nash yang datar. Jangan bilang keputusanku untuk memulai lagi sejak awal denganmu adalah sebuah kesalahan.Tolong, Nash.Jika kau menghancurkanku sekarang, aku tidak bisa percaya padamu lagi selamanya, dan aku akan bercerai darimu.“Kita bahkan ...” Daisy mulai bertingkah panik. “Kau ...”“Aku kenapa?” Nash mengangkat alis.Air mata Daisy kembali jatuh, dia menggeleng, menangis sesenggukan. Mila mengernyit, mulai merasa jengah dengan tingkah Daisy. Dan melihat Nash juga Adrian bahkan tidak melakukan apa pun pada wanita ular itu membuat emosi dal
Nash menyerbu masuk ketika Chloe hendak menutup pintu kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan mata sensual, seolah sudah tidak sabar untuk menunggu hal yang ditahannya selama ini. Namun Chloe tahu, dia baru saja kehilangan janin dan melewati proses kuretase.Dia tidak bisa mewujudkan hasrat Nash, dan dia belum siap.“Kau mau apa?” Chloe mendelik.“Kita mandi berdua saja, lebih cepat!”“Kau mau cepat? Kau bisa mandi lebih dulu.”Nash berdecak, dia menyandarkan tubuhnya di sisi pintu kamar mandi. “Kau pikir aku buru-buru?”“Jadi?” Chloe pura-pura tidak mengerti. “Adrian dan yang lain ada di bawah. Kau ingin menemani mereka, kan?”“Mereka bisa menunggu, Chloe,” gumam Nash putus asa.“Lalu?” Alis Chloe naik.Nash mendorong Chloe lalu menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Dia menangkup wajah gadis itu, menciumnya lagi dan mendorong tubuh Chloe hingga menempel di dinding. Tangannya dengan cepat meraih kancing gaun Chloe tapi gadis itu menghentikannya.“Kau tidak menginginkannya?” bisik Na
Petir menyambar cukup dekat, menciptakan cahaya lebih terang selama beberapa detik, mengalahkan sinar matahari yang terhalang awan-awan gelap. Chloe dan Nash masih berdiri berhadap-hadapan, jarak diantara mereka makin tertutup usai Chloe memberikan penawaran pada Nash.Tidak ada perceraian.Tidak ada perpisahan.Semuanya akan kembali seperti awal.“Tentu saja.” Chloe menghela napas, melihat Nash justru tidak bereaksi apa-apa. “Jika kau menginginkan Daisy, kau bisa menceraikanku secepatnya.”Nash mengernyit. “Kenapa kau membawa nama Daisy?”“Oh? Aku lupa, kau adalah tiang penyangga gadis itu. Aku tak bisa menyebut namanya tanpa izinmu,” dengus Chloe makin kesal.Nash tersenyum, untuk pertama kali sejak kemarin dia mengetahui kebenaran itu. Ditariknya pinggang Chloe untuk memupus jarak diantara mereka sampai tubuh gadis itu menempel padanya. Nash menatap wajah Chloe yang damai dan tenang, tangannya perlahan naik untuk menggantikan gadis itu memegang payung.Tangannya meraba punggung Chl
Gerimis perlahan turun. Bunyi guruh sahut menyahut di langit, awan hitam bergulung malas menaungi tempat pemakaman khusus yang telah disiapkan oleh Nash beberapa tahun lalu. Berada di atas perbukitan, hanya ada makam ibunya di sana, berikut makam dirinya sendiri yang juga telah disiapkan Nash.Foster dan Helena tidak terlihat di sana, hanya ada Eross, juga Alex, Adrian, Mila dan Chloe. Gadis itu memastikan dirinya tetap berada di sisi Nash, berusaha menjadi titik tumpuan pria itu di fase terendahnya.Nash tidak banyak bicara. Pun setelah peti diturunkan dan petugas menutup liang lahat, pria itu tetap diam. Namun sorot mata itu menceritakan semuanya. Bagaimana kepedihan hati Nash melepas ibunya, walau sejak beberapa tahun terakhir dia sudah mempersiapkan diri.“Kak ...” Eross berdiri di samping Nash, menatap batu nisan yang terpasang sempurna dan cantik. “Bibi Lori telah menemukan kehidupannya yang lebih baik. Aku ... minta maaf atas nama ibuku. Jika tidak ada kami, kau pasti masih mer
Nash tersenyum, dia mengangguk setuju alih-alih menolak. Adrian mengangkat alis, tidak percaya Nash justru memberinya reaksi santai seperti itu. “Kau bersedia?”“Kenapa tidak?”“Kau? Seorang Nash Sullivan?”“Jika menjadi pelayan Chloe, seumur hidup pun aku bersedia!”Adrian menggelengkan kepala sambil berdecak. “Kau sungguh tak tertolong lagi, Nash. Otakmu benar-benar sudah diekspansi oleh Chloe.”Nash tertawa pelan, keduanya saling berpandangan lagi ketika mendengar suara jerit Daisy lebih kencang. “Pria itu bermain cukup kasar sepertinya,” kelakar Adrian. “Daisy bahkan berteriak seperti itu.”Dia mengeluarkan ponselnya, mengatur sudut untuk menangkap dirinya dan Nash yang tergeletak di atas tempat tidur.“Kau mau apa?” lirik Nash tajam.“Tentu saja membuat bukti untuk mematahkan tuduhan Daisy,” sahutnya santai. “Kau tahu kan, dia pasti datang besok dan menangis tersedu-sedu. Dia akan mengatakan kau melecehkannya.”Nash tertawa kecil, dia mengangguk setuju. “Setelah ku pikir-pikir, d
Begitu Daisy pergi, Nash duduk dengan tegak. Diambilnya sapu tangan dari sakunya, lalu melap lehernya dengan kasar, begitu juga dengan kedua telapak tangannya. Dia memungut jasnya. Dengan tatapan dingin, pria itu turun dari ranjang dan keluar.Di ambang pintu, dia bertemu Adrian dan seorang pria yang perawakannya persis Nash. Sahabatnya itu tertawa kecil, dia menepuk lengan pria itu dan berkata, “Gantikan Nash untuk memuaskan nafsu wanita itu!”“Tapi bagaimana kalau ketahuan?” Pria itu sedikit khawatir.“Buat saja suara mendesah dan gumaman yang dibuat-buat, seolah kau mabuk berat. Katakan lampunya tidak boleh menyala, atau Daisy tak boleh menyentuh wajahmu. Bilang saja kau yang akan memuaskannya sendiri. Ingat, kau tak perlu banyak bicara jika tidak diperlukan,” sahut Adrian.“Aku akan menjaminmu,” tambah Nash lagi. “Dia tidak akan bisa menyentuhmu selama ada aku.”“Kalau begitu, aku akan masuk.” Pria itu bergumam riang dan nada bicaranya lebih santai.Adrian dan Nash mengangguk bers