"Menurutmu untuk apa Moa datang ke sini?" Yooshin berjalan mendekati Nara yang duduk di sebuah bangku yang ada di depan rumahnya."Aku tidak yakin. Tapi apakah mungkin kalau dia masih mengincarku? Aku pergi dari sana dan sekarang dia kehilangan mangsanya, kan? Dan aku yang harusnya bisa bersikap lebih berhati-hati justru terlalu santai dan masih bisa pergi ke berbagai tempat, sampai sampai kedatangan Moa ke desa tak aku sadari sama sekali. Jika saja Moa bertingkah lagi, maka hari ini akan terjadi hal yang mengerikan. Aku benar-benar lalai dari tugasku sebagai seorang pelindung desa ini," ujar Nara."Tidak, Nara. Ini bukan sepenuhnya salahmu. Setidaknya kita harus bersyukur kalau tak terjadi hal yang buruk hari ini. Kau tidak sendiri, ingat itu. Aku akan membantumu."Nara membuang napas pelan. "Kau tahu, Yooshin? Aku selalu merasa bersalah setiap kali melibatkanmu dalam hal berbahaya seperti ini. Nyawamu juga berkali-kali hampir terancam.""Akulah yang merasa bersalah karena membiarkan
"Pantas saja aku merasakan hawa keberadaan yang begitu tidak menyenangkan, ternyata itu datang dari seorang kakek tua pembuat topeng." Moa sengaja menekankan bagian akhir kalimatnya dengan salah satu sudut bibir yang naik. Ia menatap Seungmo dari atas hingga bawah, lalu menatap ke sekitarnya. "Kurasa kali ini kau datang sendirian ke sini, kenapa? Kau tidak meminta beberapa anak buahmu untuk datang menemanimu? Kupikir di antara manusia itu kau yang paling kuat, tapi ternyata dugaanku salah karena pada dasarnya kau adalah yang paling lemah."Seungmo menghela napasnya berat. "Kali ini aku datang sendiri, benar-benar datang sendiri ke sini.""Ya, aku tahu itu. Kau memang ke sini sendirian karena aku juga tidak merasakan adanya keberadaan manusia lain selain kau di sini. Jadi, Pak Tua, mau apa kau datang ke sini?""A-aku... "Seungmo menelan ludah. "Aku ingin kau melepaskan cucuku."Kedua mata Moa berkedip dua kali, lalu ia tertawa dengan kencang. "Apa yang baru saja kau katakan? Melepaskan
"Hati manusia tidak menjamin kalau semua manusia itu memiliki jiwa yang bersih. Atau mungkin tak ada satu pun? Mereka terbentuk dari keegoisan dan juga keserakahan. Kadangkala manusia merasa tidak pernah puas dengan apa yang apa mereka dapatkan, apa yang mereka miliki. Lalu sebagai jalan pintas, mereka akan melakukan segala cara demi mendapatkan apapun yang mereka inginkan."Kedua mata Nara terbuka dan ia langsung mendudukkan tubuhnya. Ia refleks bergeser saat menemukan Moa berada di dalam kamarnya untuk yang kedua kali."Ah, apa aku membuatmu terbangun?" Pria itu berujar."Sedang apa kau di sini?" tanya Nara.Salah satu sudut bibir Moa naik dan ia menatap keluar jendela kamar Nara yang terbuka. Bintang-bintang tampak bersinar dan juga bulan yang terlihat seperti mengasuh mereka semua."Menemanimu," jawab Moa seadanya.Nara tak menanggapi. Dengan berhati-hati tangannya bergerak mengambil sebuah pedang yang ada di dekatnya."Aku datang ke sini bukan untuk membuat masalah, ataupun kekac
"Apa yang kau lakukan di sini?" Nara menatap ke sekelilingnya dan menarik Moa agar menjauh dari sana. "Kau sekarang sudah punya keberanian muncul di depan umum, rupanya. Kau tidak takut jika kami semua menyerangmu di sini?""Kenapa juga aku harus takut?" Salah satu sudut bibir Moa naik. Salah satu tangannya terangkat dan mengusap puncak kepala Nara, namun gadis itu langsung menepisnya dengan agak kasar."Jika kalian memang ingin menyerangku secara bersamaan, maka serang saja. Toh nanti hasilnya akan tetap sama, karena kalian semua yang akan berakhir jadi santapanku." Moa menjilat bibirnya, membuat Nara mengepalkan kedua tangannya."Aku sekarang penasaran, di mana kau menyimpan norigae itu? Aku sama sekali tidak merasakan keberadaannya di rumahmu, bahkan di tubuhmu. Kau juga tidak memakai satu pun norigae sekarang, termasuk norigae palsu itu." Moa kembali berujar. "Ia berjalan mengitari Nara seraya menatap penampilan gadis itu dari atas hingga bawah, tanpa adanya satu pun celah yang te
