LOGIN“H-hamil?” beo Serina. Serina masih menutup hidungnya. Ucapan dari Damar tentu saja mengejutkan baginya. “Enggak, mas. Aku kan sudah bilang kalau vertigo ku kumat, aku pasti seperti ini. Jadi, ini tidak ada kaitannya dengan aku hamil atau tidak.” Jawaban dari Serina tentunya sedikit membuat Damar sedih. Entah kenapa, ia ingin sekali mendapatkan jawaban seperti yang ia harapkan tentunya. “Ya sudah. Apa yang sekarang ingin kamu makan?” Damar memilih mengalah. Ia tak mungkin memaksa Serina untuk memakan sate itu. Karena Serina tengah sakit, maka Damar akan berubah menjadi peri baik untuk menuruti semua keinginan Serina. Jarang-jarang sekali sebenarnya, Damar memperlihatkan sisi perhatiannya seperti ini. “Aku tidak mau makan apa-apa. Aku mau tidur saja. Aku sudah sangat mengantuk sekali.” “Baiklah..” Damar bangkit dan merapikan selimut Serina. Sebelum pergi, Damar mengelus kepala Serina terlebih dulu. “Kamu tidak mau tidur disini?” tanya Serina. “Kamu tidak keberatan?” Seri
Liburan panjang Damar dan Serina akhirnya harus usai. Kini, keduanya sudah tiba kembali di Jakarta. Melakukan perjalanan cukup lama membuat Serina sangat lelah sampai-sampai kepalanya terasa pusing dan perutnya mual sekali. Serina memang belum terbiasa untuk melakukan perjalanan udara. Bahkan, ia masih sangat ketakutan sekali tadi. Dan itulah yang menyebabkan kondisi Serina menjadi tak karuan bahkan sampai dirinya berada di rumah Damar. Serina terus pejamkan matanya tanpa mau membukanya. Kepalanya berat dan pusing, hal itu membuat Serina enggan untuk bangun. Bahkan, Damar harus menggendongnya sampai ke kamar tadi. “Aku panggilkan dokter ya...” ucap Damar yang tak tega melihat kondisi Serina. Serina menggeleng dengan lemah. “Belikan aku obat sakit kepala saja, Mas. Ini pasti efek karena aku sangat takut tadi di pesawat.” “Tapi, kamu butuh pemeriksaan dokter. Tubuh kamu sangat lemah begini.” “Aku tidak apa-apa. Aku hanya butuh istirahat saja.” Damar menghela napas kasar. Serina
Serina melepaskan pelukannya lebih dulu. Sungguh, ia sangat bahagia sekali sampai tak bisa mengendalikan diri untuk tidak memeluk Damar. Serina sebenarnya tak tahu, apakah Damar melakukan ini semua dengan tulus atau atas dasar janjinya saja. Tapi, setidaknya ini sudah cukup membuat Serina senang karena sikap Damar yang perlahan mulai berubah. “Maaf, Mas. Aku tidak sengaja tadi,” ucap Serina penuh dengan kecanggungan. Serina selipkan helaian rambutnya yang bertebrangan tersapu oleh angin laut yang cukup kencang. “Tidak apa. Terkadang, orang mengungkapkan ekspresinya dengan cara yang berbeda-beda.” Jawaban dari Damar setidaknya tidak menyudutkan Serina. “Ehmmm, terus apa yang akan kita lakukan disini? Disini tak ada siapapun.” “Ada kejutan lain tentunya. Apa menurutmu aku hanya mengajakmu ke pulau kosong yang tidak ada apa-apanya?” Serina mengedarkan pandangannya. “Memang tidak ada apa-apa disini.” “Sudahlah, ayo ikut denganku.” Damar meraih tangan Serina lalu menggenggamnya.
Satu minggu hampir usai. Serina dan Damar akan menikmati liburan terakhirnya karena besok mereka harus kembali ke Jakarta. Sikap Damar pun semakin perhatian dan baik kepada Serina. Damar seolah menepati janjinya untuk membuat Serina merasakan menjadi seorang isteri yang sesungguhnya. Dan tentunya, hal itu disambut baik oleh Serina. Mengingat, ia juga sangat menikmati perlakuan manis Damar. Dan tentunya, tujuan awal mereka tetap berjalan. Mereka berhubungan intens untuk segera mendapatkan momongan. Pagi sekali, Damar telah bangun namun Serina masih terlelap di atas kasur dengan bergelung selimut. Serina sepertinya lelah karena melayani Damar semalam. Dan tentu saja, Damar memaklumi hal itu. Damar yang baru saja selesai mandi, di kejutkan dengan suara bel kamarnya. Damar bur-buru membuka pintu. Mungkin saja, itu pegawai resort yang ingin mengantarkan sarapan untuk Damar dan Serina. “Halo, Pak Damar.” sapa seorang pria berkacamata yang tak lain adalah manajer dari resort ini. Da
Serina tertegun mendengar ucapan dari Damar, namun ada kebahagiaan tersendiri yang ia rasakan. Sungguh, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Damar akan menyetujui permintaannya. Padahal, Serina kemarin hanya asal bicara saja dan tak berharap apapun dari permintaannya itu. “Kenapa? Kelihatannya kamu tidak suka dengan perhatianku?” “Suka kok,” jawab Serina dengan cepat. Tentunya, Serina tak akan melewatkan momen ini. Ia harus memanfaatkannya untuk menarik hati Damar. “Kalau begitu, ayo sarapan. Setelah ini, aku akan mengajakmu jalan-jalan.” Wajah Serina berubah sumringah. Sungguh, Serina tak pernah seperti ini sebelumnya. Senyumnya terus mengembang sampai giginya terasa kering. “Jalan-jalan kemana?” “Kulineran.” “Ah, kalau begitu aku tidak akan makan banyak. Biar nanti perutku muat.” Damar menyunggingkan senyunya lalu mengelus kepala Serina. Damar sudah memikirkan ini semalaman dan dengan berat hati akhirnya Damar mengambil keputusan ini. Anggaplah, ini sebagai tebusan ra
Damar terus terngiang-ngiang ucapan Serina. Kini, wanita bermata cantik itu telah terlelap dan Damar hanya bisa menatap Serina dari sofa. Damar menyesap cerutunya dan menerbangkan asap rokoknya ke udara. Sungguh, Damar tak pernah terpikirkan jika Serina akan meminta itu padanya. Damar tahu, jika sikap Damar selama ini terkesan cuek dan tak perhatian kepada Serina. Bahkan, Damar cenderung terus memarahi Serina sebab Damar mencoba menjaga dirinya agar tak melibatkan hatinya dalam hubungan yang sementara ini. Bagi Damar, hatinya hanya milik Hanna dan tak boleh ada wanita lain yang boleh memilikinya. Mungkin, damar terdengar gila karena Hanna sudah tiada. “Kenapa kamu meminta sesuatu yang sangat sulit untuk aku lakukan, Serina?” gumam Damar. Damar mematikan cerutunya dan membuangnya ke asbak. Dan setelahnya, Damar merebahkan dirinya di sofa dan memilih memejamkan matanya. Dan malam berlalu sangat cepat. Sang rembulan berganti dengan sang surya yang bersinar dengan terang. Tubuh







