Share

Chapter 6. Rasa penasaran

Mia melepaskan tas yang ia pakai lalu meletakkan di meja rias di kamar Zev yang kini juga menjadi kamarnya. Kamar dengan dominasi warna abu-abu itu terlihat sangat maskulin, persis seperti pemiliknya.

Pintu yang belum lama Mia lewati terbuka kembali, Zev masuk sambil menggulung lengan kemeja sampai siku. Kedua bola matanya melihat sosok Mia yang berdiri menatapnya.

“Apa aku boleh pulang?” Pertanyaan itu kembali Mia lontarkan meskipun ia tau jika Zev sudah mengatakan rumah tersebut kini juga adalah rumah Mia selama menjadi istri dari Zev.

Zev menoleh. “Bukankah sudah aku katakan, rumahku adalah rumahmu.” Kemudian Zev duduk di tepi tempat tidur, meraih charger ponsel dan mengisi daya ponselnya yang hampir habis.

Mia tak berani mendekati Zev, ia takut jika Zev akan melakukan apa yang lelaki itu katakan saat di depan ibunya tadi. Membuatkan cucu, jika cucu yang di maksud lahir dari kandungan Mia maka Mia belum siap.

Kursi meja rias di tarik oleh Mia sebelum ia duduki. Mia masih ingat jika ia punya rumah di Denver - Colorado, rumah itu memang tidak seluas milik Zev atau malah jauh lebih kecil dari rumah Zev, tapi bagaimanapun juga rumah itu berhasil Mia beli dengan uang tabungan yang ia kumpulkan sejak usia sepuluh tahun.

Dan sekarang Mia berada di Los Angeles, posisinya sangat jauh dari Colorado. Jika menaiki kereta maka Mia akan menghabiskan waktu sekitar delapan jam. Linda dan Allexin bahkan tidak tau jika ia ada di Los Angeles hanya untuk mendapat pekerjaan, tapi sekarang malah terjebak menjadi istri Zev.

“Apa yang kamu pikirkan?”

Mia terlonjak ketika Zev menyentuh wajahnya, Mia bergerak menghindar sampai tangan Zev terlepas. Mia mendongak, ia berdiri dan refleks menjauh dari Zev. Lelaki itu memandang Mia dengan bingung.

“Apa aku semenakutkan itu sampai kau menjauhiku seperti ini?”

Mia menggeleng tanpa berkata apapun.

“Lalu kenapa kamu menghidar?” tanya Zev.

“Kamu masih orang asing bagiku, aku baru mengenalmu kemarin.” Jawab Mia.

Zev tersenyum tipis. Ia duduk di kursi yang tadinya di duduki oleh Mia, lalu Zev menepuk pahanya sendiri. “Duduklah.” 

“Duduk? Maksudmu duduk di pangkuanmu?” tanya Mia, Zev mengangguk dan Mia pun semakin menghindar.

“Tidak, tidak akan pernah.”

Salah satu sudut bibir Zev tertarik, penolakan Mia entah kenapa semakin membuatnya tertarik untuk membuat gadis itu mau menerimanya, seolah ada tantangan tersendiri ketika Mia tidak langsung menerima tawarannya meskipun Zev tau jika ujung Mia akan menurut.

Mia kini sudah membuka lemari, mengeluarkan beberapa helai pakaian untuk ia pakai. Saat ini hari sudah hampir malam dan ia butuh mandi setelah seharian beraktifitas di luar. Gerakan Mia berhenti, tubuhnya terangkat dan pakaian yang Mia pegang berjatuhan di lantai.

“ZEV!” pekiknya.

Zev tak menghiraukan seruan Mia. Lelaki itu duduk di tepi tempat tidur sambil memangku Mia, mengeratkan tangan di pinggang Mia agar gadis itu tidak berontak melepaskan diri. Sedangkan tangan Mia memegang kedua lengan Zev untuk menjaga jarak kalau Zev berusaha mendekat.

“Apa gelarku di kehidupanmu sekarang?” tanya Zev.

“Kau orang asing yang sudah menjadikanku istrimu, jadi kau adalah suamiku.” Jawab Mia apa adanya.

