Share

Bab 5: Kepergok

Penulis: HarunaHana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 10:46:17

Kepala Seruni masih tertunduk. Ia mendongak ketika lift berhenti dan pintunya terbuka. Dibiarkannya Bram menarik tangannya.

Raut muka Bram seketika berubah masam ketika melihat resepsionis dan satpam yang tersenyum penuh arti saat melihatnya. Setelah ini ia harus bersiap menghadapi gosip yang akan menyebar cepat di antara karyawan.

“Berapa nomor telepon orangtuamu? Besok pagi saya telepon mereka.”

“Orangtua saya sudah meninggal, Pak.” Seruni menjawab tanpa melihat Bram demi menyembunyikan embun di matanya.

Kaki Bram yang akan menekan pedal gas tertahan. Ia menoleh dan menatap Seruni yang menunduk hingga wajahnya tertutup sebagian rambutnya. Lantas, tanpa menanggapi ucapan Seruni, ia melajukan mobil. Otaknya sudah tidak mampu bekerja. Biarlah Seruni tinggal semalam di rumahnya.

Di samping Bram, Seruni duduk dengan tegang. Ia berusaha sekuat tenaga agar tetap terjaga. Bagaimanapun juga, ia harus tetap waspada.

Kantuk yang menyerang tubuh Seruni seakan terangkat ketika mobil memasuki halaman rumah besar berarsitektur modern. Jantungnya kembali berdetak cepat dan dahinya berkeringat. Rumah si tato kalajengking yang menjebaknya di Stasiun Tugu masih belum tanggal dari ingatan.

Dengan dada berdebar, Seruni membuka pintu mobil. Dipandanginya halaman luas nan asri sembari memutar otak mencari jalan untuk kabur. Ia mulai khawatir kalau Bram adalah bagian dari sindikat si tato kalajengking.

Ketukan sepatu Bram memenuhi rongga telinga ketika mereka melewati beranda. Hati Seruni makin kebat-kebit ketika kakinya telah berada di ruang tamu. Jalan untuk lari hampir tidak ada.

Setelah mengunci pintu, Bram menarik lengan Seruni. “Ada kamar untuk tamu di bawah. Kamu bisa tidur di situ malam ini. Besok, aku antar cari kost.”

Seruni mengangguk tanpa suara kemudian mengikuti langkah kaki Bram melintasi ruang tamu yang diisi perabot minimalis tetapi mewah dan elegan. Mata Seruni menyipit ketika melihat seorang perempuan yang sepertinya sudah berumur menyambutnya di ruang tengah. Gadis itu bisa menangkap tatapan heran dan raut terkejut perempuan itu. 

“Mbok Asih, tolong tunjukkan kamar buat mbaknya ini, ya.”

“Nggih, Mas.” Perempuan itu mengangguk sopan kemudian melempar senyum pada Seruni. Senyum yang berhasil meredakan debar di dada Seruni. Ia sedikit tenang. Rumah ini tampaknya berbeda dengan milik si tato kalajengking.

“Pinjamin baju Kanaya saja buat ganti. Saya belum sempat beliin baju tadi.”

Perempuan itu kembali mengiyakan perintah Bram. Dengan bibir melengkung, ia menggandeng lengan Seruni.

Setelah memastikan urusan Seruni tertangani dengan baik, Bram naik ke lantai dua. Tidak butuh waktu lama bagi Bram untuk segera berpindah ke alam mimpi.

Sementara itu, jejak rasa khawatir yang masih tersisa di hati membuat Seruni begitu sulit memejamkan mata meski tubuhnya disergap letih dan penat. Ia merasa belum lama tertidur ketika terdengar ketukan pintu dan suara perempuan memanggil namanya.

Seruni bangkit. Diregangkannya tubuh sejenak sebelum melangkah ke pintu. Refleks ia tersenyum tatkala melihat Mbok Asih sudah berdiri di depan pintu.

“Ini baju ganti dan mukena, Non. Sebentar lagi subuh,” ujar Mbok Asih seraya mengulurkan setumpuk kain.

“Terima kasih, Mbok.” Seruni mengambil barang-barang di tangan perempuan itu.

“Simbok ada di dapur. Kalau mau minum, langsung ke dapur saja, Non.”

