Share

3. Perhatian

Author: Bai_Nara
last update Last Updated: 2021-09-22 23:10:20

Suara deru motor memenuhi telinga Risa yang sedang memakai sepatunya. Risa mengamati seseorang yang tengah melepas helmnya. Risa segera menghampiri Arjuna dan menyapanya.

"Hai Kak, ada apa kesini?"

"Beli soto Banyumas?"

"Hah?" Risa melongo.

"Ck. Jemput kamulah, ayuk naik."

Risa masih melongo tak percaya.

"Buruan ayo."

Arjuna menarik tangan Risa menuju ke motornya.

"Aku belum pamitan."

"Oh ... pamitan sana!"

"Eyang Risa berangkat. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," teriak Eyang Risa dari dalam rumah.

Risa segera bersiap-siap duduk di jok belakang. Sebelum menstarter motornya perhatian Arjuna dan Risa teralihkan pada seseorang yang tengah menstarter motornya juga dari halaman rumah.

"Baru berangkat, Bi?" tanya Arjuna.

"Hem."

Tanpa banyak kata Abizar langsung menjalankan motornya membelah jalanan.

"Ck. Tetangga kamu itu."

"Emang dia tetanggaku bukan mantanku," sahut Risa cuek.

"Hahaha. Iya ya. Semoga jangan jadi mantan ya?"

"Berarti bisa jadi pacar atau suami gitu?"

"Maksudnya?"

"Katanya jangan jadi mantan, ya jadi pasangan," gurau Risa.

"Jangan. Kalian jadi tetangga aja. Udah ah, ayuk berangkat." Risa tertawa melihat muka Arjuna yang memerah menahan kesal. Arjuna langsung menjalankan motornya, selama perjalanan mereka ngobrol bahkan terkadang tertawa. 

*****

"Cieee ... yang tadi pagi bareng sama Kak Juna."

"Apa sih Cit? Cuma kebetulan aja."

"Eh, tapi beneran. So sweet banget kalau kalian jadian."

"Gak usah ngayal lah Cit. Aku sadar diri kok, kita berdua bagaikan angsa sama itik buruk rupa. Gak cocok."

"Ish ... gak percaya kamu. Aku tuh yakin Kak Juna suka sama kamu tahu. Bahkan sejak masih pacaran sama Kak Ghea."

"Udah deh, gak usah bahas Kak Juna. Jangan bikin aku ngarep, aku takut jatuhnya sakit."

"Ah kamu. Selalu saja minder. PD dong?"

"Emangnya aku harus PD gimana? Uang gak punya, wajah biasa aja. Aku nyadar diri. Tenang aja."

"Ah ... kamu. Eh Ris, seminggu lagi kan Valentine Day. Sekolah ngadain perayaan pas malemnya. Wajib ikut dan wajib bawa gandengan. Kamu minta diajak Kak Juna aja."

"Enggak ah, aku nanti sama Dito aja."

"Kok Dito sih?"

"Emangnya kenapa sama aku?" Seorang lelaki bertubuh tinggi kurus dan berkacamata menghampiri Risa dan Citra.

"Hai Dit, ini aku mau ngajak kamu jadi pasangan aku pas malam Valentine. Mau ya?"

"Siap pokoknya. Dengan senang hati aku jadi partner kamu."

"Makasih ya Dit," ucap Risa.

"Sama-sama. Eh kamu jadi sama gebetan kamu Cit?" tanya Dito.

"Hiks ... hiks ... enggak. Kemarin sore dia katanya baru jadian. Huhuhu."

Risa dan Dito yang sudah kebal dengan aksi drama Citra hanya mendengarkan tanpa berusaha menenangkan. Karena besoknya Citra pasti akan kembali ceria dengan menyebut nama cowok gebetan yang baru. Sekarang ini yang bisa Risa dan Dito lakukan hanyalah menjadi pendengar yang baik. 

*****

Brukkk.

"Kalau jalan itu matanya jangan nunduk!"

"Maaf Kak."

Risa langsung mengambil tumbukan buku paket yang terjatuh. Seseorang yang ditubruknya hanya diam memperhatikan.

"Loh Ris. Astaga sini aku bantu." 

Arjuna membantu mengambilkan buku paket Matematika yang terjatuh di lantai.

"Nah sudah, mau dibawa kemana?" tanya Arjuna.

"Sini Kak, taruh diatas. Mau tak taruh di perpus," jawab Risa.

"Oh ... ayuk."

"Tapi Kak .... "

Arjuna tetap melangkah menuju ke arah perpus dengan membawa tumbukan buku paket yang lebih banyak dari yang ada di tangan Risa. Risa tersenyum manis.

"Buruan. Bentar lagi ganti jam pelajaran."

"Eh ... iya Kak. Duluan Kak Abi."

