Share

6. Sah

last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-17 14:12:15

Ya, setiap ucapan adalah doa yang terlantunkan. Aku tidak pernah menyangka, bahwa seminggu setelah ucapan di hari Jumat waktu itu benar-benar membawaku pada situasi aneh ini. Aneh. Ya, sangat aneh sekali.

Pesona mantan yang belum sepenuhnya sirna, kini kembali lagi hadir di pelupuk mata. Memaksaku untuk kembali mencari kunci hati dan membukanya, hanya untuk sekadar memastikan, apakah mantan masih tetap bertahan?

“Di antara kita enggak ada kata putus, kan, Kal?” Ucapan Mas Vino menarikku dari lamunan. “Keputusan menjauh murni maumu, bukan mauku.”

Aku bergeming. Mencoba berdamai dengan diri sendiri.

Memang, tidak ada kata putus di antara aku dan Kak Vino. Keputusan untuk menjauh adalah keinginanku sendiri. Dibilang mantan juga bukan, dibilang masih pacaran juga enggak, dan sekarang ... semesta seolah-olah ingin kembali mempersatukan.

Persiapan serba mendadak sudah selesai. Bakda salat Magrib; penghulu, wali, dan saksi sudah memenuhi ruang VVIP Lily ini. Mama, Luna, dan Ratu akan menjadi saksi dari pihakku. Sementara dari pihak Kak Vino hanya ada kedua orang tuanya berikut suami Ratu. Ya, Wisnu dan Kak Vino ternyata teman dekat.

“Kal, kamu minta mahar berapa sama Kak Vino?” bisik Luna.

“Enggak tahu!” jawabku.

“Kok, enggak tahu, sih?”

“Terserah dia mau ngasih mahar berapa. Manut.”

“Hmm... iya, sih. Sebaik-baik wanita adalah yang paling sedikit maharnya, tapi sebaik-baiknya lelaki adalah dia yang tahu diri.”

Tawaku hampir menyembur saat mendengar kalimatnya. Tukang rias yang sedang mendandaniku malah tertawa. “Mbak Luna memang realistis sekali,” ungkapnya jujur.

“Benar, to, Mbak?” puji Luna akan opininya. “Jangan mau dikasih mahar dikit, Kal. Kamu bakalan seutuhnya jadi milik Vino. Minta jangan tanggung-tanggung. Toh, keluarganya lumayan tajir.”

Aku hanya diam menyimak cuitan Luna yang seolah-olah belum percaya bahwa sahabat jomlo yang diam-diam memang tak punya gandengan, sekali bergerak langsung naik pelaminan.

“Maudy Ayunda mah kalah viral ini. Sat set sat set!” ungkapnya.

“Eh, bentar. Kalau Kak Vino belum bisa duduk apalagi berjalan, berarti pesta kalian dipending, dong?”

“Yang penting halal dulu,” jawabku singkat.

“Cieee, yang menuju halal,” godanya.

Ish! Anak ini benar-benar cerewet. Mengalahkan cuitan sales shampo anti rambut lepek.

“Malam pertama juga di-pending, dong?”

Ya ampun, Luna. Benar-benar membuat rasa grogiku bertambah. Ratu yang mungkin semalam sudah melakukan ritual malam pertama memilih menjauh dengan alasan ingin ke kamar mandi. Ya, dia pasti tidak mau diwawancarai oleh Luna, si Ratu Kepo.

Kebaya putih milik Mama yang dulu dikenakan saat dinikahi Papa sangat pas di badanku. Ditambah riasan natural yang sengaja aku minta kepada tukang paes yang sering bekerjasama dengan hotel, membuat mata Mama berkaca-kaca.

“Anak Mama cantik,” ungkapnya. “Jumat kemarin masih Mama elus-elus. Jumat ini sudah mau dielus orang lain,” lanjutnya. Seperti menyembunyikan raut sedih dengan sedikit bercanda, tetapi bisa kutangkap rasa gelisahnya.

