Tanpa menimpali ucapan Khairen, Sunrise pun pergi meninggalkannya begitu saja. Lagi-lagi keangkuhan dan keteguhan Sunrise membuat Khairen kagum dan memuji dalam hati.
"Kau sendiri yang membuatku semakin ingin memilikimu, Sunrise White!" gumam Khairen di tengah bayangan Sunrise yang mulai menghilang dari balik pintu lift.Sunrise mempercepat langkahnya menuju mobil. Begitu mendekati mobil, ponselnya bergetar pelan. Sebuah pesan masuk dari adiknya.(“Kak, Ibu merindukanmu. Ia ingin bertemu denganmu. Bisa pulang malam ini?")Sunrise menatap layar sebentar. Udara dingin basement terasa semakin menusuk. Ia menghela napas panjang, lalu menjawab singkat.("Baiklah, aku akan segera pulang.")Tak lama, mobilnya melaju keluar dari basement hotel, menyusuri malam kota yang terang oleh lampu jalan dan gedung-gedung pencakar langit. Tapi pikirannya tidak bersama arus kendaraan. Malam ini, semua terasa begitu kompleks.Sementara itu, di tempat lain, Nick tengah duduk d"Sepertinya kau butuh gaun yang cantik. Jangan khawatir Sunrise, aku akan membantumu. Serahkan padaku!" ucap Carmen menenangkan kegelisahan di mata sahabatnya. Ia berpikir jika Sunrise khawatir dengan penampilannya di gala dinner nanti.Di pusat kota, butik eksklusif dengan jendela kaca besar memantulkan cahaya senja. Carmen menyeret Sunrise masuk, mengabaikan protes halus temannya yang masih belum sepenuhnya berdamai dengan takdir gala dinner di Venice.Carmen terlihat sangat antusias. "Kau butuh gaun yang bisa membuat semua mata tertuju padamu."Sunrise hanya bisa mendesah. "Ini gala teknologi, bukan fashion show.""Justru karena itu. Orang-orang seperti kita, para wanita di dunia penuh jas abu-abu dan dasi ketat, harus tahu cara mencuri panggung. Dengan berkelas." Carmen menjentikkan jari, lalu dengan sigap memanggil asisten butik.Berjam-jam mereka habiskan menelusuri rak-rak elegan, mencoba berbagai gaun, dari warna gelap klasik hingga netral modern. Tapi, s
"Tiga tahun, itu bukan waktu yang singkat." Sunrise menarik napasnya panjang.Di sudut rest area kecil yang menjadi tempat pelarian dari kepenatan kantor pusat, Sunrise White duduk dengan tangan menggenggam cangkir berisi kopi yang sudah dingin. Di hadapannya, berkas kontrak laknat tergelak di atas meja.Dibacanya lagi dengan hati-hati, bahkan untuk ketiga kalinya. Bukan karena tidak mengerti isi syaratnya, tapi karena tidak percaya Khairen benar-benar menyodorkannya begitu saja.Sebuah pernikahan kontrak. Berdurasi tiga tahun. Dengan jaminan kebebasan penuh setelahnya. Dan sejumlah fasilitas yang jujur saja, bisa membuat siapa pun berpikir dua kali. Namun, bukan itu pertimbangan besarnya, melainkan bisa menyelamatkan keluarganya.Ia memandangi bayangan dirinya sendiri di kaca jendela. Ia melihat gadis yang berani meninggalkan zona nyaman keluarga hanya untuk membuktikan dirinya sendiri.Gadis yang pernah menghajar pria asing yang ternyata CEO perusahaan tempat ia bekerja. Gadis yang
Di lantai teratas Tower CNC, Magnus Crown berdiri membelakangi ruangannya, matanya menatap tajam ke arah hamparan gedung pencakar langit yang menyusun lanskap kota. Jari-jarinya saling mengait di belakang punggung, bahunya tegang. Cahaya matahari pagi menembus kaca, menyoroti siluetnya yang kaku dan penuh pertimbangan.Ia bukan pria yang mudah terkesan. Tapi sejak nama Sunrise White mulai melekat dalam lingkaran kehidupan putranya, Khairen Crown, Magnus tahu ada sesuatu yang berbeda. Tidak biasa. Tidak dapat diabaikan."Aku tak boleh gegabah dan salah langkah," gumamnya pada pantulan dirinya sendiri di kaca. "Ini semua tentang masa depan CNC."Menyatukan dua garis keturunan bukan perkara ringan, apalagi jika itu menyangkut reputasi Crown dan arah korporasi. Ia telah menghabiskan separuh hidupnya menjaga nama baik dan kejayaan perusahaan ini.Pintu ruangannya terbuka pelan. Liem, asistennya yang selalu sigap, masuk dengan tablet di tangan. Tatapannya serius namun tenang, ciiri khas pri