"Jangan memarahi paman ini, Nona. Dia adalah paman yang baik."Nara hanya bisa berkedip dua kali mendengar penuturan anak itu. Ia lalu memijat pelipisnya dan berkata, "apa yang sudah kau katakan padanya?" tanyanya."Hm? Apa maksudmu? Aku sama sekali tak melakukan apa-apa," ujar Moa. Ia lalu tersenyum dan mengusap puncak kepala anak itu. Anak itu pun segera berpamitan untuk pergi dari sana."Aku peringatkan padamu agar kau jangan pernah berani mempengaruhi para penduduk dengan topeng kebaikanmu itu. Kau tahu sekalipun kau mengubah wujudmu jadi orang lain, aku akan masih bisa mengenalimu bahkan dari jauh." Nara membuang napas pelan dan pergiDi belakangnya, Moa tersenyum tipis dan pria itu berjalan mengikuti Nara. "Kau selalu saja bersikap galak padaku, padahal aku sudah berusaha agar bersikap baik dan diterima di sini. Tapi kau selalu berkata kasar padaku."Ucapan Moa barusan membuat Nara menghentikkan langkahnya. Gadis itu lantas berbalik dan menat
"Ada satu hal yang mungkin tidak manusia ketahui tentang Moa." Seorang pria tua berkata kepada anak-anak yang duduk di atas numput dengan posisi mengelilinginya.Salah satu anak dengan hanbok berwarna biru yang sudah agak kusam itu lalu berkata dengan antusias dan mata yang berbinar-binar, "apa itu? Moa adalah mahluk mengerikan yang jahat, bukan? Orang tuaku berkata kalau mahluk seperti mereka itu tidak memiliki belas kasihan sama sekali," ujarnya yang langsung disambut dengan heboh oleh teman-temannya yang lain, yang berpendapat sama dengannya."Tapi kudengar Moa itu tampan. Apa benar?" Gadis lain berujar.Nara yang berada di sebuah kursi yang tak jauh di dekat kumpulan orang-orang itu hanya terkikih pelan. Memang tidak lucu, hanya saja ucapan anak kecil yang barusan itu memang benar adanya, kalau Moa memang memiliki wajah yang tampan."Moa bisa mengubah wujudnya menjadi orang lain, jadi tak ada yang bisa tahu kalau itu dia. Dia mungkin hampir tak pernah
Terbangun di tengah malam akan selalu mendatangkan berbagai macam pikiran yang akan membebani kepalamu hingga kau kesulitan tertidur kembali. Mulai dari hal sepele, hingga hal yang mungkin tak seharusnya kau pikirkan akan menghantui otakmu dan membuatmu terjaga.Seperti halnya di pagi buta seperti sekarang ini, kedua mata Seungmo terbuka tepat sesaat setelah ia mengalami mimpi yang tidak begitu menyenangkan. Pria tua itu memutuskan untuk keluar dan duduk di bangku yang ada di bawah pohon.Bayangan tubuh cucunya yang bersimbah darah dengan berbagai luka sayatan dan tusukan kembali membuat kepalanya hampir pening. Seungmo tak pernah berpikir kalau ia akan memimpikan hal mengerikan seperti itu. Ia memimpikan Nara mati terbunuh oleh Moa, dan itu adalah sesuatu yang buruk. Ia tak ingin mimpi buruk itu terealisasikan dan ia harus berbuat sesuatu. Namun kini Nara seperti bukan Nara yang dia kenal, gadis itu seperti bertransformasi menjadi gadis lain yang tak mengenalnya dan s
Keberadaan Nara tak tercium sama sekali selama beberapa hari terakhir, tak seperti biasanya. Moa berjalan menyusuri keramaian, berharap menemukan sesuatu yang menarik namun nyatanya tidak."Ke mana gadis itu?" ujarnya pelan seraya menatap ke sekelilingnya. Pedangnya juga sama sekali tak merasakan keberadaan gadis itu."Paman?"Moa tersentak pelan saat seseorang berujar padanya. Lelaki itu menoleh dan mendapati seorang gadis kecil yang terlihat tak asing. Kedua alisnya seketika bertaut, mencoba mengingat-ingat sosok gadis kecil itu."Paman masih ingat aku? Aku yang pernah diselamatkan oleh Paman beberapa hari yang lalu." ujar si gadis.Kedua mata Moa mengerjap dua kali. Perlahan kedua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan ke atas, ia lantas mengusap puncak kepala dari gadis itu."Ah, iya. Aku ingat. Bagaimana kabarmu, hm?" tanya Moa."Aku baik-baik saja, Paman. Aku benar-benar berterima kasih pada Paman karena menolongku. Pa