Share

Bab 4

Selesai membeli 2 pasang sepatu untuk nyonya Rose dan adiknya. Calvin pergi mencari Stella yang sudah tidak ada disekitar toko. Calvin sangat panik apalagi saat melihat banyak pengawal istana yang datang ke daerah pasar.

Dari kejauhan Calvin melihat seorang pemimpin keamanan yang sedang mengarahkan pedangnya ke leher seorang wanita. Calvin menyipitkan matanya memastikan apakah wanita yang membelakangi pemimpin pengawal itu benar adiknya atau bukan. Dan ternyata benar.

Calvin berlari secepat mungkin menghampiri Stella yang sedang dalam bahaya. Dengan cepat Calvin mengeluarkan pedang tajam miliknya, lalu mengarahkan pedangnya dari belakang ke leher pemimpin pengawal.

"Lepaskan adikku!" Ujar Calvin.

Stella yang mendengar suara Calvin bernafas lega. Akhirnya dia tidak akan mati di dunia ini. Stella membalikan badannya secara perlahan, agar bisa melihat kakak dan pemimpin keamanan yang mengarahkan pedang ke lehernya.

"Kak tolong aku!" Ujar Stella.

Pemimpin keamanan itu menurunkan pedangnya dari leher Stella. Lalu memasukannya kembali kedalam sarungnya. Dia membalikan badannya untuk melihat siapa yang berani mengarahkan pedang ke lehernya.

"Calvin itu kamu?" Ujar pemimpin pengawal. Sepertinya dia mengenal kakak laki laki Anastasya.

"Akxel, kau Akxel?" Ujar Calvin.

Calvin menurunkan pedangnya dari leher pria yang bernama Akxel, lalu memasukan pedangnya kedalam sarung pedang miliknya. Calvin tersenyum lebar begitupun dengan Akxel. Mereka berpelukan layaknya 2 orang sahabat yang bertemu kembali.

"Wahh aku sangat senang melihatmu Akxel" Ujar Calvin.

"Aku juga. Sudah hampir satu tahun kita tidak bertemu" Ujar Akxel.

"Sekarang kau sudah jadi pemimpin keamanan, kamu sangat hebat" Ujar Calvin, dia menepuk pelan pundak Akxel. Lalu mereka tertawa bersama.

Stella yang melihat interaksi Calvin dan Akxel merasa kesal. Karena dia sangat syok, tapi bisa bisanya mereka malah melepas rindu tanpa melihat keadaan Stella. Padahal leher nya terasa sangat perih karena pedang yang hampir menebasnya.

"Kak sepertinya leherku terluka" Ujar Stella.

Calvin dan Akxel menoleh bersamaan ke arah Stella. Dan benar saja leher mulus Stella sedikit tergores sehingga lehernya mengeluarkan darah. Calvin yang melihat itu langsung mengeluarkan sapu tangan miliknya. Calvin menyuruh Stella untuk menahan goresan di leher Stella dengan sapu tangan miliknya, agar tidak mengeluarkan darah.

"Ini hanya goresan kecil. Saat dirumah aku akan meminta Alma untuk mengobati lukamu" Ujar Calvin.

"Aku benar benar minta maaf nona, aku tidak tau kalau kau adik temanku" Ujar Akxel dengan lembut.

Stella mendorong kakaknya kesamping. Lalu berjalan menghampiri Akxel yang sedang tersenyum kepadanya. Stella bertolak pinggang dihadapan Akxel.

"Minta maaf? Apa itu cukup? Kau mengarahkan pedang mu ke leher mulus milikku, lalu menuduhku sebagai nona tukang judi. Setidaknya bayarlah uang pengobatan" Ujar Stella dengan tegas.

Calvin menepuk jidatnya. Sejak kapan adiknya benar benar mementingkan soal uang. Calvin segera menutup mulut Stella menggunakan telapak tangannya dari belakang. Karena Calvin merasa tidak enak kepada Akxel.

"Hahaha santai saja Akxel. Anastasya memang suka bercanda" Ujar Calvin.

"Aku minta maaf soal mengarahkan pedang ke leher adikmu. Tapi kalau soal memanggilnya nona tukang judi, aku memang berbicara yang sebenarnya. Aku melihat adikmu bermain judi bersama para pria. Dan aku juga lihat saat adikmu menyembunyikan uang hasil judinya" Ujar Akxel.

Stella ingin sekali menjahit mulut Akxel yang senang sekali mengadu pada kakaknya. Kalau seperti ini Stella akan dapat masalah dirumahnya. Stella tidak bisa diam saja, dia harus membela dirinya.

"Apakah benar Anastasya?" Calvin melepaskan telapak tangannya yang menutupi mulut Stella.

