"Kenapa kalian diam saja melihat Yuliani pingsan, bukannya mengambil tindakan!" hardik Mark terlihat panik. Hatinya seolah luluh mendapati sang Anak tidak berdaya."Kita tidak tahu harus berbuat apa, Ayah." Dina justru menyahut saja di saat genting."Hubungi dokter, Bu. Aku tidak mau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada anakku!" perintah Mark tegas.Dalam benak Dina sempat terlintas, "Akhirnya dia mau menganggap anaknya lagi." Pikiran itu segera ditepis dan segera menghubungi dokter yang biasa menangani keluarganya ketika lagi sakit.Mark panik, mondar-mandir serta berusaha untuk membangunkan Yuliani. "Bangun, Yuliani." Mark berusaha membangunkan. Mengambil minyak kayu putih untuk menyadarkan putrinya. Dia mengoleskan ke bagian-bagian tertentu, pun di depan hidung. Tapi Yuliani tidak juga sadarkan diri. Sedangkan Anton, ingin sekali diam-diam pergi. Namun, keadaan Yuliani akan dipastikan sehat agar dia tidak disalahkan. "Kamu sudah menghubungi dokter?" tanya Mark melihat Dina dat
Dina mendengus kesal. "Kamu istirahat yang cukup ya. Biar besok waktu akad bisa lebih segar tubuhnya." Dina membantu Yuliani merebahkan tubuh dan menyelimutinya. Tidak lupa wanita itu mencium kenin putri semata wayangnya."Mimpi yang indah ya," ujar Dina tersenyum simpul."Ibu juga." Yuliani membalas senyuman. Dina beranjak pergi dengan membawa piring kotor di tangannya. Makanan yang dibawa untuk putrinya tandas dan begitu bersih. "Ayah ikut aku sekarang, jangan lupa tutup pintunya!" pinta Dina lewat di depan Mark yang berdiri di ambang pintu. Pria yang memakai kemeja warna hitam itu mengikuti dari belakang. "Ayah kalau bicara jangan seenaknya saja. Pikirkan juga perasaan anak kita. Dia besok baru mau menikah, kita harus membantunya. Bahkan ketika dia sudah sah menjadi suami orang besok. Kita harus tetap mengayomi dia. Secara kita tidak tahu bagaimana sikap, watak dan perilaku calon menantu kita," gerutu Dina sepanjang melangkahkan kaki ke arah dapur."Putri kita sudah dewasa, Bu.
Wanita setengah paruh baya itu menginterogasi calon menantu yang ada di rumahnya. Hendak mencaritahu seluk beluk keluarga."Tante gak usah khawatir, aku dari keluarga yang baik-baik. Buktinya aku mau bertanggung jawab atas apa yang sudah aku dan Yuliani lakukan," ujar Anton merasa sedang diinterogasi."Kalau memang kamu pria baik, Tante minta tolong agar kamu mau menjaga putri kesayangan Tante dengan baik. Jangan buat dia bersedih atau menangis." Dina meminta penuh harap. Aldo memberikan senyuman yang begitu tulus. "Tante tenang saja, aku berjanji akan membuat Yuliani selalu berbahagia." Anton mulai memainkan perannya dengan baik."Ini sudah malam, sebaiknya kamu tidur. Besok biar bisa bangun pagi dan pernikahan berjalan dengan lancar." Dina memberikan peluang untuk Anton beristirahat."Baik, Tante. Tante juga istirahat yang cukup," ujar Anton memberikan perhatian.Dina langsung melangkah pergi ke kamar, perasaannya lebih tenang sekarang. Sudah tidak ada yang harus dikhawatirkan meng
Dina terkejut, tidak mungkin Anton pergi begitu saja tanpa ada kata pamit terlebih dulu."Pasti dia masih ada di sini, Ayah." Dina masih bersikeras kalau calon suami Yuliani belum pergi."Ayah sendiri yang melihatnya tadi malam. Dia sudah pergi meninggalkan rumah ini. Jadi, jangan harap pria itu mau bertanggung jawab setelah apa yang sudah terjadi." Mark berbicara tegas."Gak mungkin, Ayah. Ibu gak ingin semua ini terjadi, aku tidak mau keluarga kita di permalukan untuk yang ke sekian kali." Dada Dina terasa sesak tiba-tiba, hingga sulit untuk bernapas."Faktanya memang begini, Bu. Gak mungkin berubah!" cetus Mark kesal. Pria itu pergi dari kamar yang ditempati Anton, lalu Dina menyusul. "Sekarang Ayah mau ke mana?" tanya sang Istri penasaran."Aku mau mencari pria itu, Bu. Jika Anton tidak ditemukan juga, terpaksa Yuliani harus menerima semua keputusan yang sudah Ayah pikirkan secara matang," sahut Mark tegas.Dina tidak tahu rencana apa yang dimaksud oleh suaminya, yang jelas saat i