Zev tersenyum. “Lantas apa yang akan di lakukan suami pada istrinya setelah menikah?” tanya nya lagi.

Mia terdiam untuk berpikir. Ketika Mia menyadari arah tujuan Zev bertanya hal seperti itu, bola mata Mia melebar, ia akan melepaskan diri dari Zev tapi lelaki itu masih menahan pinggangnya dengan kuat dan tentu saja kekuatan Mia tak sebanding dengan Zev.

“Jangan macam-macam atau aku akan menjadi harimau untuk mencakarmu.” Ancam Mia, berusaha menyembunyikan rasa takut dengan bersikap berani.

Zev condong ke arah Mia, tangan Mia semakin menahan Zev sambil menghindari wajah Zev yang semakin dekat seolah akan menciumnya. “Aku tidak bercanda untuk mencakarmu jika kau berani lebih dekat!” ujar Mia.

“Aku tidak keberatan. Akan aku berikan apapun yang ingin kau cakar di tubuhku, mungkin saat aku memasukimu untuk pertama kalinya kau juga pasti akan mencakarku, bahkan sampai berdarah pun aku tidak keberatan.” Jawab Zev dengan santainya.

Mia menatap Zev, lelaki itu terlihat sangat santai seolah apa yang dia katakan barusan akan Zev lakukan. Mia tidak siap, apalagi harus di masuki oleh Zev. Meski tau di masuki dengan cara seperti apa, Mia tetap belum siap.

“Kalau begitu akan aku ubah caranya, aku akan mengigitmu.”

“Lakukan saja, apapun yang kamu inginkan terhadapku, aku tidak akan melarang.” Zev tersenyum ke arah Mia, wajahnya tinggal beberapa senti lagi dengan Mia tapi  Zev di kejutkan dengan sesuatu yang terasa nyeri di bagian lengan atas sampai membuat Zev berseru.

“AWW!” dan tentu saja respon Zev yang kaget berhasil membuat tangannya yang menahan Mia merenggang, Mia melompat dari pangkuan Zev, menoleh ke meja di mana ada sebuah penghias ruangan di sana, benda itu di ambil oleh Mia lalu di acungkan ke arah Zev.

“Jangan mendekat, atau aku akan berbuat nekat!” seru Mia.

Zev mengusap lengannya yang kembali di gigit oleh Mia, Zev tidak menyangka jika Mia memiliki gigi yang sangat tajam, untungnya Mia bukan vampir yang akan menghisap darahnya sampai habis.

“Apa kamu akan membunuh suamimu sendiri? Kita baru menikah kemarin, lalu kau sudah mengancamku seperti ini?” Zev tidak mempermasalahkan gigitan Mia, Zev pun berdiri menghampiri Mia sampai membuat gadis itu mundur. Rasanya Zev tidak akan puas untuk terus menggoda Mia.

“Aku bilang jangan mendekat! Aku peringatkan padamu sekali lagi!” ujar Mia.

Menggemaskan. Mia yang ketakutan seperti ini sangat menghibur untuk semakin Zev jahili.

Mia sudah mentok di tepi meja, ia sudah tidak bisa mundur lagi di saat Zev sudah semakin dekat. Penghias ruangan di arahkan pada Zev, benda yang sedikit runcing itu kini sudah hampir menyentuh baju yang Zev kenakan.

Bukan takut dengan ancaman yang Mia berikan, Zev semakin mendekat sampai benda yang Mia pegang berhasil menyentuh kulitnya. Benda tersebut tidak terlalu tajam jadi Zev tidak akan khawatir benda tersebut akan melukainya.

Wajah Mia pucat pasi, tapi bibirnya yang merah basah alami menjadikan gadis itu menarik. Sesaat Zev tidak mengatakan apapun, ia fokus menatap lekat ke wajah Mia yang ketakutan sampai tiba-tiba Zev tertawa terbahak-bahak saat puas menatap wajah Mia.

