Share

4. Berkamuflase

Author: DF Handayani
last update Last Updated: 2025-05-26 00:31:12

Sunrise terdiam. Nafasnya tak beraturan, seolah paru-parunya mengecil karena tekanan atmosfer yang mendadak berubah. Ia merasa seperti telah melintasi ladang ranjau dan berhasil selamat, namun sadar bahwa ranjau berikutnya bisa meledak kapan saja.

Setelah Khairen melangkah pergi, Sunrise langsung mencari pintu keluar. Ia tak peduli jika Carmen mencarinya, atau jika beberapa rekan kerjanya menyapa. Ia hanya ingin keluar dari tempat itu. Segera.

Di koridor belakang, tempat yang sepi dari lalu lalang karyawan, ia bersandar di dinding. Tangannya mencengkeram dadanya, mencoba menenangkan detak jantung yang masih belum normal. Udara dingin menyusup dari jendela kecil, membawa aroma kopi dan sedikit debu. Tapi tak cukup kuat untuk menjernihkan pikirannya.

“Aku harus keluar dari masalah ini. Entah bagaimana caranya.” bisiknya begitu lelah.

Sunrise tahu tak ada cara mudah. Ia tak mungkin mengundurkan diri, bukan setelah kerja kerasnya selama bertahun-tahun untuk sampai ke titik ini. Promosi yang ia dapatkan bukan keberuntungan semata. Ia membuktikan dirinya. Tapi sayangnya, semuanya terasa sia-sia jika Khairen tahu kebenaran di balik malam itu.

"Ini semua karena kau Summer!" geramnya kesal.

Jika saja, adiknya itu menurut untuk berhenti menjalani kencan buta dengan para pria hidung belang mungkin ini semua tidak akan terjadi. Dan lebih menyebalkan lagi, sejak malam itu Summer belum bisa dihubungi. Ia kabur begitu saja karena takut mendapatkan hukuman, karena kesalahan yang berulang kali ia lakukan.

Kembali ke apartemennya malam itu, Sunrise membanting tas ke sofa. Ia menyalakan semua lampu, seolah dengan begitu ketakutannya bisa diusir. Di meja makan, ia membuka laptop, berencana memeriksa email kantor seperti biasa, tapi pikirannya tak bisa fokus.

Ia membuka kembali file catatan harian digital yang ia simpan, sesuatu yang jarang ia buka lagi sejak beberapa bulan terakhir. Di sana, tercatat satu entri penting: "Malam mengerikan, kesalahan terbesar dalam hidupku, kamar 1101, aku tidak tahu siapa dia. Aku hanya ingin melindungi adikku. Lalu kabur. Sial."

Kini ia tahu siapa pria itu. Khairen Crown. Pria yang tak hanya kuat secara kuasa, tapi ternyata juga punya pesona yang bisa menjebak siapa pun. Dan itu baru ia sadari setelah berhadapan jelas dengannya tadi. Karena semalam dirinya hanya fokus menghajar.

Sunrise menatap dirinya sendiri di pantulan jendela. Apa yang harus ia lakukan? Mengaku? Mustahil. Menyembunyikannya? Sampai kapan? Sungguh ia frustasi.

Keesokan harinya,

Sunrise datang ke kantor lebih pagi dari biasanya. Ia ingin memastikan dirinya terlihat profesional, fokus, dan sepenuhnya tidak mencurigakan. Ia ingin menjadi Sunrise White yang dikenal semua orang. Pintar, efisien, dan selalu siap menghadapi tantangan.

Akan tetapi, ada sedikit perubahan yang sengaja dibuat olehnya mulai hari ini. Berkamuflase. Ia mengubah penampilan wajahnya dengan menggunakan kacamata. Dan memotong pendek poninya. Berharap bisa menyamarkan wajahnya. Memang aneh, tapi ini harus dilakukan. Setidaknya ada usaha untuk melindungi diri.

