Share

8. Perihnya Rasa

Brugh ...

Alghara Fredicson mendorong Renata ke dinding, telapak tangannya dijadikan bantalan ketika kepala Renata hampir terbentur tembok.

Mata Renata semakin jijik melihat perlakuan Alghara, Renata mengangkat tangannya. Setidaknya memberikan perlawanan kepada Alghara yang mulai mendominasi dirinya.

"Mau tampar aku lagi?" tanya Alghara. Matanya mulai menggoda, hidung mancungnya dia dekatkan dengan batang hidung Renata.

Samar semilir angin halus terasa di wajah Renata, dia hanya bisa menatap tajam, pria yang tengah menggungkungnya. Renata hanya bisa mendengus kesal, perlawanan yang dia lakukan hanya lah sebuah kesia-siaan.

"Tolong Pak Al, saya harus kembali bekerja!" tegas Renata, mata huzelnya terus melihat tajam, menusuk ke dalam mata Alghara.

"Bekerja denganku saja, sekali pelayanan yang kamu berikan. Aku akan berikan segala yang kamu inginkan," ucap Alghara, yang terus memancing Renata dengan sentuhan-sentuhan halusnya. Bibir Alghara mulai mendekati bibir ranum Renata, sentuhan kecil yang berhasil membuat tubuh Renata terasa tersambar listrik.

Renata terdiam tak memberikan perlawanan, bukan pasrah namun saat ini kalau pun dia berontak hanya akan menambah hasrat Alghara.

"Kenapa kamu diam? Apa kamu sudah lelah atau mulai menyukainya?" tanya Alghara dengan suara lembut.

"Sudah aku katakan, lepaskan aku, Pak Al!" seru Renata meninggi.

"Tapi aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, jangan coba menghindar dan berlari dariku!" bentak Alghara menjawab seruan Renata.

Renata terhenyak ketika Alghara menarik pinggang dan menempelkannya di perutnya.

"Tolong jangan lancang, Pak!" 

"Teriak dan bentak sesukamu, karena tidak akan ada yang bisa menghentikanku!" sarkas Alghara, matanya makin menusuk tajam.

Tubuh Renata semakin bergetar mendengar ancaman Alghara.

"Lepas Pak. Saya hanya gadis bodoh dan miskin," lirih Renata mengambil napas berharap ada bantuan dari teman-teman satu kantornya.

"Asal kamu tahu, kamu akan aku jadikan gadis paling bahagia, Renata Prameswari. Do you want it?"

Walaupun Alghara menawarkan Renata seluruh isi dunia, dia tidak ingin harga dirinya diinjak hanya karena menginginkan harta dan tahta.

Dengan sekuat tenaga Renata kembali memberontak, tangan Alghara makin nakal menarik Renata dalam pelukannya. 

"Pak lepas!" bentak Renata.

"Teriak yang paling kencang!" Tangan Alghara mencekik leher jenjang Renata.

Sesaat Renata tak berdaya karena kekurangan oksigen.

Brakk ...

Pintu ruangan meeting dibuka dengan kasar oleh Demitrio, dia terkejut melihat Renata yang tengah terengah karena cengkraman Alghara.

"Al! Lepaskan Renata," bentak Demitrio.

"Selangkah saja kamu mendekat, aku tidak akan segan melenyapkan gadis ini,"

Demitrio melihat Renata yang semakin ketakutan, tangannya mencoba melepaskan cengkraman Alghara.

"Ini yang akan kamu terima, jika kamu menolak terus ... dan Demitrio yang akan menjadi tumbalnya," bisik Alghara tepat di kuping Renata, bulir-bulir bening mengalir deras di pipinya.

Renata hanya bisa menunduk, tidak tahu apa yang harus dilakukan? Mengikuti permainan Alghara atau menjadikan Demitrio sebagai korban kebengisan Alghara. Semua rasa bercampur di hati dan di benak Renata.

Tanpa sadar tubuh Renata ambruk, lemah jiwa dan raga. Tubuh rampingnya sudah tak bergerak lagi, Alghara sangat panik melihat Renata yang sudah tak bergerak.

"Al lepas! Renata pingsan, Al!" teriak Demitrio, menghempaskan tangan  Alghara yang masih menempel di leher Renata.

