Suara deru motor memenuhi telinga Risa yang sedang memakai sepatunya. Risa mengamati seseorang yang tengah melepas helmnya. Risa segera menghampiri Arjuna dan menyapanya.
"Hai Kak, ada apa kesini?""Beli soto Banyumas?""Hah?" Risa melongo."Ck. Jemput kamulah, ayuk naik."Risa masih melongo tak percaya."Buruan ayo."Arjuna menarik tangan Risa menuju ke motornya."Aku belum pamitan.""Oh ... pamitan sana!""Eyang Risa berangkat. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam," teriak Eyang Risa dari dalam rumah.Risa segera bersiap-siap duduk di jok belakang. Sebelum menstarter motornya perhatian Arjuna dan Risa teralihkan pada seseorang yang tengah menstarter motornya juga dari halaman rumah."Baru berangkat, Bi?" tanya Arjuna."Hem."Tanpa banyak kata Abizar langsung menjalankan motornya membelah jalanan."Ck. Tetangga kamu itu.""Emang dia tetanggaku bukan mantanku," sahut Risa cuek."Hahaha. Iya ya. Semoga jangan jadi mantan ya?""Berarti bisa jadi pacar atau suami gitu?""Maksudnya?""Katanya jangan jadi mantan, ya jadi pasangan," gurau Risa."Jangan. Kalian jadi tetangga aja. Udah ah, ayuk berangkat." Risa tertawa melihat muka Arjuna yang memerah menahan kesal. Arjuna langsung menjalankan motornya, selama perjalanan mereka ngobrol bahkan terkadang tertawa. *****"Cieee ... yang tadi pagi bareng sama Kak Juna.""Apa sih Cit? Cuma kebetulan aja.""Eh, tapi beneran. So sweet banget kalau kalian jadian.""Gak usah ngayal lah Cit. Aku sadar diri kok, kita berdua bagaikan angsa sama itik buruk rupa. Gak cocok.""Ish ... gak percaya kamu. Aku tuh yakin Kak Juna suka sama kamu tahu. Bahkan sejak masih pacaran sama Kak Ghea.""Udah deh, gak usah bahas Kak Juna. Jangan bikin aku ngarep, aku takut jatuhnya sakit.""Ah kamu. Selalu saja minder. PD dong?""Emangnya aku harus PD gimana? Uang gak punya, wajah biasa aja. Aku nyadar diri. Tenang aja.""Ah ... kamu. Eh Ris, seminggu lagi kan Valentine Day. Sekolah ngadain perayaan pas malemnya. Wajib ikut dan wajib bawa gandengan. Kamu minta diajak Kak Juna aja.""Enggak ah, aku nanti sama Dito aja.""Kok Dito sih?""Emangnya kenapa sama aku?" Seorang lelaki bertubuh tinggi kurus dan berkacamata menghampiri Risa dan Citra."Hai Dit, ini aku mau ngajak kamu jadi pasangan aku pas malam Valentine. Mau ya?""Siap pokoknya. Dengan senang hati aku jadi partner kamu.""Makasih ya Dit," ucap Risa."Sama-sama. Eh kamu jadi sama gebetan kamu Cit?" tanya Dito."Hiks ... hiks ... enggak. Kemarin sore dia katanya baru jadian. Huhuhu."Risa dan Dito yang sudah kebal dengan aksi drama Citra hanya mendengarkan tanpa berusaha menenangkan. Karena besoknya Citra pasti akan kembali ceria dengan menyebut nama cowok gebetan yang baru. Sekarang ini yang bisa Risa dan Dito lakukan hanyalah menjadi pendengar yang baik. *****Brukkk."Kalau jalan itu matanya jangan nunduk!""Maaf Kak."Risa langsung mengambil tumbukan buku paket yang terjatuh. Seseorang yang ditubruknya hanya diam memperhatikan."Loh Ris. Astaga sini aku bantu." Arjuna membantu mengambilkan buku paket Matematika yang terjatuh di lantai."Nah sudah, mau dibawa kemana?" tanya