Suasana kantor terlihat masih sepi. Tentu ini terlalu pagi. Ia segera berjalan menuju lift. Menekan tombol lantai 25. Lantai divisi teknologi. Pintu terbuka, ia melangkah masuk. Ketika pintu lift hampir tertutup. Kembali pintu tersebut terbuka.

Saat pintu lift terbuka sosok Khairen dengan seorang pria berdiri di depan pintu lift, keduanya akan masuk. Seketika semua pertahanan Sunrise hampir runtuh lagi.

"Sial! Mengapa harus dia diantara ratusan orang di gedung ini?" gerutunya.

"Pa..pagi Tuan Khairen!" sapa Sunrise dengan sopan sambil menunduk berusaha menyembunyikan wajahnya. Ia langsung memundurkan tubuhnya hingga menempel di sudut dinding lift, lalu berpura-pura melihat jadwal pekerjaan di tabletnya.

“Pagi, Nona White.” jawab Khairen dengan nada datar, namun matanya masih menyimpan kilatan penasaran. Lebih tepatnya penasaran dengan penampilan Sunrise yang berbeda dari kemarin saat acara seremonial. Kacamata dan poni anehnya.

Khairen masuk diikuti dengan lelaki bertubuh tegap dan berpostur lebih gagah darinya. Penampilannya sangat formal, terdapat airphone yang terpasang di telinganya. Dia adalah asisten dan orang kepercayaan Khairen. Nick Keller.

Pria beraura dingin dan kaki itu menekan tombol lantai 27. Lantai khusus para eksekutif.

Keheningan di dalam lift membuat napasnya terasa nyaring di telinga sendiri.

“Tadi malam, Anda terlihat sangat gugup. Biasanya wanita yang mendapatkan penghargaan besar akan tersenyum lebar, bukan berkeringat seperti baru lari maraton.” Khairen tiba-tiba membuka perbincangan memecah keheningan di dalam lift

Sunrise tersenyum singkat. “Mungkin saya terlalu terbawa suasana. Saya tidak menyangka penghargaan itu akan saya dapatkan.”

“Apa Nona sedang merendah?” satirnya diikuti tawa singkat.

Sunrise menahan napas. Ucapan Khairen selalu berhasil membuatnya diam. Semua ini efek kecemasan yang berlebihan. Lama kelamaan Khairen akan menjadi phobia barunya. Lift berbunyi, menandakan lantai tujuan Sunrise.

“Sampai jumpa di rapat siang ini, Tuan!" ucapnya cepat, lalu melangkah keluar tanpa menunggu jawaban.

Begitu berada di ruangannya, Sunrise mengunci pintu dan menatap kaca di balik meja. “Tenang. Dia belum tahu.” Tapi rasa tidak aman itu tetap bersemayam, seperti bayangan gelap di belakang punggungnya.

Yang tak ia sadari, saat Sunrise keluar dari lift tadi, Khairen menatap punggungnya dari dalam lift, kemudian tersenyum samar.

“Aku sangat familiar dengan aroma parfum itu…" gumam Khairen mengingatkannya pada sosok wanita yang membuat wajahnya tak sempurna di hari pertama ia menampakkan wajahnya di depan publik.

Dan juga, sesuatu tentang Sunrise White membuatnya ingin tahu lebih banyak. Bukan hanya karena prestasinya, tapi karena misteri yang menyelubunginya. Dan Khairen Crown tidak pernah menyukai misteri yang belum terpecahkan.

Khairen membuka ponselnya, membuka rekaman kamera CCTV ballroom yang merekam percakapan singkat di malam pesta penghargaan itu. Suara wanita yang membentaknya, lalu pergi sambil mengutuk, mirip dengan Sunrise.

“Cukup dekat,” gumamnya. “Terlalu dekat.” Khairen kembali menutup rekamannya. "Aku harap kau segera menemukan siapa wanita ini!" titah Khairen pada Nick.