Risa langsung berlari mengikuti Arjuna sedangkan Abizar menatap kepergian mereka lalu memilih menuju ke kelasnya kembali.

Setelah mengembalikan buku paket Matematika ke perpus, Risa dan Juna kembali ke kelas dengan berjalan bersama.

"Makasih ya Kak."

"Sama-sama."

"Kak Juna gak ada jam?"

"Ada. Tadi aku ijin ke kamar mandi."

"Wah, ke kamar mandinya kelamaan ini."

"Gak papa. Yang penting bisa ketemu kamu."

"Maksudnya?"

Arjuna hanya tersenyum tanpa berkomentar. Akhirnya Risa memilih diam, selain malu bertanya duluan juga karena Risa hampir sampai di depan kelasnya.

"Duluan Kak."

"Iya."

Risa langsung masuk ke kelas dan selanjutnya duduk kembali di kursinya.

"Tumben, kok lama Ris?"

Risa hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sahabatnya itu. Lalu memilih mengambil buku Fisika karena sebentar lagi jam akan berganti.

*****

Risa turun dari boncengan motor. Sudah seminggu ini Arjuna menjemput dan mengantarnya pulang.

"Masuk yuk Kak."

"Oke."

"Assalamu'alaikum."

"Kan gak ada orang Ris, kok kamu ngucap salam."

"Ya tetap lah Kak, siapa tahu ada penghuni tak kasat mata. Kalau dia Jin muslim pasti jawab salam kita, kalau Jin kafir pasti pada kabur. Hehehe."

"Hahaha. Kamu ada-ada aja Ris."

Mereka memasuki rumah sederhana milik Eyang Risa. Arjuna duduk di ruang tamu dimana kursi dan mejanya sudah nampak reot dan dimakan rayap.

"Rumah kamu adem ya Ris."

"Adem gimana? Panas gini kok, Kak. Gak ada kipas angin apalagi AC tapi kalau tetangga sebelah sih punya kan udah nempel kemana-mana AC-nya."

"Hahaha. Aku tuh seneng lihat kamu yang ceria dan suka ngelawak kayak gini tahu. Di sekolah kamu pendiem banget. Susah diajak bercanda."

Risa hanya tersenyum,"Aku bikinin teh manis ya Kak."

"Boleh."

Risa menaruh tasnya di kamar lalu kembali ke ruang tengah dan membuatkan teh manis untuk Juna dan dirinya sendiri.

"Diminum Kak."

"Iya, makasih. Ini apa Ris?"

"Ini timus Kak, dibuat dari ubi yang direbus, kemudian dihaluskan dan ditambah terigu, gula sama sedikit garam kalau suka. Terus digoreng."

"Kamu yang bikin?"

"Iya. Dicoba Kak."

"Okeh, aku coba ya."

Juna langsung mencoba timus buatan Risa. Mata Juna membulat.

"Ehm ... enak. Kamu pinter masak rupanya."

Juna memakan satu piring timus yang disajikan dengan lahap. Dalam hati Juna semakin kagum dengan Risa. Ah, andai kulit Risa putih dan bentuk giginya rata. Juna menggelengkan kepalanya.

"Kenapa Kak?"

"Eh ... enggak."

"Kakak Pusing?" tanya Risa khawatir.

"Enggak, cuma agak pegel aja. Hehehe." Arjuna merutuki diri sendiri. Tiba-tiba Arjuna mempunyai ide.

"Ris."

"Iya."

"Kenapa kamu gak ke dokter gigi?"

Risa diam, dia memang agak sensitif jika ada yang mengajaknya ngobrol mengenai bentuk giginya. 

"Kenapa memangnya Kak?" Risa berusaha menahan suaranya yang nampak bergetar.

"Kamu harus ke dokter gigi, biar bentuk giginya rata. Bukan biar cantik tapi untuk kesehatan. Lagian biar kamu lebih PD. Aku cuma kasihan lihat kamu yang selalu di bully sama anak-anak. Gini aja, ntar kamu pakai tabungan aku dulu. Kamu bayarnya kapan-kapan."

Risa diam, dia bingung harus menjawab atau merespon apa.

"Kamu gak usah langsung kasih keputusan. Pelan-pelan aja. Pikirkan kata-kataku. Sekali lagi jangan berpikir untuk cantik tapi untuk kesehatan dan menambah rasa percaya diri."

Mau tak mau Risa mengakui jika omongan Juna benar. Risa tersenyum dan mengangguk. Selanjutnya mereka bercerita banyak hal. 

Setelah bertamu selama dua puluh menit, Juna pamit.

"Aku pulang ya Ris. Bye."

"Bye. Hati-hati Kak."

Tin. Arjuna mengklakson Risa sebelum melaju menembus angin dengan kecepatan sedang.

