Angelina membuka kelopak matanya yang terasa berat. Satu-satunya yang mampu dia kenali pertama kali hanya cahaya dari lampu pijar yang bersinar kelewat terang, seolah-olah berambisi untuk membutakan saraf optik dan retinanya. Kening wanita itu mengernyit, lantas kembali terpejam menahan gempuran silau yang menusuknya.
“Apa yang terjadi?” gumam Angelina dengan nada parau.
Linglung dan pusing merupakan sensasi paling dominan yang sedang tubuh Angelina rasakan sekarang. Dia mencoba membuka matanya lagi, tetapi gagal. Otaknya masih belum berhasil membuat kompromi untuk menjadikan seluruh sistem kesadarannya terbangun secara penuh.
Angelina spontan mengumpat dan membiarkan tubuhnya lumpuh sementara. Dia lagi-lagi berjuang agar dapat terjaga dari ketidakberdayaannya. B
“Apa kau merasa sakit? Ingin memukulku? Ingin menyumpahiku?” desis Adam yang kini berjongkok menyejajarkan posisi wajahnya pada Angelina.Wanita yang masih menangis itu balas memandang ke dalam sepasang mata abu-abu milik Adam dengan sorot ragu. Pertama kalinya, Angelina dapat kesempatan untuk menatap jelas iris dingin yang pernah menawan hatinya lagi setelah sekian lama berpisah. Tanpa serbuan rasa takut yang sempat menodong dadanya di flat sore kemarin.Angelina spontan menyeka air mata dan benda dengan potongan asscher—bentuk persegi yang meninggi—itu mengenai pipi kanannya. Dia mengerjap-ngerjap demi menjernihkan pandangan ke arah batu berlian yang memancarkan sejuta kilau di jari manisnya. Cincin yang membuat wanita itu
Angelina melepaskan handuk yang semula melekat di sana. Tubuh polosnya pun seketika terakses dengan leluasa, sementara sorot mata tajam Adam memindai dirinya tanpa kedip. Lekum di tenggorokan pria itu bergerak turun, lantas kembali naik dan menghamburkan segenap dahaga yang menuntut untuk dipuaskan.Setelah menunggu tahun demi tahun, akhirnya hari itu tiba. Masa di mana Adam dapat menyaksikan Angelina-nya meliukkan pinggul seksi itu lagi. Masa di mana Adam dapat mencicipi bibir wanita yang selalu membuatnya dijerat oleh candu.Semua penderitaan Adam akan terbayar tuntas sekarang. Seluruh kepedihan yang sempat mencengkeram erat setiap fragmen di dadanya juga akan lenyap dan tergantikan dengan sorak penuh kemenangan. Wanita itu resmi menjadi miliknya selepas janji sepihak yang terucap di depan seorang pendeta yang dipaksa untuk bungkam
Detik berikutnya, Adam serta-merta berubah menjadi sosok yang berbeda. Segalanya langsung terjadi dalam sekejap. Dia membuka ikatan gesper yang sempat membelenggu Angelina, lantas membopong tubuh polos itu ke atas ranjang dengan ayunan langkah panjangnya.Gerakan Adam lembut dan penuh perlindungan, seolah-olah Angelina merupakan figur yang akan rapuh oleh satu sentuhan. Dia menurunkan punggung kecil itu dengan hati-hati, kemudian mengecup singkat keningnya yang setengah basah sebab rambutnya—dari sisa keramas—masih belum kering sempurna.“Berbaringlah sebentar. Aku akan mengambil alat pengering rambut untukmu,” ucap Adam yang menjaga emosi di wajahnya tetap datar seperti semula.Adam beranjak ke arah nakas yang berukuran lebih pendek di dekat jendela, lantas memeriksa isi lacinya dengan sikap tenang. Setelah menemukan benda yang dicari, dia pun berbalik dan menyalakan alat yang mengeluarkan suara dengung itu untuk Angelina. Adam tersenyum
“Mengapa Mom pergi tanpa pamit, Dad? Apa dia sedang membeli kue pai untuk kita?” tanya Arthur yang baru saja memeriksa kamar Rupert di flat.“Entah, Arthur. Kita akan mengetahuinya nanti. Ponselnya masih tidak dapat tersambung sekarang.”“Well, aku agak sedikit lapar.”“Lapar? Baiklah, Kawan. Kita akan lihat ada bahan makanan atau tidak di dapur.”Mereka beranjak ke lorong yang langsung mengantar langkah kecil Arthur menuju dapur. Bocah itu melongok ke atas meja berbentuk persegi panjang yang kosong dan mengedarkan pandang ke samping—mencoba mencari tahu di area lain—sambil menyimpan harap akan menemukan sebatang cokelat atau apa saja.“Apa Mom sudah menghabiskan semuanya? Mengapa dia tidak menyisakan satu permen untukku?”Kening Saga seketika mengernyit menyaksikan pemandangan ganjil di depannya. Tiada tanda-tanda bahwa Angelina pernah menggunakan kompor atau pun melaku