"Saya sudah memerintahkan tim khusus untuk melacak CCTV di sekitar jalan raya hotel. Kita pasti akan segera menemukannya!" ucap Nick meyakinkan tuannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Juhaina R
tak semudah itu mencari tahu wanita itu, karna dia sgt cerdik...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The CEO'S Forbidden Bride    72. Pengaruh Steve

    Langkah Khairen yang berat akhirnya menghilang di balik pintu sky lounge. Hening kembali menguasai ruangan luas itu. Sunrise berdiri terpaku, tubuhnya gemetar, seolah udara di sekeliling tiba-tiba menjadi hampa. Kata-kata Khairen barusan masih berputar di kepalanya, menghantam dada berkali-kali.Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya tumpah juga. Ia meremas pagar pembatas lebih erat, punggungnya sedikit membungkuk menahan sesak. Rasanya lebih sakit dari yang ia bayangkan ketika ucapan itu terlontar dari mulut Khairen. Ia ingin berteriak melampiaskan semuanya.Namun, ia sadar, ini kantor. CNC Tower, gedung yang selalu dipenuhi mata-mata, telinga-telinga tajam, serta politik yang kejam. Sunrise buru-buru menghapus air matanya, menarik napas panjang beberapa kali, lalu berdiri tegak. Ia tidak boleh terlihat lemah. Tidak di tempat ini. Tidak di hadapan siapa pun.“Profesional, Sunrise. Ingat, profesional,” bisiknya pada diri sendiri.Ia membenarkan letak rambutnya, menyapu wajah dengan

  • The CEO'S Forbidden Bride    71. Pertentangan Dua Hati

    Rapat dewan direksi bubar, tapi gemanya masih riuh di seluruh gedung CNC. Rumor tentang pergantian kursi direksi teknologi menyebar lebih cepat daripada email resmi perusahaan.Di lantai divisi teknologi, suasana riuh bukan main. Beberapa karyawan tampak bersorak kecil, berbisik sambil menahan senyum. Ada pula yang muram, khawatir akan perubahan yang terlalu drastis.“Tuan Steve benar-benar direksi baru kita?” bisik seorang analis data pada rekannya.“Ya. Katanya dia orang yang ahli di bidang teknologi. Pernah kerja sama dengan perusahaan besar di London.” sahut staf lainnya.“Kalau benar, ini bisa jadi peluang baru buat kita. Siapa tahu lebih modern dibanding gaya konservatif direksi selama ini.” timpal staf yang lain.Sunrise berjalan melewati kerumunan itu dengan langkah mantap, meski wajahnya dingin. "Jadi ini tujuan permainan Steve? Menduduki jabatan strategis di CNC. Mendapatkan dukungan para karyawan. Dan perlahan mulai meruntuhkan posisi Khairen?" Di dalam dadanya, badai berp

  • The CEO'S Forbidden Bride    70. Rencana Steve Berhasil

    Tower Pusat CNC dipenuhi suasana tegang. Langkah-langkah kaki para direksi terburu-buru, sekretaris berlarian membawa map-map tebal, dan aroma kopi kuat menyeruak dari pantry lantai eksekutif. Jam besar di lobi berdentang pelan, menandai pukul delapan kurang lima menit.Di ruang kerjanya, Khairen berdiri menatap kaca besar yang memperlihatkan jalan masuk khusus VIP tower CNC. Refleksi wajahnya di permukaan kaca dingin, wajah seorang lelaki yang dipaksa untuk selalu tenang, meski hatinya sedang berperang. Menunggu gelisah kedatangan mobil Steve yang membawa Sunrise.Nick menatap jam tangannya. “Tuan, rapat dewan direksi dimulai lima menit lagi.”Khairen mengangguk tanpa menoleh. Tatapannya tetap terpaku pada pintu masuk. Setelan jas hitamnya sempurna, tapi ada ketegangan di bahunya. Ia menarik napas panjang, menahan denyut sakit di dadanya. Dan akhirnya memilih untuk beranjak pergi.Namun, sebelum langkahnya diayunkan, sebuah laporan lain muncul dari perangkat komunikasi Nick.“Tuan, m

