Share

6. Tersapu Gairah

Angelina terengah-engah, dia menyeka bibir dengan punggung tangannya dan memalingkan wajahnya ke samping menghindari tatapan mereka saling bertemu. Sementara Adam yang mengetahui tingkah gugup wanita itu kemudian kembali menggodanya. Dia memegangi dagu Angelina, membuat ruang di antara mereka hilang hingga netra abu-abu dan biru itu menyatu dalam jajaran lurus yang sontak menciptakan perasaan lain di dada Angelina; hasrat. Gairah yang sama yang tengah melalap diri pria itu sekarang.

Adam tersenyum sesaat sebelum bibirnya lagi-lagi meninggalkan noda basah di permukaan bibir Angelina. Dia mencecap dengan intens, seolah-olah tubuh wanita itu merupakan heroin yang selalu menawarkannya candu. Angelina meringis menahan serangan demi serangan yang pria itu lancarkan untuknya sampai di titik dia tak kuasa lagi membendung sejuta gejolak yang melingkupi dadanya dan Adam langsung melepaskan tautan fisik mereka.

“Kupikir kau akan melawanku,” ejek Adam yang diiringi tawa pendeknya.

Kedua pipi Angelina spontan berubah warna. Dia bermaksud membuang muka, tetapi Adam kembali menahan wajahnya. Dia tersenyum dengan garis ekspresif yang menandakan rasa bangga sekaligus puas itu menjilati pikirannya. Pria itu senang menemukan fakta bahwa Angelina memberikan segenap reaksi yang memang ingin dia lihat.

“Tatap aku, Angelina. Kau tidak diizinkan untuk memindahkan pandanganmu,” cetus Adam yang seketika membuat Angelina menumpahkan semua perhatiannya pada pria itu.

Kini jemari Adam bergerak menelusuri garis rahang Angelina—turun dan turun—menetap di area lehernya yang makin lama makin menjenjang sebab dia juga menikmati gerakan dengan pola acak yang pria itu sketsakan padanya. Punggung wanita itu terguncang. Dia nyaris kehilangan akal sehatnya atau barangkali kewarasannya memang sudah menguap bersama pesona Adam yang membutakannya.

Detik berikutnya, Adam menyentak piama Angelina hingga pakaian itu robek dan menjadi seonggok kain tiada arti. Wanita itu terkesiap, lantas menyilangkan kedua tangannya di dada menutupi tubuhnya. Namun, Adam bergerak lebih tangkas. Dia menelikung sepasang pergelangan tangan Angelina ke atas, membatasi pergerakannya.

“Sempurna. Mereka besar,” desis Adam yang mengomentari pemandangan kembar di hadapannya. 

“Le-lepaskan aku,” pinta Angelina yang meronta-ronta.

“Sst, berhentilah melawanku. I want you to know how it feels to be powerless.”

Kepala Adam merendah dan mengakses bagian tubuh Angelina dengan mudah. Lidah pria itu mengembara meninggalkan jejak gigi di sekitar areola, membuat satu desahan lolos dari tenggorokannya. Napas Angelina berubah memburu—dia menggigit bibirnya kuat-kuat—mencegah suara lain muncul. Itu sangat memalukan, pikirnya.

“Lihatlah, tubuhmu yang kurang ajar berani menantangku sekarang. Mereka tegang dan siap untukku,” kekeh Adam dengan kadar arogansi yang menyesaki sorot matanya.

“Tidak,” sanggah Angelina yang menyerupai bisikan atau erangan.

I promise you’re going to enjoy this shit, you hear me?”

Tekanan di permukaan bibir Angelina mencapai batasnya—menggores membran tipis itu dengan ujung giginya sampai mengeluarkan darah—tanpa dia sadari. Adam yang melihatnya refleks mengusap menggunakan ibu jarinya dan mengarahkannya kembali ke wajahnya sendiri. Dia menjilati cairan berisi plasma milik Angelina yang masih merembes ringan di sana.

“Darahmu juga terasa manis sekali,” puji Adam yang sontak membuat wanita itu mengerutkan keningnya.

“Aku tidak tahu bahwa identitas aslimu adalah vampir,” sindir Angelina yang merasa jijik.

“Anggap saja aku dan vampir merupakan entitas yang sama. Kami menyukaimu.”

Angelina hanya melengos dan lagi-lagi mencoba untuk membebaskan diri. Namun, perangkap Adam jauh lebih kuat dari daya yang dia punya. Wanita itu terus memohon, meskipun Adam mengabaikannya.