Mundur. Zev mengabaikan Mia yang bingung karena melihat Zev tertawa seperti itu. Zev melepaskan kancing kemeja lalu ia lepaskan benda itu dari tubuhnya, memamerkan bisep kekar di lengan dan perut Zev.

Glekk.

Bohong jika Mia tidak tertarik dengan tubuh Zev, tapi karena ego Mia yang terlalu tinggi akhirnya gadis itu memilih memalingkan wajah, tak ingin menatap Zev tanpa baju walaupun pemandangan saat ini sungguh sangat indah.

Zev masih tertawa, Mia masih dapat mendengar suara gelak tawa Zev hingga lelaki itu hilang di balik pintu kamar mandi. Hembusan nafas lega keluar dari bibir Mia sambil mengusap dadanya yang berdebar tak karuan. Penghias Ruangan di kembalikan di atas meja, Mia mengambil ponsel di dalam tas lalu keluar dari kamar.

Sejak kemarin Mia tinggal di rumah Zev tapi belum tau selum beluk rumah tersebut selain ruang tamu, dapur dan kamar. Mia berjalan sesuai kakinya melangkah. Beberapa kali Mia melihat maid lewat dan sedikit membungkuk untuk menghormati Mia, secara refleks Mia pun balas membungkuk.

Kamar yang Mia tempati ada di lantai bawah tak jauh dari tangga. Mia memberanikan naik ke lantai dua, sejak kemarin ia penasaran dengan situasi di lantai dua rumah Zev.

Kaki Mia kini sudah menginjak lantai dua, di sana ada beberapa ruangan yang tertutup, Mia tidak tau ruangan apa yang ada di sana, Mia juga tidak berani membuka ruangan itu selain hanya lewat begitu saja.

Langkah kaki Mia bergerak ke balkon yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Langit sudah gelap, bulan mulai memancarkan sinar yang terpantul dari air yang ada di kolam.

Hembusan angin di rasakan oleh Mia, matanya terpejam menikmati angin yang bercampur dengan aroma air yang khas. Merasa cukup menikmati udara di balkon, Mia kembali melangkah, ia tidak tau kenapa kakinya di arahkan ke satu pintu yang tertutup tak jauh dari balkon yang menghadap kolam.

Karena penasaran, Mia pun membuka pintu tersebut. Hal pertama yang Mia lihat adalah gelap, tangannya bergerilya untuk mencari saklar lampu.

Klik.

Ruangan menjadi terang. Kamar yang di dominasi warna hitam dan putih itu jauh lebih indah dari kamar yang ada di lantai bawah, Mia melihat ke segala penjuru kamar tersebut. Aroma khas milik Zev mengusai kamar itu, apa ini adalah kamar utama milik Zev?

Terdapat tempat tidur berwarna putih dengan selimut berwarna hitam. Mia mendekat dan duduk di sana, sangat nyaman. Tubuhnya di baringkan dengan posisi telentang sampai Mia dapat melihat chandelier yang menggantung di tengah kamar.

Kamar tersebut dua kali lipat lebih mewah dari kamar sebelumnya. Mia kembali duduk, menatap pintu yang tertutup.

“Zev tidak akan marah kalau aku masuk ke sini tanpa ijinnya ‘kan?” batin Mia.

Rasa penasaran Mia tidak berhenti begitu saja terhadap kamar yang ia masuki, ia berdiri menghampiri ruangan yang berdekatan dengan kamar mandi. Mia lantas di buat takjub dengan isi di dalam ruangan itu karena isinya adalah pakaian pria dan beberapa kasesoris pria.

Sudah di pastikan, kamar itu pasti kamar utama yang Zev miliki. Buktinya ada ruangan yang dekat dengan kamar mandi dan isi di ruangan tersebut adalah pakaian milik Zev. Mia sibuk menatap takjub ruangan yang tidak begitu besar itu karena isinya sudah seperti toko pakaian.

Ketakjuban Mia berganti rasa kaget ketika mendapat pelukan dari belakang tubuhnya, bukan hanya sekedar pelukan saat hembusan hangat nafas seseorang terasa di bagian leher. Mia meremang, jangan bilang itu adalah Zev yang akan marah? Astaga!

___

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status