"A-aku memang ikut bermain tetapi aku tidak ikut memasang uang. Kakak tau kan aku tidak punya uang? Aku cuma ingin menebak nebak saja. Lalu para pria itu bilang kalau aku bisa menjawab mereka akan menyerahkan semua uangnya kepadaku, namun jika aku tidak bisa menjawab aku akan jadi milik mereka. Aku sangat kesal mendengarnya, jadi aku bermain terlalu lama untuk memberi pelajaran pada mereka" Ujar Stella panjang lebar.

Calvin menggelengkan kepalanya mendengar penjelasan adiknya. Banyak sekali hal yang berubah pada Anastasya semenjak bangun dari koma. Calvin tidak menyangka adiknya sangat berani menantang para penjudi, apalagi dia menjadikan dirinya sebagai pasangan. Bukankah terlalu berbahaya? Untung saja hari ini pengawal keamanan datang, jika tidak mungkin adiknya sudah menjadi milik para penjudi itu.

Tak lama kemudian salah seorang pengawal menghadap kepada Akxel. Berbisik kepada Akxel untuk segera pergi membawa beberapa penjudi yang berhasil tertangkap. Akxel yang mendengarnya hanya bisa mengangguk.

"Sepertinya aku harus segera kembali" Ujar Akxel kepada Calvin dan Stella.

"Ya, kembalilah sana! Aku tau kamu sangat sibuk. Oiya mampirlah kapan kapan kerumah ku! Kamu tau kan?" Ujar Calvin.

"Aku tau, pastinya aku akan mampir. Aku sangat merindukan masakan ibumu. Aku pamit dulu, sampai jumpa" Ujar Akxel.

Akxel pergi meninggalkan Calvin dan Stella. Calvin melambaikan tangannya ke arah Akxel begitupun dengan Akxel yang melambaikan tangannya kepada Calvin.

Calvin mengalihkan pandangannya ke arah Stella yang berada disebelahnya. Memberikan tatapan sinis kepada adiknya yang sudah berbuat onar di pasar. Jika ayah mereka tau, mereka berdua akan dihukum bersama.

"Sejak kapan kau suka bermain judi?" Ujar Calvin.

"Aduh aduh kak, leherku sangat sakit. Sepertinya kita harus segera pulang" Ujar Stella sambil memegangi lehernya.

Stella berjalan lebih dulu meninggalkan Calvin yang masih menatapnya sinis. Sedangkan Calvin yang melihat tingkah laku adiknya hanya bisa pasrah, adiknya benar benar sudah berubah. Anastasya yang dahulu penakut dan pendiam sekarang telah menjadi Anastasya yang pemberani dan banyak tingkah. Sepertinya Calvin harus menjaga adiknya lebih ketat.

Calvin berlari mengejar adiknya yang hampir jauh. Calvin memberikan tas yang berisi sepatu yang dia beli kepada Stella. Stella yang melihat isinya merasa sangat tertarik kepada sepatu putih bermotif bunga mawar.

"Kak... sangat cantik" Stella mengeluarkan sepatu putih bermotif bunga mawar, lalu menunjukannya didepan muka Calvin.

"Ambillah! Yang itu untukmu dan yang satu lagi punya ibu" Ujar Calvin.

"Benarkah? Kakak... kamu sangat baik, apakah aku harus memeluk mu?" Ujar Stella mendongak menatap Calvin yang lebih tinggi darinya.

"Sutt menjijikan" Calvin mendorong kepala Stella dengan jari telunjuknya.

Stella tertawa melihat tingkah laku Calvin. Dia sangat puas mendapatkan sepatu dan gelang yang sangat cantik dan juga uang hasil tebak tebakan, bukan judi ya! Hanya tebak tebakan. Sedangkan Calvin yang melihat adiknya tertawa sedikit terkejut. Sudah lama sekali Calvin tidak melihat adiknya tertawa. Sepertinya efek terbentur batu sangat bagus.

****

Setelah sampai dirumah Alma bergegas mengobati luka Stella. Nyonya Rose yang melihat putrinya terluka kembali khawatir dan tidak mengizinkan Stella untuk keluar rumah bersama siapapun.

Alma mengobati luka Stella dengan telaten. Walaupun sesekali Stella meringis karena rasa perih yang ditimbulkan oleh lukanya.

"Seharusnya nona mengajakku tadi" Ujar Alma.

"Ini bukan luka besar Alma. Aku tidak apa apa, bahkan aku tidak pingsan kan? Tenang saja! Diriku yang sekarang sangat kuat" Ujar Stella dengan tawa kecil yang mengiringi percakapannya dan Alma.

"Baiklah baiklah, nona memang sangat kuat" Ujar Alma.

