Drake mendekap tubuh June sambil menggendongnya masuk ke dalam elevator. Hari belum terlalu malam, tentu saja masih banyak karyawan yang bekerja di gedung ini. Saat Drake dan June berada di dalam elevator, seorang karyawan juga hendak pulang dari kantor malam itu. Pria berkacamata itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat pemandangan di hadapannya. June berpura-pura tidak melihat, sedangkan Drake menatap tajam ke arah pria itu yang merupakan karyawannya juga. Pria itu melangkah mundur, tidak jadi masuk ke dalam elevator.
Drake seketika menekan tombol buka pintu elevator untuk mencegah pintunya tertutup.
“Masuklah,” kata Drake.
Tidak hanya pria itu yang terkejut, June juga. Tapi Drake hanya diam dengan wajahnya yang serius. Mereka bertiga diam di dalam elevator dan June rasanya ingin menghilang menjadi kepulan asap saja rasanya. Digendong oleh bos pemilik perusahaan di hadapan anak buahnya, ini akan menjadi gosip hot besok. June berencana
“Awas kalau kamu berani macam-macam padaku,” ancam June selagi masih berada di gendongan Drake.“Kamu masih karyawanku, jangan lupa itu,” kata Drake.“Aku sudah bilang aku quit. Aku tidak bekerja lagi padamu. Kamu mengerti, bukan? Apa aku kurang jelas?” tanya June.“Aku sudah bilang kamu tidak boleh keluar. Aku hanya memberikanmu cuti. Paham?” balas Drake.“Astaga...” kata June sambil memutar bola matanya.Drake hanya tersenyum tipis. Ia tidak akan membiarkan June lepas dari dirinya sebelum ia tahu ada apa dengan June. Drake penasaran. Ada sesuatu dengan wanita ini yang berbeda dengan wanita lainnya. Kenapa wanita ini mengingatkannya pada Anna dan kenapa Alarick menyebut nama June di hadapannya. Sebelum ia tahu, Drake tidak akan membiarkan June lepas dari dirinya.Drake kemudian menaruh June di kursi ruang VIP dan ia pun duduk di hadapan June.“Ingat, kamu yang traktir,
“Terserah kamu saja. Laporkan padaku,” kata Drake. Wilona menundukkan badannya seolah memberi hormat. Meskipun Wilona bukanlah termasuk bangsa naga, ia dan bangsanya telah bersumpah setia untuk menjadi bagian dari koloni naga. Wilona mendesis pelan, baru kemudian mengubah kembali bola matanya ke bola mata manusia. Namun ia lupa, lidah ularnya masih menjulur-julur keluar dari bibirnya.“Wil, lidahmu,” kata Drake lagi.“Oh ya ampun. Terima kasih sudah diingatkan,” jawab Wilona.Drake menggeleng-gelengkan kepalanya lalu masuk kembali ke dalam ruang VIP. Ia mendapati June sudah mulai makan dengan lahap. Drake kemudian duduk di kursinya sambil mulai makan ramen miliknya. June berhenti makan lalu menatap Drake.“Kenapa?” tanya Drake.“Kamu ini berkepribadian ganda atau mengidap bipolar?” tanya June akhirnya.“Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Drake.“Karena
Drake menyerah, ia sama sekali tidak bisa melihat mengenai kehidupan masa lalu June sama sekali. Beberapa saat kemudian, ia sudah menggendong kembali June yang sedang tertidur ke mobilnya. Wanita itu sudah mabuk berat. Meskipun Drake tidak menggunakan kekuatannya, June pasti akan jatuh tertidur juga.Drake kemudian mendudukkan June di kursi penumpang. Ia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan mulai mengemudi. Sedetik kemudian, Drake menepuk dahinya. Ia melupakan satu hal yang paling penting. Ia lupa menanyakan alamat June. Ia kemudian mencoba membangunkan June dengan menggoyang-goyangkan bahu June.“June... di mana rumahmu?” tanya Drake.June tidak menjawab. Ia sudah terlelap seperti bayi. Drake menghembuskan napas lalu mencoba menggunakan kekuatannya untuk mencabut kembali kekuatannya yang membuat June tidur, tetapi June tetap saja tertidur. Ia hanya lebih gelisah dibandingkan sebelumnya. Sesekali bibirnya menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Rupa