“Mama kenapa?” tanyaku.

Beliau hanya menggeleng dan tersenyum lebar. Sementara seorang pria di atas tempat tidur pesakitannya tampak memperhatikanku. Tersenyum hangat dengan sedikit menahan sakit saat akan dibantu duduk.

Tidak pernah terbayangkan jika aku akan menikah dalam suasana haru seperti saat ini, dengan mantan pula. Insiden semalam itu benar-benar membuatku merasa bersalah. Namun, sedikit pun aku tak keberatan dengan permintaan Vino agar kami menikah sebagai bentuk rasa tanggung jawab.

Tak bisa kuungkapkan rasa aneh yang seperti sedang bereuforia dan melakukan tumpengan di dalam hati dengan adanya pernikahan ini. Apa artinya aku menerima semua ini? Ah, what’s wrong with me?

Walau dengan baju koko putih dan kopiah hitam sederhana, pesona Kak Vino benar-benar sukses  membuatku terpana. Uang 31 juta rupiah berikut 31 gram emas dalam bentuk satu set perhiasan disebutkan sebagai mahar untuk menghalalkan diri ini.

“Saya terima nikah dan kawinnya Kalila Izzatun Nazeem binti Khoirun Nazeem dengan mas kawin tersebut, tunai!”

Kata ‘sah’ terucap. Hati seketika menghangat. Kupejamkan mata, menikmati gemuruh di dada yang menggaungkan lagu bahagia. Oh, Tuhan, kenapa terikat kehalalan dengannya menyenangkan seperti ini?

Suasana haru mengepung ruangan putih yang sedikit dingin dengan sentuhan AC. Namun, hatiku menghangat, terperangkap rasa bahagia walau dalam keadaan terpaksa pada awalnya. Mama menangis menciumi wajahku. Ratu dan Luna juga bergantian memeluk.

Papa menyambutku dengan perlakuan yang sama. Setelah kucium punggung tangannya, beliau menciumi dan memeluk putri tunggalnya ini dengan suara bergetar.

“Tugas Papa sudah diambil alih oleh Nak Excel. Patuh dan taatlah dengan semua perintahnya, selama tidak melanggar aturan agama.”

Aku mengangguk dalam isak yang mulai terpancing keluar. Menangis di dadanya seperti masih kecil dulu. Papa mengurai pelukan dan mengantarkanku pada lelaki bergelar suami yang tersenyum dengan mata sedikit berair. Terharukah dia?

“Nak, Papa serahkan gadis semata wayang kami padamu. Papa percaya, kamu akan membimbingnya dengan baik,” ujar papa dengan suara serak.

“Insya Allah, Pa. Doakan kami bisa menjaga amanah bernama pernikahan ini.”

“Papa percaya padamu, Nak.” Serta merta cinta pertamaku memeluk Mas Vino.

Kulihat Papa menangis di pundak menantunya. Berkata lirih dan tak bisa kudengar. Namun, keduanya sama-sama menangis usai kalimat yang Papa ucapkan di telinga sang menantu.

“Kalila ... ayo sambut suamimu, Nak,” ucap Papa. Sisa air mata masih menjejak di pipinya.

Dengan sedikit kikuk, aku mendatangi dan perlahan mengulurkan tangan untuk meraih tangan Kak Vino. Ia pun memberikan tangannya untuk kucium. Sesaat ada haru yang menyergap. Entah kenapa aku malah tergugu. Apalagi saat sebuah doa lirih ia ucapkan tepat di pucuk kepala ini. Sungai jiwa mulai meluap menumpahkan segala rasa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Dea Intan
tp y anak wedok emang harus diserahkan ke suaminya Yo......
goodnovel comment avatar
Dea Intan
ngenes banget
goodnovel comment avatar
Aku Siapa
syukka' apikk...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Mantan   128. Ending

