“I have signed the divorce.” “Go then, weak Beta, and never say that you were part of my pack, let alone that you were my wife. I am ashamed.” “It is well. Goodbye, Baitana” “My name is Aitana” says Aitana with a lump in her throat. “As you wish. Now go away, if you spend more than an hour they can arrest you for breaking and entering.” “Ok, I'm leaving.” says Aitana turning around as she leaves behind the love of her life and her past. As soon as she leaves, the doors close and she puts her hand to her belly. ‘I'm sorry mom, I had to do it’ Aitana says to herself mentally. Aitana leaves and a few minutes later, the butler receives news that sends him running to his boss's office. “Sir!” “Don't shout, I'm not deaf.” “The lady...” “She has finally signed the divorce. Finally, I'm free.” “It's not that, Madame is pregnant.” “What did you say?” shouts the alpha, making his butler tremble. “I...” “Go get her right now!”
Lihat lebih banyak“Kamu jadi pindah kontrakan?”
“Menurutmu? Kamu tahu kan kalau aku sudah di usir pemilik kontrakan ini gara-gara banyak sekali pria yang mencariku ke sini,” gerutu wanita yang kini tengah mengemas barang ke dalam koper.Temannya terbahak mendengarnya. Memang benar, setiap hari pasti ada kurang lebih tiga pria yang bergantian datang untuk menyari Starla. Sampai pernah pemilik kontrakan marah dan mengusir pria-pria yang berjejer di depan kontrakan Starla. Sedangkan batang hidung yang di cari justru tengah asyik bersembunyi.“Makanya jadi wanita jangan terlalu nakal.”Buug!Satu bantal melayang tepat ke wajah wanita yang berwajah manis tersebut.“Vania yang cantik … sebaiknya kamu diam saja deh, nggak usah cerewet!” Teriak Starla marah.“Astaga, Starla!” Vania meremas bantal tersebut lalu melempar kembali ke Starla. Namun, meleset.Starla hanya tersenyum dan kembali mengemas barang.Sebelumnya gadis bernama Starla Alexandra tersebut bekerja di sebuah Klub ternama di Ibukota Jakarta sebagai seorang pelayan. Dan Starla juga lulusan sarjana S1 yang dimana ia bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun, tuntutan hidup membuatnya rela bekerja apapun asalkan ia bisa menghasilkan uang.Hidup sebatang kara memanglah sangat sulit. Apalagi di besarnya Ibukota tempat tinggal Starla saat ini. Sejak kecil Starla hidup di panti asuhan dan melanjutkan pendidikan bermodalkan beasiswa.Jadi, bekerja apapun baginya sama saja.Tak jarang ia sering menemani pria berhidung belang yang bersenang-senang di Klub tempatnya bekerja. Memiliki tubuh yang indah dan wajah yang cantik adalah sebuah kelebihan untuknya.Starla bahkan rela seluruh tubuhnya di sentuh oleh pria manapun asal mereka memberinya uang. Prinsip Starla adalah boleh saja pria manapun mengajaknya tidur. Namun, sebelum pria tersebut berhasil meniduri Starla. Ia sendiri yang akan membuat pria tersebut tertidur.***Starla membalas ciuman yang di berikan oleh seorang pria yang tadi mengajaknya check in di kamar hotel yang ada di Klub tempatnya bekerja. Tangan pria tersebut menjelajah seluruh lekuk tubuh Starla, membuat Starla mendesah dan melenguh di sela-sela ciumannya.Wanita itu segera melepas ciumannya lalu berjalan ke meja yang ada di samping ranjang.“Siapa namamu tadi?” Starla bertanya sambil membelakangi ranjang.Pria yang tengah duduk di ranjang itu tersenyum. “Gio, Sayang.”“Jadi ... Gio kamu siap bersenang-senang denganku malam ini,” ujar Starla dengan nada menggoda.Gio kembali tersenyum percaya diri sambil menepuk-nepuk ranjangnya. “Akan aku buat kamu mendesah dalam setiap gerakanku, Sayang.”Starla hanya mendengus lalu tertawa kecil. Dan tanpa Gio sadari bahwa Starla telah memasukkan sebuah obat tidur ke dalam minumannya.Starla duduk di samping Gio sambil memberikan segelas red wine pada pria itu. Mereka bersulang lalu menegak habis red wine tersebut. Starla menerima gelas kosong yang di berikan Gio sambil tersenyum. Mereka kembali berpagut mesra ketika bibir Gio melumat dan lidahnya menyusup masuk ke dalam mulut Starla. Starla mendesah ketika tangan kekar tersebut meremas salah satu dadanya.