Seruni mengangguk kemudian menutup pintu setelah perempuan itu pergi. Usai salat Subuh membersihkan diri, ia memberanikan diri keluar kamar. Dihelanya napas dalam-dalam karena butuh waktu sekian menit untuk menemukan jalan ke dapur. Ia belum pernah tinggal di rumah seluas ini.

Langkah Seruni terhenti di balik dinding dapur ketika telinganya mendengar namanya disebut.

“Siapa yang tidur di kamar tamu, Mbok?”

“Non Seruni, temannya Mas Bram, Non.”

“Mas Bram pulang tengah malam dan bawa perempuan, Mbok?”

Sembari menarik napas dalam-dalam, Seruni merapatkan tubuh ke dinding. Ia menimbang-nimbang, apakah perlu muncul sekarang atau nanti menunggu Bram bangun. Bagaimana kalau istri Pak Bram mengira aku selingkuhannya? Pertanyaan yang muncul di kepala menggerakkan kaki Seruni untuk melangkah masuk ke dapur.

“Selamat pagi, Nyonya.” Seruni menatap Kanaya yang sedang memasukkan satu demi satu wortel ke dalam juicer. Hanya sekejap karena ia buru-buru menunduk saat kedua matanya bertubrukan dengan pandangan perempuan berkulit putih yang kelihatan segar dan terawat.

“Kamu Seruni?” Kanaya mengambil gelas penyimpan perasan wortel kemudian menuang isinya ke dalam gelas kaca setinggi sepuluh senti. Ditutupnya gelas setelah menambahkan perasan jeruk nipis.

Sementara itu, Mbok Asih sibuk memotong sayur dan bumbu hingga suara pisau beradu dengan talenan memenuhi udara.

“Benar, Nyonya. Mohon maaf saya menginap tanpa izin. Semalam Pak Bram menolong saya dan meminta saya menginap di sini. Tapi sumpah, saya dan Pak Bram tidak ada hubungan apa-apa. Sumpah demi Allah, saya bukan selingkuhan Pak Bram. Apalagi perempuan penggoda suami orang.”

Dengan kepala tertunduk, Seruni nyerocos. Jantungnya berdetak cepat, menanti jawaban Kanaya. Ia pernah mendengar cerita salah satu anak asuh si tato kalajengking yang sempat jadi simpanan pejabat. Hanya tiga tahun sebelum ketahuan istri sah dan diusir dari rumah pemberian si pejabat. Jangan sampai ia diusir karena dianggap perempuan simpanan Bram.

“Kalau bukan selingkuhan Mas Bram, siapa kamu? Kenapa tengah malam ada di hotel dan ikut pulang Mas Bram?” Bola mata hazel milik Kanaya memindai tubuh Seruni.

Tiba-tiba Seruni memangkas jarak dengan Kanaya lalu bersiumpuh di kaki perempuan itu. “Maaf, Nyonya, demi Allah, saya bukan selingkuhan Mas Bram. Tolong jangan usir saya.” Tangan Seruni memegang kaki Kanaya.

Tawa Kanaya nyaris pecah melihat sikap Seruni. Tak disangka gadis di depannya benar-benar ketakutan. Ia mundur hingga cengkeraman Seruni di kakinya terlepas kemudian mencuci tangan di wastafel. Dibiarkannya Seruni dengan posisi bersimpuh di lantai. Setelah mengelap tangan, ia memegang lengang gadis itu dan menariknya.

“Berdirilah. Tak pantas menyembah-nyembah begitu. Aku bukan Tuhan.”

“Tolong jangan usir saya, Nyonya.” Seruni tersekat di ujung kalimat. Kepalanya masih tertunduk hingga sebagian rambunya menutupinya. “Nanti siang, setelah Pak Bram bangun, saya pasti pamit dan nyari kosan.”

“Duduklah.” Kanaya membawa Seruni ke kursi dan mendudukkannya. “Sebenarnya siapa kamu dan kenapa bisa sampai ketemu Mas Bram?”

Seruni meremas ujung kemeja kemudian saling menautkan jari. Lidahnya sedikit kaku mengingat salah satu episode menyakitkan dalam hidupnya.