Arjuna."Sini Kak, taruh diatas. Mau tak taruh di perpus," jawab Risa."Oh ... ayuk.""Tapi Kak .... "Arjuna tetap melangkah menuju ke arah perpus dengan membawa tumbukan buku paket yang lebih banyak dari yang ada di tangan Risa. Risa tersenyum manis."Buruan. Bentar lagi ganti jam pelajaran.""Eh ... iya Kak. Duluan Kak Abi."Risa langsung berlari mengikuti Arjuna sedangkan Abizar menatap kepergian mereka lalu memilih menuju ke kelasnya kembali.Setelah mengembalikan buku paket Matematika ke perpus, Risa dan Juna kembali ke kelas dengan berjalan bersama."Makasih ya Kak.""Sama-sama.""Kak Juna gak ada jam?""Ada. Tadi aku ijin ke kamar mandi.""Wah, ke kamar mandinya kelamaan ini.""Gak papa. Yang penting bisa ketemu kamu.""Maksudnya?"Arjuna hanya tersenyum tanpa berkomentar. Akhirnya Risa memilih diam, selain malu bertanya duluan juga karena Risa hampir sampai di depan kelasnya."Duluan Kak.""Iya."Risa langsung masuk ke kelas dan selanjutnya duduk kembali di kursinya."Tumben, kok lama Ris?"Risa hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sahabatnya itu. Lalu memilih mengambil buku Fisika karena sebentar lagi jam akan berganti.*****Risa turun dari boncengan motor. Sudah seminggu ini Arjuna menjemput dan mengantarnya pulang."Masuk yuk Kak.""Oke.""Assalamu'alaikum.""Kan gak ada orang Ris, kok kamu ngucap salam.""Ya tetap lah Kak, siapa tahu ada penghuni tak kasat mata. Kalau dia Jin muslim pasti jawab salam kita, kalau Jin kafir pasti pada kabur. Hehehe.""Hahaha. Kamu ada-ada aja Ris."Mereka memasuki rumah sederhana milik Eyang Risa. Arjuna duduk di ruang tamu dimana kursi dan mejanya sudah nampak reot dan dimakan rayap."Rumah kamu adem ya Ris.""Adem gimana? Panas gini kok, Kak. Gak ada kipas angin apalagi AC tapi kalau tetangga sebelah sih punya kan udah nempel kemana-mana AC-nya.""Hahaha. Aku tuh seneng lihat kamu yang ceria dan suka ngelawak kayak gini tahu. Di sekolah kamu pendiem banget. Susah diajak bercanda."Risa hanya tersenyum,"Aku bikinin teh manis ya Kak.""Boleh."Risa menaruh tasnya di kamar lalu kembali ke ruang tengah dan membuatkan teh manis untuk Juna dan dirinya sendiri."Diminum Kak.""Iya, makasih. Ini apa Ris?""Ini timus Kak, dibuat dari ubi yang direbus, kemudian dihaluskan dan ditambah terigu, gula sama sedikit garam kalau suka. Terus digoreng.""Kamu yang bikin?""Iya. Dicoba Kak.""Okeh, aku coba ya."Juna langsung mencoba timus buatan Risa. Mata Juna membulat."Ehm ... enak. Kamu pinter masak rupanya."Juna memakan satu piring timus yang disajikan dengan lahap. Dalam hati Juna semakin kagum dengan Risa. Ah, andai kulit Risa putih dan bentuk giginya rata. Juna menggelengkan kepalanya."Kenapa Kak?""Eh ... enggak.""Kakak Pusing?" tanya Risa khawatir."Enggak, cuma agak pegel aja. Hehehe." Arjuna merutuki diri sendiri. Tiba-tiba Arjuna mempunyai ide."Ris.""Iya.""Kenapa kamu gak ke dokter gigi?"Risa diam, dia memang agak sensitif jika ada yang mengajaknya ngobrol mengenai bentuk giginya. "Kenapa memangnya Kak?" Risa berusaha menahan suaranya yang nampak bergetar."Kamu harus ke dokter gigi, biar bentuk giginya rata. Bukan