“Aah.”Satu, ucap Starla dalam hati.Ciuman Gio semakin turun ke lehernya.Dua, lanjut Starla dalam hati. Dan …Tiga.Gio terjatuh ke dalam pelukan Starla dengan mata terpejam. Starla tertawa miring melihat pria berwajah tampan itu sudah tertidur. Kasihan sekali dia harus tidur sebelum melakukan aktivitasnya.Starla segera turun dari ranjang lalu mengambil dompet pelanggannya malam ini. Setelah itu ia mengambil beberapa lembar uang merah yang ada di dalam dompet tersebut. Ia kembali mendekati Gio, lalu mengecup pipinya.“Selamat tidur, Gio Sayang,” ujar Starla sambil terkekeh.Ya, begitulah yang di lakukan Starla setiap harinya.***“Kamu saya pecat!”“Di pecat? Tapi—““Tidak ada tapi, Starla. Sudah banyak sekali pelanggan yang mengeluhkan soal kamu! Kamu selalu menaruh obat tidur di minuman mereka dan mengambil uang mereka. Benar, kan?!” Bentak Pria botak yang menjadi manager di tempat Starla bekerja.Starla diam sejenak. Menyadari kebenaran yang di ucapkan managernya tersebut.“Beri saya kesempatan, Bos. Saya akan memperbaiki semuanya.” Starla memohon. “Saya nggak punya pekerjaan lain.”“Itu bukan urusan saya. Pokoknya kamu saya pecat!” Ucap manager itu sebelum kemudian pergi begitu saja meninggalkan Starla.Ingin sekali rasanya Starla mengumpat dan memaki Managernya tersebut. Kalau bisa ingin sekali ia kempeskan perut pria yang buncit tersebut. Yang Starla lakukan tidaklah salah, kan? Kecuali bagian saat ia mengambil uang tanpa izin. Toh, kebanyakan pria yang ingin tidur dengannya itu adalah pria yang sudah beristri. Kalau sudah punya istri kenapa harus mencari dan tidur dengan wanita lain?Starla melangkah kesal keluar dari ruangan Managernya. Dia segera mengganti seragam kerjanya dengan pakaian miliknya. Kini ia seorang pengangguran. Pengangguran dan di usir dari kontrakkan.Argh! Sial!Sesial inikah hidupnya saat ini? Apakah ini yang di namakan jatuh tertimpa tangga?Starla memilih tidak langsung pulang. Ia masih duduk di sudut Klub, menikmati dentuman musik yang semakin keras sambil menikmati sebotol red wine.Kesusahan dan tidak tahu arah tujuan adalah hal yang sangat akrab bagi Starla. Pikiran tersebut berputar-putar di kepalanya hingga membuat kepalanya terasa pening. Sebenarnya kalau Starla mau, ada banyak pria yang ingin menikahinya, atau bahkan menjadikannya wanita simpanan.Tapi .…Di usianya yang baru menginjak 24 tahun ini membuat Starla tidak boleh berpikiran sempit dan gegabah dalam mengambil keputusan. Bagi Starla, ia masih punya cukup banyak waktu sebelum ia benar-benar harus memikirkan tentang masa depan.Ia kembali menuang red wine tersebut ke dalam gelas dan meneguknya sampai habis.Sampai akhirnya seorang pria menghampirinya, pria bertubuh tinggi dan walau di bawah lampu yang minim cahaya ini, Starla bisa melihat paras tampan dari pria tersebut. Dan entah seperti apa kejadiannya, Starla dan pria tampan itu tiba-tiba sudah saling bercumbu dalam ciuman bibir mereka. Starla belum pernah merasakan bergairah seperti ini sebelumnya. Permainan pria yang kini tengah mencium bibirnya itu sungguh sangat membakar dirinya dan membuat kepalanya bertambah pening.“Emmh ....”Suara itu keluar dari bibir Starla. Ia masih dalam keadaan sadar, tapi entah mengapa tubuhnya sangat menikmati permainan lidah yang di lakukan pria ini.Starla mendesah lagi.Pria itu semakin panas mendengarnya, seolah itu pertanda bahwa ia bisa melanjutkan permainannya. Ia kembali berdiri tegak, lalu mencium bibir ranum di hadapannya dengan rakus. Tangannya mulai berani meraba-raba ke bagian tubuh Starla yang menonjol.Musik yang keras dan intensitas cahaya yang rendah membuat kegiatan mereka berjalan mulus. Ya, mereka melakukannya di sudut ruangan itu, dekat tempat duduk Starla tadi.Starla menggigit bibir bawahnya. Menahan desahan nikmat yang hendak keluar dari mulutnya. Kepalanya mendongak saat lidah pria tersebut bermain-main di lehernya. Jika saja tangannya tidak di gantungkan pada leher pria tersebut, sudah di pastikan ia tak akan sanggup berdiri.Saat tangan kekar itu mulai berani menyentuh miliknya. Starla segera mengumpulkan kesadaran dan mendorong pria tersebut. Napasnya terengah dengan tanda merah tercetak jelas di leher mulusnya.“Brengsek! Stop!” Teriak Starla memaki.Dadanya bergerak naik turun seiring dengan napasnya yang terasa begitu berat. Pria tersebut mendekat lalu berbisik di telinganya secara sensual.“Jangan berbohong. Aku bisa melihat jelas betapa kamu menikmati permainan yang aku berikan.”Bluussh.Wajahnya memerah mendengar ucapan pria itu yang sepertinya memang fakta.