“Kita akan melakukannya di tempat yang kering agar kau tidak dapat kesempatan untuk menolakku lagi.”

Adam kemudian menggendong Angelina—mengangkut dan menghempaskannya—di atas ranjang. Tubuh Adam yang kokoh seketika menimpanya dari samping. Pria itu mengecek seberapa siap Angelina melaju ke tahap selanjutnya. Dia tahu wanita itu juga menginginkannya. Mulutnya boleh berkata bohong, tetapi raganya tidak. Seluruh sarafnya menuntut stimulan yang lebih dari sekadar kecupan.

Adam melucuti semua pakaian Angelina. Dia kembali menjelajah dan membenamkan kepalanya di antara kedua paha wanita itu secara tiba-tiba. Dalam sekejap, Angelina pun meraung. Sensasi berbeda yang diberikan oleh Adam sukses membuat dirinya terlempar tinggi sebelum akhirnya segenap sel yang berkumpul di pusat tubuhnya meledak menjadi ribuan keping. Sungguh, pengalaman pertama yang menakjubkan baginya.

“Kau menikmatinya, bukan?” tanya Adam sambil menyeka bibirnya yang berkilauan.

Angelina benci mengakuinya, tetapi tubuhnya justru pandai berkhianat. Dia menggeleng, sementara gemetar di sepasang tungkainya masih berlangsung dan mengosongkan isi kepalanya. Adam menyunggingkan seringainya—puas—dengan ketidakberdayaan yang wanita itu rasakan.

“Giliranku sekarang.”

Adam bergerak menuntun penyatuan mereka, memaksakan miliknya masuk dan menciptakan persepsi baru untuk Angelina. Dia menjerit keras setelah pria itu berhasil menembus himen rapuh yang bermuara di dalam dirinya. Gelombang gairah yang semula membakar dada Adam seketika menyusut selepas dia menabrak sesuatu yang belum pernah dikoyaknya—selaput itu tercabik seiring dengan kuatnya hunjaman—membentur inti tubuh Angelina.

Adam terperangah, “Perawan? Kuharap kau tidak sedang membuat lelucon.”

Angelina memandang pria yang ada di atas tubuhnya dengan tatapan gusar, “Apa kau pikir aku badut?”

Rasa bersalah sempat menyelusupi diri Adam. Dia berdecak, lantas membiarkan berahi itu lagi-lagi memuai mengikat logikanya. Dia mencengkeram rahang Angelina, menciumnya dengan kasar serta memajukan tulang panggulnya untuk menukik lebih jauh sekaligus lebih dalam dari sebelumnya. Pria itu menikmati setiap teriakan yang Angelina lontarkan.

Beberapa menit berlalu, nada sumbang itu pun berganti menjadi erangan kecil yang mengalun mengimbangi ayunan Adam. Tubuh Angelina mampu beradaptasi cepat pada ritme pergumulan mereka. Pria itu memberikannya tempo yang sesuai, pacuannya pas dan akan kembali mengirimnya dalam sebuah palung bernama kehancuran; segera.

“Tu-Tuan Ford,” panggil Angelina terbata-bata, sorot matanya membuang ke segala arah.

“Cukup sebut aku Adam saja,” pinta Adam yang sistem pertukaran udaranya ikut kacau sekarang.

“A-Adam, Adam...”

Adam yang tahu bahwa Angelina ingin meraih pelepasannya sontak memperlambat intensitas gerakannya, membuat wanita itu mengejar dan memohon atas kenikmatan yang dia dambakan. Kelopak matanya menjadi sayu dipengaruhi hasrat—oh, dia benar-benar harus memperolehnya sekarang!

“Apa kau menginginkannya?” goda Adam yang berhenti mengayuh pinggulnya.

“Y-ya, kumohon. Aku menginginkanmu. Aku menginginkannya.”

Angelina merengek untuk yang kedua kalinya dan gerakan terlatih itu langsung hadir memenuhi dirinya. Jenis buaian yang tepat; sauh yang berlabuh di titik lemahnya. Tubuh wanita itu membusur serta memekik dengan hebat setelah gulungan ombak yang ditunggu-tunggu datang menyapunya—menyeret Angelina ke dalam muntahan magma Adam yang menenggelamkannya—di antara nikmat duniawi.

“Sialan, Angelina! Kau sempit. Bercinta satu kali denganmu tidak akan pernah cukup,” sembur Adam melalui gertakkan giginya yang saling menggesek satu sama lain dan tubuh pria itu roboh menindihnya mengakhiri babak pertama dari kegiatan intim mereka.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status