biar cantik tapi untuk kesehatan. Lagian biar kamu lebih PD. Aku cuma kasihan lihat kamu yang selalu di bully sama anak-anak. Gini aja, ntar kamu pakai tabungan aku dulu. Kamu bayarnya kapan-kapan."Risa diam, dia bingung harus menjawab atau merespon apa."Kamu gak usah langsung kasih keputusan. Pelan-pelan aja. Pikirkan kata-kataku. Sekali lagi jangan berpikir untuk cantik tapi untuk kesehatan dan menambah rasa percaya diri."Mau tak mau Risa mengakui jika omongan Juna benar. Risa tersenyum dan mengangguk. Selanjutnya mereka bercerita banyak hal. Setelah bertamu selama dua puluh menit, Juna pamit."Aku pulang ya Ris. Bye.""Bye. Hati-hati Kak."Tin. Arjuna mengklakson Risa sebelum melaju menembus angin dengan kecepatan sedang.Risa masih memandang ke arah perginya Juna. Saat berbalik betapa terkejutnya Risa menatap sorot mata si AC yang menakutkan dan dingin. Seperti ingin menerkam saja. Iiihhh ... Risa begidig ngeri."Kak Abi.""Udah mau maghrib ngapain di luar?""Oh ... nganter Kak Juna bentar. Gak ngapa-ngapain kok Kak.""Ck. Masuk. Jangan jadi cewek yang suka klayaban sama pacaran.""Siapa yang pacaran?" Suara Risa meninggi dan sedikit kesal.Abizar menatap Risa dengan tatapan tajam. Risa yang awalnya berani menjadi mengerut kembali."Masuk!""Iya Kak."Risa masuk ke dalam rumahnya. Dia menggerutu dalam hati."Dia itu siapa sih? Cuma tetangga doang. Ngapain sok jadi kayak abang atau pun pacar."Dengan masih menggerutu Risa masuk ke kamar untuk mengambil baju ganti dan handuknya. Dia mau mandi dan mendinginkan suhu panas dalam dadanya. Saat mandi pun Risa masih ngomel-ngomel."Dasar AC aneh, ngapain juga dia nyuruh-nyuruh aku, dia bukan abangku, bukan pula pacarku. Cuma tetangga ... tetangga. Ugh ... sebel."Selesai mandi Risa segera menghangatkan lauk untuk makan malam. Saat tengah menata makanan di meja makan. Pintu rumahnya diketuk dari luar."Iya sebentar."Ceklek.Astaga. Dia lagi. Risa mencoba memasang wajah ramah dan senyum manis."Ini. Kata Mamah buat kamu sama Eyang."Abizar langsung pergi setelah menyerahkan lauk berupa sate ayam dua porsi kepada Risa. Risa cuma melongo kemudian menggelengkan kepala. Dasar AC.Brukkk.Risa kaget dan langsung menatap siapa yang menabraknya."Hei ... cewek kuper bin tonggos. Kamu harusnya ngaca. Muka jelek kayak gini aja sok-sokan mau jadi pacar Arjuna. Gak level tahu."Byurrr.Risa kaget karena Ghea menyiram bajunya dengan segelas minuman berwarna cokelat."Jauhi Arjuna!Awas kamu!"Ghea dan kawan-kawan meninggalkan Risa yang masih bertahan di toilet. Risa menangis, ah ingin rasanya melawan tapi percuma. Ghea CS terlalu superior untuknya. Risa memilih kembali ke kamar mandi dan membersihkan bajunya yang kotor. Sesekali Risa mengelap air matanya. Risa sudah tak tahan hidup di Jakarta. Disini siapa yang kuat, siapa yang cantik, siapa yang berkuasa bisa bertahan. Sedangkan dia? Risa kembali ke kelas dengan mendapatkan tatapan heran dari teman-teman sekelasnya terutama Citra."Kok basah?""Iya. Tadi kaget ada cicak nemplok di bahuku aku jerit-jerit gak karuan. Malah kena keran air, ya udah basah.""Ooooo.""Cit.