Yuliani dan Dina saling pandang satu sama lain."Jangan mengarang cerita, Mbak. Mana mungkin mas Anton memiliki istri? Kalau kedatangan Mbak ke rumah ini cuma untuk membuat keributan. Lebih baik Mbak pergi sekarang juga!" usir Yuliani tidak ingin ada keributan di hari bahagianya."Aku gak bohong, pria itu suamiku. Aku dan dia tidak pernah cerai, kenapa juga aku harus berbohong? Apa untungnya aku berbicara dusta?" Wanita cantik berambut sedikit ikal tetap ngotot mengakui kalau Anton adalah suaminya."Mending Mbak pergi saja dari sini sekarang juga!" usir Dina angkat bicara."Aku ingin bertemu dengan Anton, dia harus pulang sekarang juga." Wanita cantik terus memaksa. Karena tidak mau pergi, akhirnya Dina memberikan kesempatan wanita tersebut bertemu dengan Anton."Mending kamu panggil saja Anton, biar dia yang memberikan penjelasan. Dengan begitu kita tahu, siapa yang berbicara benar." Dina memberikan usulan."Gak usah, Bu. Ngapain juga meladeni wanita ini, mending kita usir saja," uca
Mark naik pitam mendengar ucapan Yuliani. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran putri semata wayangnya, kenapa juga tertarik pada pria yang sudah pernah menikah sebelumnya."Aku mencintainya, Ayah. Tidak peduli meski Anton sudah pernah menikah," ucap Yuliani melihat raut wajah Mark. Wanita itu mengenal betul siapa ayahnya, jadi semua bisa digambarkan lewat wajah sang Ayah. Apalagi keduanya pernah berbincang bersama mengenai calon pria idaman Yuliani.Mark mendengus kesal. "Ayah merasa kecewa padamu, Yuliani. Bukan hanya satu kali saja, ini sudah ke sekian kalinya." Mark melihat tajam ke arah Yuliani."Untuk kamu, rahasia apalagi yang tidak aku ketahui tentangmu?" tanya Mark mengalihkan atensinya pada Anton.Jelas saja pria yang diberikan pertanyaan hanya diam saja, menundukkan kepala karena masih banyak rahasia yang tidak diketahui oleh keluarga Mark. "Sudah, Ayah. Kondisikan amarahmu sekarang, keluarga yang akan menjadi saksi pernikahan akan datang," ujar Dina yang tidak ingin suam
Dina terharu karena acara akad nikah berjalan dengan lancar dan sesuai seperti rencana. Usaha Mark dan istrinya mengatur segalanya tidak sia-sia. Penghulu serta tamu undangan yang dilakukan secara mendadak. Sedangkan untuk berkas pernikahan juga, meskipun buku nikah Yuliani dan Anton akan segera menyusul.Pun Anton yang juga bisa bernapas dengan lega, orang suruhannya datang tepat pada waktunya. Satu persatu keluarga besar pulang ke rumah masing-masing seusai memberikan selamat kepada Yuliani, tidak banyak yang mendo'akan kebaikan untuk wanita itu sebab ada yang tidak sudi karena mengetahui kehamilan Yuliani."Bibi pulang dulu, Yuliani. Semoga pernikahanmu langgeng dan sakinah mawadah warahmah." Anita memberikan sebuah bingkisan kado kepada Yuliani."Terima kasih do'anya, Bi." Yuliani mengambil bingkisan tersebut."Harusnya Bibi tidak perlu repot-repot membawakan bingkisan kado untukku," imbuhnya."Gapapa kok, Bibi gak repot juga. Lagian isinya juga tidak mahal, semoga saja kamu suka
Anton menyembunyikan handphonenya saat menyadari Yuliani melirik. "Aku angkat telepon balik saja ya. Sebentar, kayaknya penting," ujar Anton sedikit gugup."Baik, Mas." Yuliani sebenarnya curiga, tapi masih berusaha untuk berpikir positif.Hasrat pria itu tiba-tiba sirna melihat nomor yang mengirimnya pesan. Terlebih isi dari pesan tersebut sebuah ancaman. "Kamu mau ke mana?" tanya Mark membuat Anton terkejut."Mau ke luar sebentar, Ayah. Mau beli rokok," ujar Anton ngasal. Padahal pria itu tidak merokok."Oh!" Hanya itu yang keluar dari mulut Mark.Anton menjauh dari rumah Yuliani, melangkahkan kaki ke jalan yang sepi. Kemudian mulai menelepon orang yang mengirimkan pesan. Sedangkan di kamar, Yuliani berpikir liar. Wanita yang sedang mengganti pakaian terngiang akan masa lalu, bahkan dia rindu pelukan pria yang saat ini sudah sah menjadi suaminya."Kalau sudah menikah, kenapa sulit sekali cuma melakukan pemanasan saja?" pikir Yuliani mulai bertanya-tanya pada diri sendiri. Sebelu