Lucas pergi meninggalkan kamar dengan langkah pelan. Tatapannya yang dalam memantulkan sesuatu yang lebih dari sekadar kasih seorang kakak. Ia menyimpan rencana, kekhawatiran, dan juga rahasia.Ia berjalan ke ruang kerja pribadinya yang tersembunyi di balik perpustakaan. Di sana, layar holografik sudah menyala, menampilkan beberapa artikel terbaru tentang CNC.1. "Kemunculan Perdana! Khairen Crown, Pewaris Tunggal CNC, Hadiri Acara Seremonial Bergengsi"2. "Resmi Tampil di Publik: Khairen Crown, Pewaris CNC, Cetak Sejarah di Acara Seremonial"3. "Sorotan Tajam Tertuju pada Khairen Crown: Pewaris CNC Muncul untuk Pertama Kalinya di Acara Seremonial"4. "Khairen Crown Buka Lembaran Baru: Penampilan Perdananya sebagai Pewaris CNC Hebohkan Acara Seremonial"“Sunrise...” gumamnya sambil menyentuh layar. “Kau sudah terlalu dekat dengan sarang naga.”Ia mengetik cepat, mengakses sistem informasi yang hanya dimiliki oleh jaringan AndersonNet.Ia membuka folder bernama ‘Koneksi Magnus'.“Magnu
Tanpa menimpali ucapan Khairen, Sunrise pun pergi meninggalkannya begitu saja. Lagi-lagi keangkuhan dan keteguhan Sunrise membuat Khairen kagum dan memuji dalam hati."Kau sendiri yang membuatku semakin ingin memilikimu, Sunrise White!" gumam Khairen di tengah bayangan Sunrise yang mulai menghilang dari balik pintu lift.Sunrise mempercepat langkahnya menuju mobil. Begitu mendekati mobil, ponselnya bergetar pelan. Sebuah pesan masuk dari adiknya.(“Kak, Ibu merindukanmu. Ia ingin bertemu denganmu. Bisa pulang malam ini?")Sunrise menatap layar sebentar. Udara dingin basement terasa semakin menusuk. Ia menghela napas panjang, lalu menjawab singkat.("Baiklah, aku akan segera pulang.")Tak lama, mobilnya melaju keluar dari basement hotel, menyusuri malam kota yang terang oleh lampu jalan dan gedung-gedung pencakar langit. Tapi pikirannya tidak bersama arus kendaraan. Malam ini, semua terasa begitu kompleks.Sementara itu, di tempat lain, Nick tengah duduk d
Lampu lorong kembali menyala bersamaan dengan dentingan alarm darurat yang menggema menembus dinding hotel.Sorotan lampu putih menyilaukan, menyingkap wajah-wajah panik tim keamanan yang bergegas di depan kamar 1101. Manager hotel, staf keamanan, dan teknisi berkumpul dengan napas terengah. Di antara mereka, tak satu pun tahu bahwa kegelapan barusan bukan bagian dari simulasi.Nick datang dengan langkah cepat, tubuhnya tegak seperti perisai di tengah kepanikan.“Jangan panik,” katanya lantang dan tenang. “Ini bagian dari simulasi. Tuan Khairen dan Nona Sunrise sedang menguji skenario darurat untuk sistem keamanan.”Ucapannya terdengar meyakinkan, namun tidak ada satu pun di sana yang melihat raut santai di wajahnya. Bahkan bagi Nick sendiri, ini lebih seperti misi penyelamatan.SOP memang tak pernah mencatat simulasi pemadaman total lorong. Tapi siapa yang berani membantah seorang Khairen?Tok...tok...tok...Nick mengetuk pintu. Suara ketukan yang nyaring seolah mengiris udara tegang