Waktu satu minggu ternyata berjalan sangat cepat saat seseorang yang merasa bahagia. Hal itu juga yang dirasakan Alexant. Tidak terasa pesta yang dilangsungkan di istana akan berakhir malam ini. Setelah ini, istana akan kembali sepi seperti biasanya. Tidak ada lagi suara musik dan suara ramai para tamu. Yang ada hanya para dayang dan pembantu serta prajurit.
Alexant menatap bosan pada para dayang yang berseliweran di depannya. Ia ingin meninggalkan pesta sejak tadi, ingin bermain bersama Crystal. Malam ini adalah malam terakhir mereka bertemu. Entah kapan mereka akan bertemu lagi. Semoga sebelum mereka dewasa mereka masih bisa bertemu.Alexant celingukan mencari Crystal. Gadis kecil itu tidak tampak sejak pesta dimulai. Hanya terlihat kedua orang tuanya saja di sudut sana. Selain Crystal, George juga tak terlihat. Sahabatnya itu tadi pulang ke kediaman keluarga Bryne lebih dulu, setelah itu baru kembali ke sini lagi. Itu yang dikatakan George sebelum pergi tadi. Namun, sampai sekarang George masih belum datang juga.Setelah mendapatkan izin dari ayahnya untuk meninggalkan pesta lebih dulu, Alexant segera berlari ke arah taman yang berada di samping ruang pesta. Ia tidak suka berada di pesta yang tidak ada Crystal-nya. Lagi pula, pesta itu adalah pesta ulang tahun ayahnya, bukan pesta untuk anak kecil seperti dirinya.Alexant memperlambat larinya, ia sudah hampir sampai. Ia ingat kalau Crystal sangat menyukai taman samping itu. Beberapa kali mereka berdua menghabiskan waktu bermain di taman itu.Dugaan Alexant benar, Crystal berada di taman, tetapi gadis itu tidak sendiri. Ia bersama seseorang, dan yang pasti orang itu bukan George. Orang itu adalah tamu pesta, putra mahkota dari Alastoire, kerajaan tetangga mereka. Ia benar, orang yang sedang berbicara dengan Crystal adalah Lance Loire. Pemuda dengan tatapan dingin dan menakutkan.Alexant tidak terlalu mengenal Lance, tetapi sedikit banyak ia sudah tahu tentang pemuda tersebut. Lance sangat jarang tersenyum, mungkin karena ia tinggal di negeri yang dingin seperti Alastoire sehingga senyumnya ikut beku. Selain itu, sikap Lance juga kurang ramah. Ia sangat dingin, tatapan mata ambernya juga sangat tajam dan menusuk.Alexant berdeham agar Crystal dan Lance menyadari kehadirannya. Kedua orang yang sedang duduk di sebuah bangku batu itu sama-sama menoleh. Crystal lebih dulu menghampirinya, memeluk lengannya erat. Lance Loire juga ikut berdiri. Namun, dilihat dari caranya sangat terlihat jika pemuda itu terpaksa."Pangeran Alexant." Lance Loire mengangguk hormat.Alexant membalas anggukan itu. Ia memang masih sangat muda, bisa dikatakan ia masih anak kecil, tingginya juga tidak sampai batas dada Lance. Sehingga saat mengangguk ia terlihat seperti membungkuk."Selamat malam, Pangeran Lance. Jika boleh aku tahu, kenapa Anda berada di sini? Pesta berada di dalam sana." Alexant menunjuk ruangan tempat pesta berlangsung dengan sedikit memiringkan kepalanya."Aku hanya bosan dan ingin suasana yang baru," jawab Lance."Suasana seperti apa?" Alexant tahu bahwa sangat tidak sopan ingin tahu apa yang menjadi masalah orang lain, kesannya seolah kita ingin ikut campur. Namun, ia tidak suka dengan Lance yang menatap tajam ke arah Crystal, sementara ia tidak tahu arti tatapan itu. Terlalu misterius."Maaf, Yang Mulia. Bukankah sangat tidak sopan bertanya seperti itu pada tamu Anda?" tanya Lance dingin. "Saya tidak terlalu suka pesta dan saya harap jawaban saya cukup membuat Anda puas. Permisi!"Alexant memerah mendengar kata-kata itu. Ia memang tidak sopan dan sepertinya harus meminta maaf kepada salah satu tamu penting ayahnya. Pangeran Lance datang mewakili ayahnya, Raja Alastoire, yang tidak bisa menghadiri undangan ayahnya. Ia menundukkan kepala, menyesali sikapnya barusan yang sudah mempermalukan dirinya dan Namira."Maafkan aku."Lance menghentikan niatnya untuk melangkah. Kaki kanannya yang tadi terangkat kembali ke posisi semula. Pemuda itu memutar tubuh menghadap anak kecil di depannya. Menatap Alexant dengan sebelah alis terangkat."Maafkan ketidaksopananku." Alexant membungkukkan badan sedikit. "Atas nama diriku pribadi aku