“Mbok, tolong buatkan Seruni teh, ya.” Kanaya menggeser kursi kemudian duduk di dekat Seruni. “Tolong antar jusnya ke kamar Mama.”

Duh, mati aku. Ternyata Pak Bram tinggal dengan ibunya. Biasanya nyonya besar lebih galak daripada nyonya muda. Seruni bergidik. Bayangan perempuan dengan bola mata nyaris terlepas karena amarah terpampang di depan mata, menyelusupkan rasa jeri di hatinya.

“Minum dulu.” Kanaya menepuk bahu Seruni.

“Te-terima kasih, Nyonya.” Seruni memberanikan diri mendongakkan kepala. Kini dilihatnya paras Kanaya berhias senyum tulus. Rasa takut di dadanya sedikit berkurang dan debar di dadanya mereda.

“Sekarang ceritakan siapa kamu,” ujar Kanaya setelah Seruni meneguk tehnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 75: Rencana Bram

    “Aku yang akan atur pertemuanmu dengan Seruni.”Bram menatap Re lurus-lurus. Mulutnya masih mengunya sepotong risol mayo. Pagi itu Re tampak seperti komandan pasukan rahasia sedang mengatur strategi. Mendadak Bram merasa sedikit gerah meski mesin pendingin kafe menyala.“Menurutmu, dengan cara apa aku bisa ketemu Seruni? Aku harus menyamar menjadi pria hidung belang?” Bram hampir tersedak ketika mengucapkannya. Beruntung risol mayo di mulut sudah tertelan. Kalau belum, mungkin makanan itu akan tersangkut di tenggorokan atau malah tersembur keluar. Entahlah. Bram mual mendengar istilah pria hidung belang. “Lalu apa? Membawa Seruni kabur?”Re tersenyum kecil. Tatapan tajamnya melunak dan otot-otot wajahnya mengendur. “Sabar, Bro. Aku akan jelaskan.” Diraihnya cangkir lalu menyeruput isinya perlahan. “Baristamu keren, Bram.” Bram mengacungkan jempol seraya melirik pria berapron biru di balik coffee bar yang sedang menyetel peralatan menyeduh kopi.“Kebiasaanmu mengalihkan pembicaraan.”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Mencari Seruni

    “Jangan terlambat atau kesempatanmu bertemu Seruni hilang.”Dengan tangan masih menggenggam ponsel, Bram menoleh ke kiri dan kanan, mencari sofa tersembunyi yang bisa diduduki dengan tenang atau dinding untuk sekadar bersandar. Bram menghela napas berat. Semakin malam bar semakin ramai. Tidak ada tempat kosong sama sekali.Ketika akhirnya Bram menemukan dinding untuk bersandar, ponsel di tangannya hampir jatuh karena seseorang menubruk tubuhnya. Bram menggeram. Didorongnya badan gempal pria beraroma minuman keras dan rokok itu hingga jatuh terduduk di lantai. Ia masih sempat meracau sambil bersandar di dinding sebelum akhirnya terkapar.Merasa tidak akan bisa berpikir di tempat remang-reman itu, Bram memutuskan keluar. Segera ia memasuki lift dan kembali ke basement. Ia bisa gila atau cepat mati kalau lebih lama di dalam bar.Sesampainya di basement, Bram menghirup oksigen banyak-banyak, mengusir asap rokok yang sempat menghuni paru-parunya dengan udara baru yang lebih segar. Bergegas

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Keributan di Bar

    Bram membelalak melihat aksi perempuan bergaun merah. Segera, ia menurunkan lengan si gaun merah lalu mendorongnya dengan kasar hingga hampir terjungkal. Sebelum keadaan berubah menjadi tak terkendali, Bram menyadari kesalahannya. Ia menarik tangan perempuan itu dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Bartender di balik meja bar terkejut. Ia sampai berhenti melayani pesanan demi melihat adegan tak terduga itu.“Lepaskan!” Si gaun merah mendorong tubuh Bram. Sumpah serapah perempuan itu berkejaran dengan bingar musik dalam bar. Ia melambaikan tangan dan tidak lama berselang, dua lelaki berbadan kekar dengan baju serba hitam mendatangi Bram.Si gaun merah menatap sengit Bram lalu pergi, menyerahkan urusan Bram pada dua bodyguard di bar. Ia tidak akan menghabiskan waktu meladeni pria tak tahu diri seperti Bram. Masih banyak laki-laki lain yang bisa didekati.Astaga, kenapa aku bisa lepas kendali? Bram mengambil sapu tangan dan mengusapkannya ke wajah. Ada banyak perempuan mencoba mendekat