Tubuh Angelina terbaring tanpa kuasa di bawah dekapan Adam. Ciuman penuh hasrat dari pria itu memberondong bibirnya secara bertubi-tubi. Sukses membuat tarikan napasnya melenguh seperti amukan badai.Akal sehat Angelina pun mendadak menguap dan berhenti bekerja, lantas membujuk dirinya untuk larut dalam permainan yang Adam tawarkan. Sisi Adam Ford yang liar itu menciptakan sejenis keputusasaan tersendiri di dalam hatinya. Matanya terpejam menahan gejolak yang sang CEO itu berikan tanpa jeda.Membuat Angelina mengerang dan mencapai klimaks di bawah pacuan tubuhnya merupakan ambisi yang ingin Adam capai kala itu. Dia meraup rahang Angelina—menempatkannya di hadapan wajah—melancarkan aksi pertukaran saliva yang kelewat menggebu-gebu itu dengan cepat.Raungan tertahan dari mulut Angelina sontak mengudara sesaat setelah jemari Adam menyusup masuk ke balik pakaian berpotongan longgar yang sedang dia kenakan. Bulu kuduknya seketika meremang merasakan sensas
“Ke mana kita akan pergi, Dad?”Saga menoleh sekilas pada Arthur yang merasa heran dan membalas, “Menjemput Mom.”“Mom?”“Ya, Nak. Kita akan bertemu Mom sebentar lagi. Kemasi barang-barangmu dan pastikan kau tidak meninggalkannya, hm?”“Baiklah, Dad. Berikan aku waktu lima menit untuk mengecek semuanya.”Saga mengangguk pada Arthur yang kemudian beranjak dari dapur setelah kenyang dan selesai menghabiskan empat potong piza berukuran besar. Bocah itu setengah berlari demi mempercepat langkah. Dia kembali mendatangi Saga sekitar tiga menit selepasnya.“Segalanya beres!” seru Arthur yang kelewat bersemangat untuk berjumpa kembali dengan sang ibu.“Sempurna. Kita akan berangkat sekarang.”Dengan mengendarai taksi, mereka pun bergegas menuju ke satu tempat yang asing. Kawasan paling timur yang megah. Area prestise yang akan membuat orang-orang mendad
“Pengantin apa?” raung Saga yang suaranya kembali menggelegar seperti gemuruh.“Apa kau ingin memberi ucapan selamat pada kami?”“Dasar bajingan!” umpat Saga yang kemudian melayangkan tinjunya tepat ke rahang kiri Adam.Adam sontak terhempas ke belakang. Punggungnya menabrak anak tangga hingga terjengkang dan membuatnya meringis menahan nyeri. Pria itu pun bangkit dengan segera.Adam memberi serangan balasan pada Saga—menendang dada dan mendaratkan satu tinju lain di hidungnya—menciptakan suasana panik yang merebak kental di antara mereka. Darah langsung mengucur deras dari sana. Saga otomatis mundur dengan terhuyung akibat kerasnya hantaman.“Cukup, Adam! Hentikan sekarang juga!” pekik Angelina yang spontan menjadi histeris setelah melihat kondisi Saga.“Apa hanya itu yang kau punya?” tantang Adam yang memilih untuk mengabaikan peringatan.Detik berikutnya, Saga
“Tidak ada yang harus kujelaskan,” sanggah Angelina yang masih bersikukuh dengan pendiriannya untuk menyembunyikan identitas Arthur.“Orang buta sekali pun akan tahu bahwa dia lebih mirip denganku. Bukan dengan pria itu. Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu,” sahut Adam yang nadanya seketika berubah menjadi parau.“Aku tidak ingin berdebat denganmu la—”“Kau bukan tidak ingin, tetapi takut!” sela Adam yang langsung menyambar kesempatan itu untuk menekan Angelina.“Takut? Denganmu?”“Kau takut rahasia yang telah kau simpan selama bertahun-tahun akan terbongkar sekarang.”“Itu sama sekali tidak benar, Adam. Kau membuat asumsi yang—”“Aku ingin tes DNA. Se-ka-rang,” tegas Adam yang mengunci tatapan pada wajah Angelina.“Tes DNA? Kau sangat lucu.”“Lucu katamu? Aku ingin kau bersumpah demi dirin