meminta maaf pada Anda, Pangeran Lance," ucapnya."Tidak perlu sampai seperti ini," sahut Lance dingin. Pemuda itu mengangkat bahu acuh. "Aku memaklumi tindakan Anda, Yang Mulia. Anda masih anak kecil." Berkata anak kecil, Lance melirik gadis kecil yang berdiri di samping Alexant. Gadis kecil yang tadi menemaninya dan selalu mengajaknya bicara. Sungguh gadis yang berisik. "Sekarang aku permisi. Selamat malam.""Terima kasih, Pangeran Lance." Alexant mengangguk. "Selamat malam.""Selamat malam, Nona Kecil." Lance menatap Crystal dengan tatapan sulit diartikan. "Senang berbicara denganmu. Kuharap lain kali kita bisa bertemu lagi." Lance membungkuk, kemudian berlalu dari tempat itu tanpa menunggu Crystal membalas salamnya."Selamat malam, Tuan Yang Aku Tidak Tahu Siapa Namamu!" seru Crystal. Gadis kecil itu melambai ke arah Lance yang sudah berada di luar taman. "Senang berbicara dengan Anda!"Alexant mengembuskan napas lega. Rasanya sangat menyesakkan saat berbicara dengan Lance, seolah semua udara diraup oleh pemuda itu. Alexant tidak tahu kenapa aura yang terpancar dari Lance sangat menyeramkan, seperti Lance itu seorang monster saja."Kenapa kau berada di sini?" tanya Alexant. "Taman ini kurang menyenangkan di malam hari."Crystal menoleh. Gadis itu memutar tubuh agar bisa melihat wajah Alexant. "Aku bosan di dalam," jawabnya dengan bibir mengerucut. "Tidak ada teman. Orang-orang dewasa itu selalu melarangku untuk meminum minuman yang sama dengan yang mereka minum. Ibuku hanya memberiku susu."Alexant tersenyum. Tangan kanannya terulur mengusap pipi yang menunduk itu."Aku juga bosan," ucap Alexant. "Itu memang pesta orang dewasa, bukan pesta untuk anak kecil seperti kita."Crystal mengangguk. Gadis itu melangkah ke arah kursi panjang taman. Duduk di kursi itu dengan diikuti Alexant yang juga duduk di sampingnya."Kata ibuku, pesta sudah selesai. Malam ini adalah malam terakhir kami di sini, besok pagi kami akan pulang ke rumah." Crystal menatap Alexant. "Apa kita bisa bertemu lagi setelah ini, Alexant?" tanyanya.Alexant mengangguk. "Kita pasti bisa bertemu lagi. Harus!" jawabnya. "Sebab, kau adalah calon istri masa depanku.""Akan tetapi, rumahku sangat jauh dari istanamu. Bagaimana kita bisa bertemu?" tanya Crystal dengan sepasang alis pirangnya yang mengerut ragu.Alexant mengangkat bahu. "Entahlah," sahutnya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri pelan. "Kita tetap harus bertemu. Kau harus mendampingiku memerintah Namira. Aku tidak mau memerintah bersama yang lain."Crystal mengangguk. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang seperti boneka. Sangat cantik dan menggemaskan. Alexant memajukan wajahnya untuk mencuri sebuah ciuman di pipi yang selalu kemerahan itu."Kalau aku lupa, kau harus mengingatkanku nanti," bisik Alexant di telinga Crystal.Gadis kecil itu mengangguk."Tapi, aku tidak akan lupa, Crystal."Crystal mengangguk lagi. Ingatan anak kecil selalu tajam dan itu berlaku pada Crystal hingga ia dewasa."Yang Mulia, apakah Anda di dalam? Saya mencari Anda ke mana-mana. Semua orang khawatir pada Anda berdua!" Itu adalah suara George. Alexant tak menyahut. Perlahan ia bangkit, membantu istrinya untuk duduk. "Kau tidak apa-apa, Sayang?" tanyanya serak. Ia masih berada dalam kondisi bergairah, tubuhnya masih memanas, bagian bawahnya masih berdiri sempurna. Sialan George!"Yang Mulia, maafkan saya jika mengganggu Anda, tetapi saya hanya menjalankan tugas!" Alexant mendengkus kasar. Napasnya terasa panas menerpa bibir bagian atasnya."Sebentar lagi Anda dan Putri Crystal harus ke balkon untuk menyapa rakyat!" Geraman tertahan keluar dari mulut Alexant yang terkatup. Ia memeluk istrinya yang tampak lemas. Tubuh Crystal berkeringat, sejuk terasa di tubuhnya yang panas. Alexant membingkai pipi mulus itu dengan tangan kanannya, mengecup bibirnya sekilas. "Ayo, kubantu merapikan diri!" Alexant turun dari ranjang lebih dulu, kemudian membantu Crystal untuk turun dan berdiri. "Kupikir, kau p