    Aku masih bergeming, menatap wanita bergamis biru dongker senada dengan hijab lebarnya itu. Vika tampak tenang dalam gendongannya, sebab sesekali Nindi akan mengajaknya bercanda. "Kamu cantik banget, Sayang. Mirip mamamu, tapi hidung dan matamu mewarisi milik papamu." Vika hanya menatap orang yang tengah menggendongnya, tetapi sesekali mengoceh seolah-olah tengah menimpali obrolan Nindi. "Wah ... kamu pintar. Udah bisa merespons kalau diajak bicara," pujinya dengan terus menatap wajah lucu putriku. Namun, tidak berapa lama Vika merengek. Setelah dilihat, ternyata dia pup. "Biar Mama saja yang ganti popoknya, Kal. Kamu di sini saja temani tamu kita." Aku hanya mengangguk. Setelah kepergian Mama, tiba-tiba Nindi mendekat dan bersimpuh di dekat kakiku. "Eh, Mbak ngapain?" Aku mengganti panggilan yang semula Kakak menjadi Mbak. Tangannya terulur dan menggenggam kedua tanganku. "Makasih, Kal. Makasih karena kamu dan Vino sudah memaafkan Aldrin." "Iya, Mbak, iya. Tapi ... jangan beg

  • Tertawan Pesona Mantan   127. Air Mata Mas Alan

    Aku ikut menitikkan air mata melihat Mas Alan tergugu dalam dekapan Papa. Pria matang yang kini telah resmi menghalalkan sang kekasih itu masih erat memeluk satu-satunya wali atas dirinya itu. Cinta pertamaku masih terus menepuk-nepuk bahu sang keponakan."Sudah, ini hari bahagiamu, bukan? Jangan jadi lelaki cengeng," ucap Papa menggoda Mas Alan."Alan enggak akan ngelupain semua kebaikan Om dan Tante.""Kami orang tuamu, Nak. Sudah sepantasnya kami merawat dan menjagamu dengan sebaik-baiknya.""Bahkan ibu dan ayah–""Sudah ...," potong Papa. "Jangan kamu sebut-sebut lagi kesalahan mereka dulu. Om sudah mengikhlaskan semuanya. Mereka sudah tenang di sisi-Nya."Aku pun belum lama mendengar cerita sesungguhnya dari Papa siapa orang tua Mas Alan. Ibu Mas Alan masih terbilang saudara walau urutannya terbilang jauh. Saat itu keuangan keluarga Mas Alan melemah. Sang ayah yang suka main judi setelah usahanya gulung tikar selalu mendesak istrinya untuk meminjam uang pada Papa. Melati–ibu Ma

  • Tertawan Pesona Mantan   126. Baby Vika

    Vika Zara Kamilah. Kemenangan putri yang sempurna. Nama Vika sendiri diambil dari gabungan namaku dan suami. Vi-Ka, Vino dan Kalila."Nggak mau tahu, pokoknya kita harus besanan, Kal," ucap Ratu bersemangat saat menimang putriku. "Ya ampun, Sayang ... kamu cantik banget ...," lanjutnya sembari mencium gemas pipi Vika."Gantian, dong, Tu. Gue juga mau gendong si Vika," sela Luna."Entar. Kalila, kan, masih marah sama lu."Luna menggaruk-garuk tengkuknya dengan nyengir kepadaku."Bisa-bisanya lu ngira calon besan gue itu setan."Aku mengangguk seraya memajukan bibir walau dalam hati tergelak melihat Luna yang kembali kikuk. Ya, aku memang sempat dinyatakan meninggal walau tidak kurang dari satu jam. Mungkin bisa disebut mati suri.Mas Vino bilang, setelah aku dinyatakan pingsan usai Vika keluar dari rahim, perlahan kuku jemariku mulai menghitam. Setelah diperiksa, dokter pun menyatakan denyut jantungku sudah berhenti dan fungsi otak juga tidak ada tanda-tanda aktivitas lagi."Perasaan