***Starla mengerjap saat sebuah tepukan mendarat di pipinya. Ia membuka mata secara perlahan dan mendapati Vania satu-satunya teman yang ia miliki sejak kuliah dulu sudah duduk di depannya.“Kamu nggak jadi pindah?” Tanya Vania pada Starla.Starla mendengus, menendang selimutnya hingga jatuh ke lantai lalu bangkit duduk. Sedangkan Vania hanya bisa tertawa melihat tingkah temannya itu.“Kenapa sih semua orang harus menyebalkan?! Nggak bisa ya sedikit saja mengerti kepalaku yang sedang pusing seperti ini?!” Omel Starla sambil meniup anak rambut yang jatuh ke wajahnya. “Kamu tahu nggak, Van? Andai aku punya pacar, pasti hidupku nggak akan menjadi seperti ini. Paling enggak, ada yang bisa aku andalkan saat sedang kesusahan seperti ini.”Vania hanya mendengus. “Kamu bicara apa sih, Starla? Bukanya kamu punya banyak pria? Itu yang setiap malam chek in sama kamu,” ujarnya yang langsung membuat Starla menepuk kepalanya.“Aku serius, Van.” Starla melipat kedua kakinya menghadap Vania, lalu memasang wajah memelas. “Aku sudah di pecat dari pekerjaanku, dan hari ini aku harus pindah dari kontrakan. Aku harus bagaimana?”Sebenarnya Vania ingin sekali tertawa melihat Starla, sungguh definisi teman sialan, bukan? Tapi ia segera membalas tatapan serius Starla.“Kebetulan aku baru saja mendapat informasi, katanya ada lowongan pekerjaan di perusahaan Nexus. Ini perusahaan bergengsi dan nggak asal pilih orang untuk memperkerjakannya di sana.”Starla tertawa sangau. “Kamu meledek atau bagaimana sih? Aku nggak punya pengalaman bekerja kantoran, Van. Kalau kamu bilang nggak asal pilih orang, fix ... Aku akan kena depak pertama kali.”“Ish! Kamu kan lulusan sarjana S1, Starla. Nilaimu juga nggak buruk-buruk amat, dengan kata lain kamu itu nggak bodoh. Cuma kelakuan kamu saja yang terkadang seperti orang bodoh,” ujar Vania setengah tertawa.“Sialan kamu, Van!”“Satu lagi, CEO di perusahaan itu katanya sangat tampan sekali. Aku jamin kalau kamu bisa bekerja di sana, kamu pasti bisa menerima gaji yang besar,” Imbuh Vania.Starla tampak berpikir sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Lalu kalau aku nggak di terima, bagaimana?”“Ya ... Paling kamu jadi pengangguran berkarat.” Vania terbahak di depan Starla.“Sialan kamu, Van!” Starla kembali mengumpat.“Sudah. Kamu tenang saja. Aku punya kenalan orang dalam. Aku bisa minta tolong kenalanku itu untuk mendaftarkan kamu. Jadi, kamu siap-siap saja,” terang Vania.Starla hanya bisa pasrah.Kata orang-orang, kekuatan orang dalam itu mengalahkan segalanya. Jadi, Starla hanya perlu menunggu dan melihat seberapa besarnya kekuatan orang dalam yang bisa membuatnya masuk ke perusahaan bergengsi tersebut.Fifteen years laterThe world continued its course, my pack had been consolidated thanks to Ariana's contributions. Albert, today he was returning home after fourteen years studying at the academy. Although he always saw for special dates or the anniversary of his mother's death, this time his return was different, because he saw to stay.Ariana gave orders to her people, while I had become a gardener who kept the garden where Aitana rests beautiful. Although to be honest there is little I have to do, because the islanders take turns every few hours to take care of the flowers and bring new ones in honor of the woman who fought to the end.So, I am almost all the time exercising, answering Ariana's tough questions so my brain doesn't rust and going to medical checkups at the insistence of my children.But, today, I would not be the boring man in his monotonous routine, today I would see my son. That one who had succeeded in that academy that now had t
Everyone on the island begins to show their respect for Aitana, while I watch as everything we experience here passes like a few seconds in a trailer. Remembering how I despised her and she wanted to leave here, throwing herself out of a window, makes me realize how much we have changed.Because it is in this place where she wanted to escape from, where she now wants to be forever. One by one they leave, leaving only Cleotilde's family and my closest men, those who knew our story.The night arrives and the castles are illuminated, at Aitana's request, we enter the one that was my castle, where the memories of my mistakes slap me so hard that I find it complicated to continue, however, a warm hand is placed on my hand and invites me to continue."Collect all the pain in here, I want to take it with me." Aitana says and I swallow hard."Aitana...""I am an expert in bearing pain, let me pick up all that pain clinging to those memories, I will take them with me