Kini hembusan napas Drake bisa June rasakan menerpa wajahnya. Aroma mint dari pasta gigi yang baru saja ia gunakan memenuhi indra penciuman June.“Mau apa kamu?” tanya June dengan tubuh gemetar, tetapi ia tidak bisa memungkiri sepasang mata hazel itu telah memesonanya.“Kamu pikir mudah menelanjangi seorang wanita tanpa melakukan apapun?” tanya Drake. Ia tersenyum karena kebohongannya sendiri. Karena Drake sebenarnya tidak benar-benar tak melakukan apapun semalam. Ia ingat bagaimana tangannya meraba bagian tubuh June, ia hampir tak bisa menghentikannya. Suara desah napas wanita itu hampir membuatnya gila. Drake memagut bibirnya yang seksi hingga mereka larut dalam ciuman yang panas selama beberapa menit. Namun setelah itu, Drake sadar bahwa ia tidak boleh melakukannya dengan wanita yang sedang tidak sadarkan diri, apalagi June masih karyawannya. Ia kemudian menyelimuti June dan cepat-cepat keluar dari kamar.“Aku akan berteriak!&rdq
June susah payah hingga bisa sampai ke lantai bawah akibat kakinya yang masih sakit. Ia berjalan perlahan menuju meja makan hingga akhirnya ia bisa duduk di kursi, di hadapan secangkir kopi yang sudah tidak terlalu panas itu. Aroma kopi membuat June merasa jauh lebih baik. Mungkin, ia masih sempat minum kopi sebelum taksi yang dipesan Drake datang. June mengambil cangkir kopi yang kelihatannya mahal itu dan mendekatkannya ke bibirnya.Aroma kopi yang kuat semakin menyeruak dan June pun mulai meminumnya. Baru satu teguk, suara telepon berdering mengagetkan June. Ia hampir saja tersedak karenanya. June bersyukur kopinya tidak terlalu panas. Ia melihat ke sekeliling mencari telepon di ruangan seluas itu, tetapi tidak menemukan. June perlahan mengikuti arah suara dan mendapati bahwa suara deringan itu berasal dari sebuah layar kotak kecil yang menempel di tembok. Seperti sebuah tablet yang tertanam di dinding.“Oh astaga...” gumam June saat menyadari kalau ia b
Taksi melaju di jalan raya yang cukup padat, tapi June dan Alarick sama-sama diam. Mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing. June melihat keluar jendela, berusaha memikirkan cara untuk kabur, tapi percuma dengan kondisi kakinya yang masih sakit, ia tidak mungkin bisa lari. June berdoa dalam hati, semoga saja laki-laki ini tidak berniat jahat padanya.Alarick mengemudikan mobilnya tanpa ragu, ia nampaknya benar-benar sudah tahu di mana tempat tinggal June. Lima belas menit kemudian, Alarick sudah memarkirkan mobilnya di lahan parkir apartemen June. Mata June membesar, ia benar-benar tidak menyangka Alarick tahu persis tempat tinggalnya.“Ayo, turunlah,” kata Alarick sambil membuka pintu mobil untuk June.June hanya terdiam menatap Alarick tanpa bisa berkata apapun.“Mau tetap di dalam taksi?” tanyanya lagi.June tetap diam. Bukan karena ia ingin diam di dalam mobil, tapi June tidak yakin ia punya pilihan. Diam di dal
“Di mana kamu menyimpan handuk bersih?” tanya Alarick.June hanya sanggup menunjuk ke arah laci-laci yang ia letakkan di depan kamar mandi. Alarick membawa baskom berisi es batu sambil menuju ke laci yang ditunjuk oleh June. Ia mengambil sebuah handuk bersih yang cukup lebar dan menyampirkannya ke bahunya yang bidang. Ia berjalan mendekati June, membuat June tanpa sadar beringsut hingga ke pojok sofa. Melihat itu, Alarick tertawa kecil sambil berjongkok di hadapan June. Ia sama sekali tidak terlihat berbahaya sekarang.Alarick mengambil kaki June yang bengkak lalu mulai mengompresnya dengan es batu. June meringis sebab rasa dinginnya membuat kakinya sedikit linu.“Di mana kamu menyimpan pisau?” tanya Alarick sambil tersenyum.“Hah? Untuk apa?” tanya June sambil berusaha menarik kembali kakinya dengan panik.Alarick malah tertawa terbahak-bahak.“Aku hanya bercanda, June. Kamu benar-benar mengira aku
“Kita harus bersama? Maaf Alarick, tapi aku tidak tertarik menjalin hubungan dengan siapapun sekarang,” jawab June. Namun jawaban June malah membuat Alarick tertawa lagi.“Kamu benar-benar lucu, June,” kata Alarick di sela tawanya. Ia hampir terbatuk-batuk karena tertawa.“Aku tidak mengerti yang kamu katakan,” jawab June.“Kamu memang tidak akan mengerti, June. Sekarang belum, tapi nanti kamu akan mengerti,” jawab Alarick.“Kamu wartawan?” selidik June tiba-tiba.“Bukan...” jawab Alarick.“Polisi?”“Bukan juga,” sahut Alarick lagi sambil menaikkan sebelah alisnya.“Lalu bagaimana kamu tahu kasus mengenai orangtuaku? Apa yang kamu ketahui soal mereka?” tanya June. Jika bukan wartawan, juga bukan polisi, lalu siapa lagi? Kasus orangtuanya sudah lama berlalu. Polisi mana yang mau mengoreknya lagi.“Hmmm... Aku