Alghara hanya diam memaku, entah apa yang dirasakannya pada saat ini? Hanya penyesalan karena keegoisan yang ada dalam hati Alghara.

Demitrio menggendong Renata, meninggalkan Alghara yang masih terdiam.

***

Demitrio menggendong Renata yang tengah pingsan menuju ruang direksi. Selama diperjalanan, semua karyawan dibuat takjub dengan perlakuan atasannya.

Mungkin hari ini adalah hari patah hati, semua karyawan wanita penggemar ketampanan Demitrio. Mereka hanya diam ternganga dan mungkin sebentar lagi akan menjadi topik terhangat.

Braak ...

Demitrio membuka pintu ruangan dengan kasar, membaringkan Renata di atas sofa dan mulai memberikan napas buatan pada Renata.

"Bangun Re! Jangan buat cemas gini,"

Demitrio memompa dada Renata dan memberikan napas lewat bibirnya, tapi belum ada pergerakan dari Renata.

Demitrio mengangkat dan menurunkan tangan Renata berkali-kali, memberikan pelemasan pada otot-otot tegangnya.

Uhuk ... Uhuk ...

Renata terbangun dan membalikkan badannya ke pinggir.

"Syukurlah kamu sudah sadar, Re,"

Renata masih terdiam, kepalanya terasa berat. Dia mencoba mengangkat kepalanya, namun hanya denyutan yang dirasa.

"Jangan terlalu dipaksakan, Re," ucap Demitrio lembut.

Demitrio mengangkat tubuh Renata dan merubah posisinya menjadi terduduk.

"Minum dulu, Re," 

Renata dengan senang hati menerima perhatian Demitrio.

"Jadwal bapak selanjutnya, bertemu dengan Nyonya Velope," kata Renata yang masih lemah untuk berucap. 

"Please Re, jangan ngobrolin jadwal dulu. Nanti kita jadwalkan lagi, ya." Senyumannya terkembang diantara bibir ranumnya.

Demitrio menangkup wajah cantik polos Renata, tangannya mulai membelai lembut pipi Renata. Menyisir lembut rambut Renata dengan jari-jarinya.

"Tolong jangan lakukan ini, pak," lirih Renata, karena tahu apa yang dilakukan Demitrio hanya akan membawa pada mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan. Kenyataan bahwa Demitrio tidak akan pernah menjadi miliknya.

"Aku tidak akan melakukan apa-apa, jangan cemas." Matanya lekat melihat Renata dengan lembut.

"Oh Tuhan, kenapa aku semakin menyukainya?" batin Renata berkata.

Deg ... Deg ...

Degub jantung Renata terasa bergerak tak beraturan, ingin rasanya menghambur memeluk Demitrio yang semakin lembut. Tapi perasaan suka yang mulai ada dalam hati Renata, harus dia kubur dalam palung terdalam sebelum Demitrio merubah segala perbuatannya.

Dan pada saat ini, hanya tatapan lembut yang bisa Renata lakukan.

"Kenapa jadi begini, Re?" batin Demitrio ikut berkata.

"Re, kamu ingin sesuatu?" tanya Demitrio menetralisir keadaan.

Dan dijawab Renata hanya dengan gelengan kepala.  

"Aku akan membersihkan luka bekas cengkraman Alghara, bolehkah?" Demitrio mulai mendekati tubuh Renata.

"Maksud bapak, apa?" 

Kepala Demitrio sudah berada di leher jenjang Renata, menempelkan bibir dengan sentuhan hangatnya.

"Kamu suka, Re?" 

"Pak tolong, jangan begini, pak," suara Renata makin tercekat, namun saat ini dia malah menikmati sentuhan Demitrio.

Demitrio dan Renata menyalurkan apa yang tengah dirasakan, hanya mereka berdua yang mengerti apa yang tengah terjadi.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang tengah menatap mereka dengan nyalang. Hatinya terbakar melihat kedekatan mereka, tangannya terkepal, darah segar mulai menetes karena kerasnya cengkraman kuku-kuku yang menembus kulitnya.

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nona_Bawell
Kayanya Renata harus segera di resmikan sama Demitrio,biar s Alghra tambah panass..😂😂😂 Semangat othorr😍😍😍
goodnovel comment avatar
Mikayla Azahra
Lanjut kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status