Six months laterWe had spent the time the doctors had given Aitana and although I wish that was the sign that they had made a mistake with the diagnosis, that was not the case. She had gotten much worse. So much that it hurt.There were times when she didn't remember who she was, others, where she didn't know how to move and at some, she would become so violent as she screamed for them to end her life. She would vomit, many times she would soil herself because she couldn't even warn them.Other times, she would wake up not knowing how to talk and with each step, her brain cancer would take over so much that we had to put the videos and photos we had taken on each walk, because many times she was suspicious even of the children.Today, for example, she did not speak, she did not move, it seemed that she was in a vegetable state, but, it was because her brain was barely functioning, being invaded by a tumor that looked like something full of spikes that were even
We had to let go and I was glad that even remembering all that we had lived and not remembering how well we had spent these months traveling, she decided to move forward. I couldn't say that I decided without knowing what I was doing, because Aitana knew it and I was glad she didn't hold a grudge."I want to leave here. I want us to resume our family trip today" Aitana says and I try to process what's going on."I understand, we will be leaving today" I say trying to get up."Although I don't remember what happened these past few months, there are pictures that give me an idea of it. Also, a few days ago, I had started to write down my thoughts of what I had experienced and although I left a general idea of what I had experienced, I know that I have enjoyed it. That we have been happy" says Aitana and I nod."We really have been. Even though we have measured time, we've spent time being happy the four of us." I murmur and she holds out her hand, which I take.
I could not understand what was going on. The woman who had been hostile when I asked her to come back, was now kissing me. I didn't understand what was going on and although I wanted to kiss her, I pulled away feeling that I was taking advantage of her confusion."Is something wrong?" asks Aitana and I stick closer to the back of my seat, to be away from her."I don't want you because of your mental confusion to feel like I'm taking advantage of you by kissing you" I say and she smiles."I'm the one who started the kiss.""But, I have my memories and I know you didn't agree to come back with me before the surgery or after you didn't have all your memories of the past like you do now." I murmur and she smiles."You are so cautious now. You don't look like the man who kissed me on our wedding day, just because I had another man's scent near me" she murmurs.I immediately, blush for having been so bold knowing I had a curse that could have killed he
The following dayWe had not been able to leave Amsterdam as we had planned, because Aitana was still not awake. Fortunately, the doctors said it was exhaustion that had her sleeping and not something serious.Exhausted from almost no sleep, thinking that she would wake up, I go out to have some coffee and with the computer working on the door of her room, I wait for the hours to pass. However, I have barely managed to sit up in the chair, when I hear a groan.Fearing that something bad has happened in my absence, I open the door to the room, which makes my legs weaken. The woman, who had not woken up, moans slightly as she tries to get up."I'll help you" I say running to her.Gingerly, I help her to sit up and I stand watching her, waiting for a scolding for allowing her to fall, an apology for scaring us or anything. I don't care if it's an insult, what matters to me, is that she speaks.That she tells my mind that she's alive. Because just seeing he
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Komen