  • The CEO'S Forbidden Bride    69. Berebut Sunrise

    Tower Pusat CNC, di ruang kerjanya, Khairen duduk di kursinya dengan mata tajam menatap layar tabletnya. Titik GPS dan rekaman CCTV di dalam mobil Sunrise terpampang jelas. Napasnya dalam, ritme stabil tapi dingin.Nick berdiri tegak di sampingnya, memberi laporan. “Tuan, kami mendapat rekaman tambahan. Nyonya terlihat bersama Steve menuju kemari.”Kata itu membuat udara di ruangan seakan membeku.Khairen menoleh pelan. Tatapannya tajam, menusuk seperti belati.Nick menelan ludah. “Nyonya tidak dipaksa. Ia keluar dari mobilnya sendiri dan masuk ke mobil Steve. Sopir Steve yang membawa mobil Nyonya, sementara Steve mengemudi sendiri.”Gigi Khairen terkatup rapat, urat rahangnya menegang. Ia menggeser kursinya mendekat ke layar, memutar ulang rekaman yang ditangkap tim pengintainya. Benar. Sosok Sunrise keluar dari mobilnya, wajahnya tenang tapi tegas, lalu melangkah masuk ke mobil Steve tanpa paksaan.Ada detik kecil ketika Sunrise menoleh sekilas, seakan ragu. Tapi setelah itu, pintu

  • The CEO'S Forbidden Bride    68. Tugasmu Membuat Khairen Murka

    Udara pagi yang harusnya menenangkan justru berubah menjadi pengap saat sosok Steve muncul dari mobil hitamnya.Sunrise membeku di balik setir, jemarinya mencengkeram kuat lingkar kemudi. Detak jantungnya memacu cepat, bercampur antara marah, takut, dan bingung."Steve? Untuk apa kau di sini?" geram Sunrise sambil menurunkan sedikit kaca mobilnya.“Keluar, Sunrise.” Suara Steve tenang, tapi penuh tekanan. “Mulai hari ini, kita akan menjalankan peran sesuai kesepakatan.”Mata Sunrise membelalak. “Kesepakatan?!” suaranya bergetar penuh amarah.Steve tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat Sunrise ingin menamparnya. “Kau tidak sedang berpura-pura lupa kan? Kau tahu betul permainan ini sudah dimulai sejak kau menyetujuinya kemarin. Hari ini, babak pertamanya dimulai.”Sunrise menegakkan tubuhnya, sorot matanya tajam. “Jangan kira aku tidak tahu! Kau yang masuk ke apartemenku semalam, kan? Kau yang mengacak-acak semua barangku dan mengambil dokumen kontrak itu!”Mendengar itu, Steve te

  • The CEO'S Forbidden Bride    67. Langkah Awal Steve

    Khairen menutup pintu mobil, tubuhnya bersandar lelah di kursi. Sorot matanya yang tadi hangat kini memudar menjadi gelap. “Siapa?” tanyanya tanpa basa-basi.Nick menoleh sekilas sebelum mengalihkan pandangan kembali ke jalan. Ia melesatkan mobilnya meninggalkan apartemen Sunrise.“Kami harus memastikan lewat hasil lab. Tapi, pola sidik jari ini cocok dengan data lama dari salah satu database internal Crown Group.”Khairen menyipitkan mata. “Internal? Maksudmu—”“Ya,” potong Nick pelan, nadanya hati-hati. Nick menahan napas sejenak. “Kemungkinan besar, orang dalam.” sambung Nick yakin. Karena hanya orang dari internal yang bisa menembus sistem keamanan seluruh properti milik Crown's.Keheningan menggantung di udara mobil. Khairen memejamkan mata sebentar, mencoba menahan denyut sakit di pelipisnya, tapi bayangan wajah Sunrise yang pucat di apartemen tadi terus menghantui.“Cari tahu siapa pelakunya,” perintah Khairen akhirnya. “Dan pastikan dia tidak bisa menyentuh Sunrise lagi.”Nick

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status