Tiba tiba Stella teringat dengan pedang yang digunakan oleh kakak dan Akxel tadi. Apa di zaman ini semua orang masih menggunakan pedang bukan senjata api? Karena penasaran Stella mencoba untuk bertanya kepada Alma.

"Emm apa di tahun ini semua orang menggunakan pedang bukan senjata api?" Ujar Stella kepada Alma yang masih duduk dihadapannya.

"Mereka menggunakan keduanya. Tetapi senjata api hanya digunakan saat keadaan darurat karena senjata nya yang terbatas" Ujar Alma.

"Ohh" Ujar Stella mengangguk angguk paham.

Selesai mengobati luka. Stella pergi mencari nyonya Rose. untuk mengantarkan sepatu milik nyonya Rose yang masih ada ditangannya. Stella lupa untuk memberikan sepatu milik nyonya Rose kepada Calvin.

Stella bertanya kepada wanita tukang bersih bersih dirumahnya. Ternyata nyonya Rose sedang berada dikamar bersama Calvin. Stella meminta bibi tukang bersih bersih mengantarnya ke kamar nyonya Rose, dengan alasan kalau dia lupa.

"Terimakasih sudah mengantar" Ujar Stella.

"Sama sama nona" Ujar wanita tukang bersih bersih lalu pergi dari hadapan Stella.

Saat berada didepan pintu kamar Stella mendengar percakapan nyonya Rose dan Calvin. Nyonya Rose sedang memarahi Calvin karena tidak bisa menjaga adiknya dengan baik. Stella yang merasa tidak enak akhirnya meminta izin untuk masuk. Dia berniat untuk membantu Calvin.

"Ibu... Ini aku Tasya. Apakah aku boleh masuk?" Ujar Stella dari balik pintu.

"Masuklah!" Ujar nyonya Rose

Stella membuka pintu kamar nyonya Rose. Kamar nyonya Rose lebih luas dari pada kamar Stella, tetapi isi kamar nyonya Rose tidak berbeda dengan kamar Stella. Nyonya Rose sedang duduk diatas alas seperti karpet bersama Calvin dihadapannya. Nyonya Rose yang melihat putrinya masuk, menyuruh putrinya untuk duduk dihadapannya.

"Ada apa Tasya?" Ujar Nyonya Rose.

"Apa ibu memarahi kak Calvin?" Ujar Stella.

"Ibu hanya memarahinya sedikit" Ujar nyonya Rose.

Stella mengalihkan pandangannya ke arah Calvin yang duduk disebelah nya. Calvin menggelengkan kepalanya agar Stella tidak berbicara apa yang terjadi di pasar. Bukan karena Calvin takut tambah dimarahi oleh ibunya, tetapi takut adiknya akan ditambah hukumannya.

"Ibu sebenarnya aku yang salah, kak Calvin sama sekali tidak salah. Jadi jangan marahi kak Calvin" Ujar Stella dengan penuh rasa bersalah.

"Memangnya apa yang terjadi?" Ujar Nyonya Rose dengan penuh kebingungan, karena Calvin tidak bercerita apa apa kepada nyonya Rose.

Stella menceritakan semua kejadian saat di pasar. Nyonya Rose memasang raut wajah yang berubah ubah sesuai apa yang sedang diceritakan oleh Stella. Sedangkan Calvin terus memberikan kode kepada Stella untuk berhenti menceritakan semuanya kepada nyonya Rose.

"Astaga, kamu sangat nakal Anastasya. Apakah aku harus memukul kamu lagi?" ujar nyonya Rose dengan emosi.

"Jangan bu! Tasya saat ini sedang terluka" Ujar Calvin yang membela Stella.

"Ibu jangan ceritakan kepada ayah ya!" Ujar Stella dengan tatapan memohon.

Nyonya Rose berpikir sejenak. Lalu menghela nafasnya gusar, jika dia memberi tau apa yang terjadi pada suaminya pasti suaminya akan lebih marah dari pada dia. Jadi nyonya Rose memutuskan untuk menjaga rahasia.

"Baiklah tidak akan" Ujar nyonya Rose.

Stella dan Calvin menghela nafas lega. Akhirnya hidup mereka aman. Untung saja nyonya Rose bersedia untuk tetap diam, jika nyonya Rose menceritakan semua mungkin Stella tidak akan diizinkan melangkahkan kaki keluar selamanya.

"Tapi Tasya, ibu sangat bingung" Ujar Nyonya Rose.

"Apa yang ibu bingungkan?" Ujar Stella.

"Sejak kapan kau menjadi gadis yang berani dan banyak tingkah, sebelumnya kau hanya gadis yang pendiam dan segan untuk melakukan hal hal seperti itu. Apakah kau bukan putriku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status