Pagi ini tanggal 14 Februari, semua orang merasa senang pun dengan Risa. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju ke pintu gerbang rumahnya. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Mbak Risa ...." teriak Asyila."Syila. Hai. Wah cantik benar kamu.""Mbak Risa juga, ini Syila kasih cokelat. Selamat hari kasih sayang ya Mbak. Valentino itu ya namanya.""Valentine Syila. Astaga." Kali ini Athaya datang menghampiri kembarannya."Kalau Valentino itu pacar kamu, eh dia ulang tahun berarti loh.""Diem kamu Athaya, aku masih kecil.""Masih kecil tapi niat ngasih cokelat sama Valentino wee ....""Kamu juga mau ngasih bunga sama Bu guru Vira. Weee .... ""Biarin weee, aku kan sayang sama Bu Guru.""Valen temen aku. Aku juga sayang wee ...."Astaga kedua bocah umur tujuh tahun sudah bilang sayang-sayangan. Ckckckck. Apa kabar Risa dulu ya? Perasaan diumur segitu Risa tahunya main gundu. Gak ngerti kata i love you. Hihihi. Risa asik melih
Risa membuka pintu rumahnya, tampak remaja cantik seusianya berdiri di depan pintu."Hai, aku Sherin, sepupunya Arjuna.""Hai, aku Risa. Masuk yuk Kak.""Sherin aja atau kamu bisa panggil aku Ririn.""Oh, baiklah. Masuk Rin.""Oke."Risa mengajak Sherin masuk, rupanya Sherin gadis yang supel dan mudah bergaul. Dalam waktu singkat mereka sudah akrab."Aku langsung dandanin kamu aja ya?""Nunggu maghrib aja Rin, kan bentar lagi.""Okelah."Setelah melaksanakan sholat, Sherin langsung mendandani Risa. Sherin takjub, benar kata sepupunya kalau Risa itu cantik. Risa cuma butuh diperbaiki dandanannya, terutama bentuk giginya."Kamu cantik.""Tapi jelek karena bentuk gigiku kan?""Halah itu mah gampang, pakai behel aja.""Rin.""Iya.""Apa ukuran seorang cewek bagi cowok itu cantik fisik?""Ya iyalah Ris, hampir semua cowok kan lihat kita dari fisiknya dulu. Makanya cewek sekarang berlomba-lomba agar bisa
Risa dan Abizar sampai juga di gerbang rumah. Risa langsung berjalan lunglai menuju pagar rumahnya. Langkah Risa terhenti karena cekalan tangan Abizar. Risa menoleh ke arah Abizar."Kenapa harus dengan cara seperti ini Risa?"Risa diam, tak menjawab pertanyaan Abizar."Apa yang kamu dapat dengan melakukan hal ini hem?""Sebuah keputusan," jawab Risa singkat."Dan kamu yakin dengan keputusanmu?"Risa mengangguk dan tersenyum."Ayo." Abizar menarik tangan Risa lembut.Mereka bersama-sama mengetuk pintu rumah Risa.Ceklek.Risa dan Abizar tertegun karena mendapati seorang wanita yang membukakan pintu."Anda siapa?" tanya Risa."Risa," teriak seorang lelaki dari dalam rumah."Lik Hamdi?""Iya. Wah kamu udah besar ya. Kamu mirip Mas Handi. Kenalkan ini istri Lilik, Tina."Risa menyalami lilik dan istrinya. Abizar pun melakukan hal yang sama."Ris, sudah pulang?" Eyang Risa datang menghampiri.
