Share

5. Fifty Fifty

Pagi ini tanggal 14 Februari, semua orang merasa senang pun dengan Risa. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju ke pintu gerbang rumahnya. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.

"Mbak Risa ...." teriak Asyila.

"Syila. Hai. Wah cantik benar kamu."

"Mbak Risa juga, ini Syila kasih cokelat. Selamat hari kasih sayang ya Mbak. Valentino itu ya namanya."

"Valentine Syila. Astaga." Kali ini Athaya datang menghampiri kembarannya.

"Kalau Valentino itu pacar kamu, eh dia ulang tahun berarti loh."

"Diem kamu Athaya, aku masih kecil."

"Masih kecil tapi niat ngasih cokelat sama Valentino wee ...."

"Kamu juga mau ngasih bunga sama Bu guru Vira. Weee .... "

"Biarin weee, aku kan sayang sama Bu Guru."

"Valen temen aku. Aku juga sayang wee ...."

Astaga kedua bocah umur tujuh tahun sudah bilang sayang-sayangan. Ckckckck. Apa kabar Risa dulu ya? Perasaan diumur segitu Risa tahunya main gundu. Gak ngerti kata i love you. Hihihi. Risa asik melihat perdebatan si kembar. Lucu sekali.

"Ekhem." Suara dingin menginterupsi keduanya. Pun Risa yang akhirnya memilih mengulas senyum paling manis yang ia miliki.

"Kalian itu ngapain? Berangkat sana!"

"Iya Mas," jawab si kembar kompak.

"Mbak Risa ... ini cokelat dari Syila. Takut Syila lupa." Risa menerima cokelat dari Syila. 

"Makasih ya Syila."

"Sama-sama Mbak."

"Mbak," kali ini Athaya yang maju.

"Nih buat Mbak Risa. Kemarin mamah beli tanaman hias banyak banget. Terus aku lihat kaktus ini cocok buat Mbak Risa yang pelupaan. Hehehe."

"Makasih ya Atha." Risa tertawa cekikikan. Ia paham maksud Athaya, ya Risa itu pelupa dan paling malas menyiram tanamannya. Selama ini tugas itu, Eyangnya yang mengerjakan.

"Makasih ya Atha. Mbak akan rawat sebaik mungkin."

"Harus tumbuh loh Mbak, kalau bisa harus tumbuh gede."

"Pasti," ucap Risa sok jumawa. 

"Kami berangkat Mbak, Mas. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Risa masih memandangi si kembar yang berjalan menuju ke sekolahnya. Sekolah mereka dekat paling lima menit jalan kaki sudah sampai.

"Kamu mau bengong disini atau mau berangkat?"

"Hah ... ber-berangkat kok Kak."

Risa segera menaruh kaktus di rak tanaman yang terletak di teras rumahnya lalu segera berjalan menuju jalan utama.

"Mana Juna?" tanya Abizar dengan suara dingin.

"Kak Juna ada urusan." Risa menjawab gugup.

"Hemmm ... ayuk."

"Hah."

"Kamu mau terlambat?"

"Oh ... enggak."

Akhirnya Risa dan Abizar berangkat bersama. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Risa bersyukur tadi dia mengepang rambutnya sehingga tidak akan menghalangi pandangan Abizar. Daripada bingung, Risa memilih untuk mengamati jalanan yang mereka lewati. 

Hiasan bertema valentine terpasang di setiap sudut jalan. Hampir semua toko pun memasang pernak-pernik beraroma valentine, dari mulai hiasan pita, boneka, bunga, bentuk hati,  patung atau gambar cupid, cokelat dan warna dasar yang tercetak adalah warna pink. Pink itu memang identik dengan valentine day rupanya.

Risa sendiri bukan termasuk orang yang suka merayakan Valentine. Karena baginya kasih sayang ya harus diungkapkan setiap hati setiap waktu. Tak harus berpatokan pada hari dan tanggal tertentu. Kecuali tanggal kelahiran atau tanggal spesial tentu saja.

"Jangan senyam senyum."

Deg.

"Nanti dikira aku bawa orang gila."

Risa mengerucutkan bibirnya. Ya ampun dasar AC nyebelin.

*****

Risa mengernyit karena Abizar menurunkannya di jalan dekat gerbang belakang sekolah.

"Kok disini Kak?"

"Kamu tinggal jalan lewat gerbang belakang. Lebih deket juga. Lebih sepi. Daripada aku turunin di tempat biasa," jawab Abi cuek.

"Tapi kan?"

"Buruan masuk."

"Iya. Tapi kan? Eh ... Kak tunggu!"

Risa cuma bisa mendecih dan menahan kesal. Karena Abizar langsung melajukan motornya dan menuju ke gerbang depan.

Setelah Abizar menghilang dari pandangan mau tak mau Risa melangkah menuju gerbang belakang sekolah. Risa tersenyum ramah pada pak satpam. Suasana sekolah masih sepi. Maklum karena tanggal empat belas biasanya kegiatan belajar mengajar diliburkan. Paginya diganti dengan kegiatan kesenian dan olahraga. Sedangkan malamnya puncak acara valentine day. Itupun dibatasi hanya sampai jam sepuluh malam.

Saat tengah menyusuri koridor yang sepi dan melewati ruang latihan basket, Risa mendengar suara seseorang yang begitu familiar di telinganya. Mau tak mau Risa menghentikan langkahnya dan memutuskan menguping.

"Kamu jalan sama Risa?"

"Iya."

"Gila kamu! Kayak gak ada cewek yang lain aja."

"Risa itu aslinya cantik tahu."