Risa masih memandang ke arah perginya Juna. Saat berbalik betapa terkejutnya Risa menatap sorot mata si AC yang menakutkan dan dingin. Seperti ingin menerkam saja. Iiihhh ... Risa begidig ngeri.

"Kak Abi."

"Udah mau maghrib ngapain di luar?"

"Oh ... nganter Kak Juna bentar. Gak ngapa-ngapain kok Kak."

"Ck. Masuk. Jangan jadi cewek yang suka klayaban sama pacaran."

"Siapa yang pacaran?" Suara Risa meninggi dan sedikit kesal.

Abizar menatap Risa dengan tatapan tajam. Risa yang awalnya berani menjadi mengerut kembali.

"Masuk!"

"Iya Kak."

Risa masuk ke dalam rumahnya. Dia menggerutu dalam hati.

"Dia itu siapa sih? Cuma tetangga doang. Ngapain sok jadi kayak abang atau pun pacar."

Dengan masih menggerutu Risa masuk ke kamar untuk mengambil baju ganti dan handuknya. Dia mau mandi dan mendinginkan suhu panas dalam dadanya. Saat mandi pun Risa masih ngomel-ngomel.

"Dasar AC aneh, ngapain juga dia nyuruh-nyuruh aku, dia bukan abangku, bukan pula pacarku. Cuma tetangga ... tetangga. Ugh ... sebel."

Selesai mandi Risa segera menghangatkan lauk untuk makan malam. Saat tengah menata makanan di meja makan. Pintu rumahnya diketuk dari luar.

"Iya sebentar."

Ceklek.

Astaga. Dia lagi. Risa mencoba memasang wajah ramah dan senyum manis.

"Ini. Kata Mamah buat kamu sama Eyang."

Abizar langsung pergi setelah menyerahkan lauk berupa sate ayam dua porsi kepada Risa. Risa cuma melongo kemudian menggelengkan kepala. Dasar AC.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   9. Tamu

    Byan sampai rumah selepas isya. Dia baru saja melakukan pertemuan dengan pemilik rumah sakit Dadi Sehat Bergas. Byan diminta pemiliknya untuk ikut membantu di sana. Awalnya Byan belum ingin terikat dengan rumah sakit lain selain RSUD. Tapi sekarang dia sudah tak masalah. Malah semakin sibuk semakin senang dia. Bisa nambah penghasilan. Byan berencana menabung banyak uang mumpung masih muda. Usianya juga setahun lagi hampir tiga puluh. Sudah saatnya memikirkan mencari pendamping, jadi dia pun butuh modal. Dia ingin seperti sahabatnya, Andro. Punya banyak duit dan punya istri. Ya, Andro sudah menikah dan istrinya juga sedang hamil. Entah kenapa pernikahan Andro membuat Byan ngebet nyari tambahan uang demi melamar seorang wanita. Dan entah kenapa, satu wanita yang ada dalam pikiran Byan ya cuma si tetangga.Byan sudah sampai di halaman rumah, dia tidak langsung turun tapi secara refleks dia malah melirik ke rumah dinas di sebelahnya. Dan khusus hari ini ternyata sepi."Tumben gak rame," g

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   8. Sama-Sama Nyebelin

    "Ning, lihat. " Tata, salah satu rekan kerja Bening berbisik. Bening yang sedang menikmati semangkok bakso dan es dawet menatap pada sahabat sekaligus rekan kerjanya. "Apa?""Tuh, di belakangmu."Tata menunjuk ke seseorang di belakang Bening. Bening pun berbalik, dilihatnya sosok Byan sedang berjalan mengambil makanan bersama beberapa orang. Mungkin teman Byan. "Oh Tetangga, kirain Jungkook apa Taehyung. Atau melipir sedikit, Pangeran Arab atau Jutawan Dubai.""Hahaha, ups!" Tata menutup mulut. Takut tawanya yang kencang menarik perhatian orang lain. Bening sendiri melanjutkan makan. "Kalian gak bareng? Biasanya bareng.""Kan aku sama kamu, boncengan. Kalau aku sama tetangga berangkat bareng, kamu sama siapa? Katanya motormu dipakai adekmu.""Iya juga ya? Tapi kalau kamu bareng tetangga, aku ya ikut nebeng. Hihihi. Naik mobil bagus, pasti gak ada bau-bau aneh gara-gara emisi, mesin ngadat, aki soak dll, kan?""Ya sana nanti pulangnya nebeng, " tantang Bening. "Gak ah, aku gak pun