  • Tertawan Pesona Mantan   125. Jihad

    Semalaman Mas Vino menemaniku dengan terus terjaga. Aku sudah menyuruhnya tidur walau sebentar, tetapi dia menolak. Usai salat Subuh, dokter kembali mengecek jalan lahirku, dan beliau bilang sebentar lagi.“Alhamdulillah, sudah hampir mendekati, Bu. Dan ini termasuk cepat untuk persalinan pertama,” ucap dokter dengan tag name Susiana itu. “Sebaiknya ibu makan dulu atau minimal minum susu. Saya akan kembali satu jam lagi.”Sedari tadi, ayat-ayat Al-Quran terus Mas Vino bacakan dekat perutku. Satu hal yang membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya. Menantu Papa itu sudah menghafal Surat Ar-Rahman. Semalam saat aku setengah tertidur, ia melafalkannya dengan kedua tangan memegangi perut istrinya ini.Fabiayyi ala irobbikuma tukadz-dziban ... maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?Dititipi suami tampan, saleh, berkecukupan materi, dan baik hati. Ya, hanya dititipi. Bukannya di dunia ini tidak ada seorang pun yang ditakdirkan untuk memiliki? Sebab, sejatinya semua hanya sedang

  • Tertawan Pesona Mantan   124. Melebur Rasa Sakit Hati

    Aku terus mengaduh. Sakit yang dirasa kian melilit. Mas Vino masuk dan berteriak memanggil Mama Papa. Aku hendak berdiri, tetapi Luna dan Mbak Eliz menahan.“Mau ke mana, Kal?” tanya Mbak Eliz.“Jalan-jalan aja sekitar sini, Mbak. Kalau sakitnya cuma karena kontraksi palsu, pasti berangsur-angsur hilang jika dibuat jalan-jalan," jelasku yang sambil berdiri dan mulai berjalan-jalan di area taman.Mbak Eliz dengan sigap mengikutiku, pun dengan Luna. Satu tanganku berkacak di pinggang bagian belakang, sementara satunya lagi mengelus perut. Tidak lupa bibir terus kubasahi dengan kalimat-kalimat zikir dan selawat. Tidak berapa lama beberapa derap langkah terdengar datang dari dalam rumah."Nak! Kalila!"Aku menoleh dengan kaki terus melangkah pelan. Mama sedikit tergopoh-gopoh menghampiri."Udah kerasa?" tanya wanitaku yang menempelkan tangannya di lengan putrinya ini."Enggak tahu, Ma. Mulesnya sebentar datang, sebentar hilang. Tapi lama-lama makin kerasa." Aku meringis merasai sakit yang

  • Tertawan Pesona Mantan   123. Suami yang Peka

    Dalam keremangan, langkahku terus maju menuju taman samping di dekat kolam renang. Pintu kupu tarung berbahan kaca itu kudorong perlahan. Di sana tampak seorang pria tampan sedang mengenakan kemeja panjang warna maroon, salah satu warna favoritku.Kedua tangannya yang disimpan ke belakang terlihat menyimpan sesuatu. Seperti sebuah buket, mungkin buket bunga. Walau masih heran ini acara apa, tak ayal senyumku pun mengembang saat pria itu melangkah menuju arahku."Selamat ulang tahun, Ratuku," ucapnya dengan tatanan rambut yang sangat rapi. Entah kapan Mas Vino mengganti baju dan menyisir rambutnya.Ah, aku bahkan lupa jika hari ini memang tanggal dan bulan di mana dua puluh enam tahun lalu aku melihat dunia. Ternyata Mas Vino mengingatnya.Sebuah buket bunga Lily ia persembahkan untukku. Aku menerimanya dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Sayang."Mas Vino mengangguk dan maju untuk mencium keningku. Sepersekian detik aku hanya bergeming, hingga kemudian rasa bahagia bercampur haru

  • Tertawan Pesona Mantan   122. Ada Apa di Taman Rumah?