"Cantik gimana? Udah item, dekil, tonggos, yah walau kuakui bentuk badannya proposional sama rambutnya itu hitam legam kayak penyanyi Raisa."

"Nah itu dia."

"Maksudnya?"

"Nah itu, aku lagi bikin dia kayak Raisa. Aku akan tunjukin ke kamu bagaimana Risa kalau udah dandan. Aku udah pernah liat, cantik tahu."

"Kamu lupa sama giginya?"

"Tenang. Aku udah minta dia pasang kawat gigi kok. Tinggal dipasang dua tahun aja pasti giginya rapi. Kamu bakalan gak ngenalin Risa lagi."

"Ck. Aku gak percaya."

"Terserah. Akan aku buktikan sama kamu."

"Eh ... Jun. Kamu itu nglakuin ini karena beneran suka sama Risa apa cuma karena merasa tertantang bikin Risa biar jadi cantik?"

"Kayaknya fifty fifty deh."

"Fifty fifty gimana?"

"Ya aku emang suka Risa tapi lebih seneng kalau dia jadi cantik sih."

"Dasar."

"Ini kok kamu gak jemput dia?"

"Oh ... aku tadi hubungi saudara aku, Sherin buat make over Risa. Dia menyanggupi dengan imbalan aku dianter ke sekolahnya. Jadi tadi aku nganterin dia."

"Ooo."

Mata Risa sudah berkaca-kaca, dia memilih pergi dan tak mau mengkonfirmasi kepada Arjuna. 

Seseorang menatap punggung Risa dengan tatapan tajamnya. Lama dia menatap Risa sampai sang gadis menghilang.

"Hei Bi, kamu lagi ngapain disitu? Kamu lihat setan apa kuntilanak?" tanya Rangga.

"Makhluk halus, kalian ngapain disini?" Abizar bertanya balik.

"Aku sama Rangga lagi ngobrol aja sama ngecek jumlah bola," sahut Arjuna.

"Oh, ya udah duluan." Abizar melangkah meninggalkan keduanya.

Setelah Abizar pergi Arjuna menghembuskan nafasnya.

"Abi denger kita ngomong tentang Risa gak ya? Soalnya mereka kan tetangga."

"Kamu yakin cowok kayak Abi suka sama Risa? Kamu aja masih fifty-fifty apalagi dia yang jauh lebih dari kamu. Segalanya."

"Sial kamu. Gantengan aku kali."

"Itu kan menurut kamu, faktanya para cewek lebih mengidolakan noh si AC yang cool abis."

"Sialan kamu. Untung Risa enggak."

"Yakin kamu?"

"Yakinlah. Buktinya mereka gak pernah boncengan bareng kan? Saling sapa juga jarang."

"Kamu kan gak tahu aja Jun. Rahasia hati seseorang itu kan gak ada yang tahu. Apalagi wanita. Wanita itu paling pintar menyembunyikan isi hatinya tahu."

"Halah."

"Ck. Gak percaya. Terserah kamu kalau gak percaya. Cuma ingat kata-kataku. Wanita itu makhluk paling membingungkan tahu."

"Sok tahu kamu. Pacar aja gak ada."

"Ntar juga ada."

"Kapan?"

"Kapan-kapan."

Arjuna menoyor kepala Rangga. Rangga hanya bisa bersungut marah tapi malas membalas. 

*****

Sejak tadi Risa hanya diam, meski dia sedang menonton pentas drama di ruang auditorium tapi pikirannya berkelana sejak tadi. Padahal separuh hatinya sudah mantap berlabuh pada Arjuna. Tinggal melabuhkan separuhnya lagi yang masih mentok di tempat yang tak seharusnya. Namun sekarang? Seperti rasa pada hatinya yang kini mulai terbagi pun dengan keputusannya nanti malam. Apakah tetap pergi dengan Arjuna atau menolak. Semuanya serba membingungkan. Fifty-Fifty.

"Ris."

"Ya."

"Kamu kenapa?"

"Kenapa emangnya?"

"Kamu banyak diem."

"Gak papa. Cuma kecapean aja."

"Yakin?"

"Iya Citra. Aku baik-baik aja." Risa berusaha memasang senyum manisnya. Citra dapat melihat kebohongan di mata sang sahabat.

"Risa."

Baik Risa dan Citra menoleh ke arah suara yang memanggil nama Risa. Arjuna. Arjuna menampilkan senyum manisnya.

"Aku nyariin kamu dari tadi. Nanti sore sepupu aku datang ke rumah kamu. Buat dandanin kamu. Jam 7 aku jemput. Acaranya jam 8 kan?"

"Iya," jawab Risa pendek.

"Ya udah, aku mau main basket dulu. Kelasku tanding sama kelas tetanggamu. Nanti nonton ya?"

"Pasti dong. Iya kan Ris?" kali ini Citra yang menjawab. Risa hanya diam saja.

"Oke, aku tunggu kalian ya? Dukung aku ya?"

"Oke Kak." 

Setelah Arjuna menghilang, Citra mengalihkan pandangannya ke arah sang sahabat.

"Kalian gak ada masalah kan? Sikap kamu ke Kak Juna kok jadi dingin."

"Gak papa."

"Tapi ...."

"Bisa kita ngobrol yang lain?"

Citra akhirnya tak mencecar Risa lagi. Dia yakin ada sesuatu dengan mereka. Sedangkan Risa sendiri sudah memutuskan akan menjalankan rencananya. Rencana yang akan membuat hatinya tidak lagi menjadi fifty-fifty namun seratus persen melepaskan atau bertahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status