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   7. Dighibahin

    Olivia duduk termenung di dalam ruangannya. Jam sudah menunjuk jam satu siang. Pasiennya sudah tak ada. Hampir enam bulan lamanya, Olivia dan Abyan tak saling berkabar. Abyan benar-benar memutus komunikasi dengan memblokir nomernya. Kejam memang. Bahkan, kini setiap ada kesempatan ke Jakarta, hanya kedua orang tua Abyan dan adik-adiknya yang mampir, Abyan malah memilih mengunjungi Andromeda, sang sahabat daripada ikut mampir ke rumah. Jujur Olivia sangat merindukan Abyan, cinta pertamanya. Meski dia sudah menikah dengan Edo, tapi dia sama sekali tak bahagia. Edo hanya selingkuhan Olivia bukan pria yang dia cinta. "Melamun lagi." Sebuah suara mengagetkan Olivia. Dia menoleh ke arah pintu dan tampaklah sang suami dengan masih memakai jas putih dan sneli yang mengalung angkuh di leher. Edo berjalan mendekati sang istri, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Olivia. Edo tersenyum sinis, "Masih belum melupakan mantan heh?" sinisnya. "Padahal setiap hari aku yang ada di sampingmu da

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   6. Bertemu Mantan Sahabat

    Bening berlari-lari dengan membawa dua tas besar milik pasiennya. Dia lalu segera masuk ke dalam ruang persalinan. Bu Fifi tersenyum pada bidan pribadinya."Makasih ya Bu Bening. Maaf, ngerepotin.""Gak papa Bu. Suaminya sudah saya telepon. Bapak sama ibunya Bu Fifi baik-baik saja di rumah.""Makasih." Mata Bu Fifi mulai berkaca."Jangan nangis Bu. Ibu yang kuat. Insya Allah Ibu sama dedek utun sehat."Bu Fifi mengangguk. Akhirnya pukul delapan, Bu Fifi dioperasi. Bening menunggui pasiennya sambil terus berdoa, kadang membuka ponsel, kadang melamun dan berakhir tidur. Jujur dia lelah sekali. Bening kaget ketika mendengar suara seseorang yang sedikit keras. Bening mengucek mata dan mengelap bibir secara refleks."Kenapa Dok?""Justru aku yang mau nanya. Kenapa kamu tidur di sini? Pindah kemana kek, malu dilihat banyak orang." Suara sang dokter terdengar ketus.Bening menatap sekelilingnya yang terlihat masih sepi. Dia menatap Abyan dengan sorot mata menahan kantuk. Tingkahnya terlihat

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   5. ACBC

    Bening baru saja membawa salah satu pasiennya ke RSUD. Dia lelah sehingga memutuskan ke warung makan sebentar untuk makan. Bening sengaja memesan Soto Sokaraja, teh hangat dan mendoan. Bening makan dengan lahap, sesekali melihat ke arah ponselnya. Kebetulan chat di grup puskesmas sedang heboh membahas episode terbaru drama rumah tangga yang lagi viral. Bening pun akhirnya ikut-ikutan nonton, lumayan untuk mengatasi kebosanan. Mana suasana sepi lagi, jam menunjukkan pukul dua pagi."Ckckck. Kenapa episodenya makin ke sini makin nyebelin, sih!" Bening masih sibuk dengan ponselnya, sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulut."Ada gak ya, satu cowok setia yang bisa kukekepin jadi suami. Duh, nonton ginian malah bikin takut salah pilih suami!" Bening masih saja berkomentar sambil sesekali menyuapkan makanan."Haduh! Kalau aku ngikutin drama ini terus, adanya aku jadi takut sendiri, lah kapan aku nikahnya?" gumam Bening tanpa sadar jika omongannya didengar oleh

  • Tetanggaku Bukan Mantanku   4. Pertemuan Kedua

    Kelima anggota keluarga Abizar sedang menikmati sarapan pagi. Sesekali terdengar obrolan dari kelima anggota keluarga."Rumah dinas di samping mau ditinggalin siapa, Dek? Bidan baru?""Iya, masih CPNS.""Single?""Pasti.""Cantik gak?""Cantik, Mas. Risa udah ketemu kemarin. Anaknya menyenangkan juga.""Wah, bisa jadi kandidat calon mantu ini?" Abi melirik ke Abyan saat mengatakannya. Sedangkan yang dilirik terlihat cuek dan menikmati sarapannya."Asiiik, jadi punya temen dong akunya," seru Syila."Usianya berapa, Mah?" Kini Sauqi yang bertanya."Dua puluh lima.""Yah, kirain tujuh belas tahun. Mau Uki klaim jadi calon pacar."Pletak."Aduh! Sakit, Mas!" pekik Sauqi. Dia mengelus-elus dahinya yang terkena jitakan dari Byan."Belajar yang bener, capai dulu cita-cita. Baru mikir pacaran.""Yayaya, intinya ngalah sama yang tua dan pantas kawin duluan!"Ucapan Sauqi memb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status