    Setelah bercerita panjang lebar dengan Damian tentang siapa Om Heru berikut Aldrin, pria itu mengangguk-angguk sebentar, kemudian terlihat seperti berpikir."Jadi ... si Nindi ini sedang mengandung bayi dari Aldrin, anak angkat Om Heru, begitu?""Entahlah. Kami belum begitu yakin. Itu benar bayi Aldrin seperti pengakuan Nindi atau malah anak Om Heru. Kami tidak tahu, Pak Ian."Damian meminta kami memanggilnya dengan nama Ian. Sapaan akrabnya."Kami ingin memastikan jika benar janin dalam kandungannya adalah anaknya Aldrin. Semoga setelah tahu kebenarannya, kami bisa mengambil keputusan bijak bagaimana nantinya."Mau tidak mau aku pun bercerita tentang kejahatan Aldrin yang dilakukan pada Mas Vino di awal-awal pernikahan kami. Pria dengan tatanan rambut rapi dan klimis itu berpikir sejenak. Lalu, air mukanya sedikit berubah dan langsung mengambil ponsel yang disimpan di saku celananya.Aku dan suami hanya diam memerhatikan saat pria single di hadapan kami itu menempelkan ponsel di teli

  • Tertawan Pesona Mantan   121. Lebih Akrab

    "Maaf, Pak Vino, Bu Kalila, acara bersantap jadi sedikit terjeda," ujar Damian dengan nada seperti tak enak.Pria itu kembali duduk dan bergabung dengan kami."Tidak apa-apa, Pak. Emm ... Maaf sebelumnya, tadi saya dan istri sempat dengar sedikit. Kalau boleh tahu siapa yang meninggal, ya, Pak?"Akhirnya Mas Vino mewakili rasa penasaranku walau tadi kami tak berdiskusi dulu harus bertanya apa tidak. Hanya ingin memastikan saja, bahwa wanita hamil yang dimaksud bukan ... Nindi."Oh, itu. Salah satu penghuni rumah peduli yang dibangun Mama saya, Pak.”Mas Vino melirikku sebentar.“Semacam panti, Pak?”“Iya. Tapi, yang ini khusus menampung para wanita yang hamil di luar nikah. Ada yang sebab diperkosa atau ditinggal kekasihnya begitu saja.”Aku menatap Mas Vino dengan tatapan memohon, agar ia menggali lebih dalam tentang info wanita meninggal itu.“Mari, Pak, Bu. Kita lanjut makan dulu. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya.”Akhirnya kami mengangguk dan melanjutkan acara makan siang. Sesekali

  • Tertawan Pesona Mantan   120. Pakaian Putih dan Wajah Pucat

    “Denger dulu, Yang. Bukan mimpi yang enak-enak, kok. Justru mimpinya bikin aku kepikiran yang enggak-enggak.”Tak ayal kedua alisku hampir menyatu mendengar penuturannya. “Maksudnya?”“Nindi datang dengan pakaian serba putih dan wajah pucat,” jelasnya. “Wajahnya kuyu dan kantung matanya cekung, bahkan area matanya terlihat menghitam. Apa dia sedang kesulitan, ya, Yang?"Aku terdiam. Walau bukan ahli menafsirkan mimpi, tetapi kabar terakhir yang mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil sedikit membuatku khawatir juga. Terlebih, setelahnya aku memang memblokir kontaknya agar tak mengganggu kewarasan diri ini.Apa benar bayi yang dikandungnya benar-benar darah daging Aldrin? Apa ia juga benar-benar ingin mempertahankan bayi itu, sebab sudah jatuh hati pada putra angkat sugar daddy-nya?Kalau memang benar, berarti kemungkinan besar saat ini dia sedang mati-matian berjuang untuk membantu Aldrin keluar dari penjara. Aku jadi ikut membayangkan jika berada di posisi kakak kelas masa SMA itu.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status