Risa tengah menemui wali kelasnya untuk pengajuan kepindahan sekolah."Kamu yakin Ris? Gak nunggu setelah semesteran saja." Bu Heni wali kelasnya menasehati."Gak bisa Bu, kan Ibu tahu sendiri masalah saya.""Baiklah kalau begitu. Oh iya kamu sudah bilang sama Dito dan Citra?""Belum Bu. Saya mohon jangan sampai mereka tahu ya.""Apa tidak sebaiknya kamu kasih tahu mereka Ris?""Saya gak tega Bu. Mereka sahabat setia saya. Saya takut mereka sedih.""Ya sudah kalau begitu.""Saya pamit ya Bu.""Iya, hati-hati pulangnya.""Iya Bu, mari."Risa keluar dari ruang guru kemudian berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Sampai di dekat ruang perpustakaan dia berpapasan dengan Arjuna. Keduanya tampak canggung apalagi Arjuna tengah jalan dengan cewek cantik yang Risa tahu adalah teman seangkatannya dan memang dia sangat cantik sekaligus populer. Risa memilih berlalu pun Arjuna. Mereka sama-sama menganggap diri mereka tak saling
Abizar mengamati rumah Risa, dua hari ini rumah itu kelihatan sepi. Kemana semua orang? Sang mamah dari hari sabtu pun sudah sibuk wara wiri mengetuk rumah sebelah tapi nihil."Kamu kemana Ris?" lirih Abizar.Abizar pun memilih untuk menstarter motornya. Nanti dia akan membeli bubur ayam kesukaan Risa setelah selesai latihan basket. Abizar sudah memutuskan untuk lebih mengikuti kata hatinya.Pulang dari latihan, Abizar begitu terkejut mendapati rumah Risa sedang dikerumuni banyak orang. Disana juga terlihat alat berat yang tengah merobohkan rumah Risa.Abizar langsung berlari dan menuju halaman rumahnya. Terlihat mamahnya tengah menangis di bahu sang papah. Sementara kedua adiknya tengah duduk di teras dengan pandangan kosong. Abizar ikut duduk dan berada di tengah si kembar.Asyila menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca."Mbak Risa pergi Mas. Pergi jauh. Rupanya malam itu Mbak Risa beneran pamitan."Asyila langsung memeluk sang ka
Langkah kaki tegap seorang dokter berusia 27 tahun menggema. Tubuh tinggi atletis dengan kulit putih, alis tebal dengan bibir tipis serta wajah tampan nan rupawan membuat siapa saja yang melihatnya tak ingin berpaling. Termasuk Viona."Abizar." Viona melangkah mendekati Abizar yang masih tetap berjalan tanpa berhenti bahkan menengok ke arah Viona pun tidak."Makan yuk Bi, bentar lagi istirahat siang." Viona berusaha mengimbangi langkah kaki Abizar."Gak.""Ayolah Bi, udah lapar nih. Perut kita juga butuh dikasih makan tahu, jangan sampai kita sakit kalau kita sakit kasihan pasien-pasien kita. Ya kan Bi," ucap Viona dengan wajah sumringah.Sayang Abi hanya diam dan terus berjalan bahkan meninggalkan Viona tanpa membalas atau menolak ajakannya. Viona mendesah, dia berhenti mengikuti langkah Abi. Viona menatap punggung Abi dengan mata nanar."Masih belum menyerah rupanya."Viona menoleh ke sumber suara, dia kemudian tersenyum."Hai Arjuna."
Seorang bidan muda tengah berlari bersama seorang lelaki dan dua orang perawat yang tengah mendorong brankar berisi ibu hamil yang akan melahirkan. Sang ibu langsung dibawa ke ruang bersalin. Sedangkan sang bidan dan si suami pergi ke bagian administrasi terlebih dahulu."Sudah beres administrasinya, sekarang Bapak temani istrinya dulu ya. Prosedur sesar tinggal menunggu persiapan dari pihak rumah sakit.""Terima kasih Bu.""Sama-sama. Mohon maaf saya tidak bisa menemani. Saya harus kembali ke puskesmas.""Oh iya Bu.""Mari Pak.""Oh iya Bu, hati-hati."Bidan muda itu tersenyum dan segera menuju ke mobil ambulance. Saat akan mencapai pintu masuk Margono seseorang memanggilnya."Halo Cantik. Nganter pasien ya?""Eh ... Dokter Danu. Iya.""Kenapa pasiennya?""Sungsang Dokter Danu, padahal dua hari yang lalu saya cek sudah mapan.""Hem ... oke biar nanti disiapkan semuanya.""Makasih Dokter Danu. Mari saya duluan""S