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 72

    “Kamu sudah lapor polisi kalau tempat mereka pindah?”Bram tidak lagi punya harapan apa pun pada Dewi dan teman-temannya. Jika polisi saja tidak mampu mengejar dan menangkap mereka, apalagi Dewi dan anggota LSM-nya. Musuh mereka terlalu kuat. Hanya demi kesopanan, ia tetap menanggapi laporan Dewi.“Sudah.”Dari nada bicara Dewi, Bram bisa menebak kalau harapan dalam genggaman perempuan itu pun mulai meredup. Advokat utama mereka masih belum pulih dari patah tulang. Sementara itu, pengacara pengganti terus didera teror dan Dewi terpaksa memintanya tiarap demi keselamatan diri dan keluarganya. Posisi Dewi sangat sulit. Bram tidak ingin menambah beban dengan bersikap acuh.“Apa kata mereka?”“Mereka hanya bilang sedang mendalami kasus ini dan akan segera memberi tahu kalau ada perkembangan baru.”Dewi menghentikan kalimat lalu diam.“Halo, Dew, kamu masih di sana?” Bram berseru khawatir pembicaraan mereka terjeda sunyi. Dewi juga mengalami banyak teror, tetapi wanita itu begitu tegar dan

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 71: Siapa Penculik Seruni?

    “Ngomong-ngomong, Gou yang katamu dulu pernah menangkap Seruni, sekarang sudah mati.” Re menatap Bram sekilas lalu menandaskan isi cangkir.Mulut Bram sedikit terbuka. Ia hampir tersedak. Jika Gou sudah mati, lalu siapa yang menculik Seruni sekarang? Bram berteman dengan Re sejak lama. Mereka memiliki satu guru dan lama berlatih bersama dalam satu perguruan Taekwondo. Belakangan Bram tahu kalau selain mendirikan perguruan dan mengajar Taekwondo, Re juga membuka jasa menyediakan petugas keamanan yang bekerja tersembunyi. Ia tahu bisnis gelap dan orang-orang yang berputar di dalamnya. Jadi, Bram tidak punya alasan untuk tidak mempercayai ucapan Re. Pria itu tidak mungkin bohong. “Aku boleh nambah kopi?” Re mengangkat cangkir yang telah kosong. “Kasusmu membuat otakku berasap.” Ia terkekeh.“Kamu boleh minum dan makan sepuasmu tanpa harus memikirkan bagaimana membayar tagihan.” Bram melengkungkan bibir.Re berdecak. “Kamu pikir aku semiskin itu sampai nggak bisa bayar secangkir kopi?”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 70

    Merasa kasus Seruni masih gelap, Bram mencoba mengurai dan mencari titik terang. Ia mengambil kertas dan pulpen lalu mulai menulis kronologi hilangnya Seruni versi Ben dan hasil pencarian timnya Dewi. Bram yakin, Seruni diculik komplotan bisnis prostitusi online yang dulu pernah menjualnya.Bram menuliskan tempat-tempat yang mungkin akan digunakan komplotan itu untuk mempertemukan Seruni dengan pelanggan.BarPubHotelJumlah ketiganya puluhan atau malah ratusan. Menyisir semua tempat akan menghabiskan waktu. Alih-alih ketemu, Seruni mungkin sudah jatuh ke tangan pria hidung belang. Membayangkan hal itu, Bram bergidik. Disandarkannya punggung ke kursi. Sesaat ia memejamkan mata sambil memijit pelipis.Lelah karena tidak kunjung menemukan jalan keluar, Bram memutuskan rehat sejenak. Ia bangkit dan keluar ruang kerjanya. Kafe menjadi tujuan Bram. Sebagai CEO, ia bisa saja memesan menu apa pun dan pelayan akan mengantar ke kantor. Namun, Bram butuh udara segar dan suasana baru. Siapa ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status