Awal dan akhir musim semi biasanya ditandai dengan suhu udara yang sedikit lebih dingin. Bahkan, di Namira yang memiliki cuaca yang lebih hangat dibandingkan dua kerajaan besar lainnya yang beriklim lebih dingin. Rans, meskipun tidak ditutupi salju sepanjang tahun seperti Alastoire, suhu udaranya masih jauh lebih lembap dibandingkan Namira yang selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Keadaan itu tak membuat cuaca Namira lebih panas, tetapi hangat. Matahari masih mau menunjukkan diri walau di musim dingin sekalipun sehingga tidak terjadi penumpukan salju yang berlebihan. Di awal musim semi sekarang, suhu udara masih bisa dikatakan rendah di Namira, cuaca sedikit lebih dingin dari biasanya. Itulah sebabnya pesta pernikahan putra mahkota lebih banyak diadakan di dalam ruangan —ballroom— daripada di taman. Pihak penyelenggara khawatir hujan akan turun. Walaupun langit terlihat cerah, tidak menutup kemungkinan akan turun hujan. Angin berembus sedikit lebih kencang dari biasan
Tanpa bersuara, Alexant menarik pinggang Crystal menjauh. Ia meletakkan jari telunjuk di bibir sang istri saat mulut mungilnya terbuka untuk memprotes. Namun, kemudian bibir yang sejak tadi membuatnya gatal ingin menyentuh itu menyunggingkan senyum. Alexant memperhatikan keadaan sekali lagi sebelum membawa istrinya keluar dari arena pesta. Beruntung, para prajurit yang berjaga di depan ruangan sedang sibuk melahap hidangan pesta bagian mereka sehingga tidak ada yang menghalangi kepergian mereka. Beberapa kali Alexant membawa Crystal bersembunyi di balik tembok sebuah ruangan ataupun gorden saat mereka berpapasan dengan beberapa orang prajurit yang tengah berpatroli. Mereka tidak boleh ketahuan atau akan kembali ke pesta yang sama sekali tidak menyenangkan. Sekali lagi, mereka bersembunyi di balik tirai tebal pembatas ruangan saat dua orang prajurit melintas. Kemudian, langsung berlari meninggalkan tempat itu setelah kedua prajurit sudah tak lagi terlihat. Kamarnya tidak dikunci, k
Taman bagian selatan istana terlihat lebih indah dari biasanya. Taman yang dipenuhi bunga mawar aneka warna dijadikan sebagai tempat pesta pada siang hari, akan dilanjutkan pada malam hari di tempat yang berbeda. Sebenarnya, Crystal sudah lelah, tetapi dia tetap mencoba bertahan dan tersenyum manis pada setiap tamu yang hadir. Para tamu yang merupakan para bangsawan dari tiga kerajaan seolah tak pernah ada habisnya. Padahal, dia ingin beristirahat sebentar saja, menunggu sore untuk menyapa rakyat yang ingin melihatnya. Seandainya saja bisa, dia akan kabur. Sungguh, berada di medan perang terasa lebih menyenangkan daripada berada di sini. Senyum palsu dari para bangsawan yang datang terlihat menjijikkan di matanya. Dasar penjilat!"Apa kau mau berdansa?" tawar Alexant. Senyum tak pernah lepas dari bibir merah pucat alaminya. Ia terlalu bahagia sampai rasanya ingin terus tersenyum saja selamanya. Sejak beberapa menit yang lalu, beberapa pasangan tampak berdansa di bagian taman yang d
Semua seakan terulang kembali. Bayangan-bayangan pesta pernikahannya tujuh belas tahun yang lalu kembali berlarian di benaknya. Melihat putrinya berdiri di sana, seolah ia sedang melihat Charlotte-nya. Bukan, bukan melihat Charlotte yang berdiri di altar, tetapi ia melihatnya berdiri di samping putri mereka, mendampinginya saat mengucapkan sumpah perkawinannya. Beberapa kali ia mengembuskan napas melalui mulut, memikirkan apa yang akan dilakukan Charlotte sekarang seandainya dia masih hidup. Mungkin Charlotte akan memarahinya, atau mungkin semua ini tidak akan terjadi. Mungkin putri mereka tidak akan besar di kerajaan ini, melainkan di Alastoire, dan tidak bertemu dengan pangeran Alexant. Atau mungkin mereka bertemu, tetapi tidak saling jatuh cinta. Entahlah, yang pasti semuanya akan berbeda, dan akan lebih baik dari sekarang. Lance yakin.Ia tidak pernah membayangkan jika hari ini akan datang juga, di mana putri kecilnya menikah dan menjadi seorang istri. Namun, itulah yang terjadi
Di antara semua tempat di istana Namira yang dihias paling indah adalah gereja utama. Gereja itu terletak di bagian tenggara istana, di kelilingi oleh taman yang indah dan cukup luas. Gereja itu juga yang paling besar di antara dua gereja lainnya. Alexant menarik napas dalam, mengembuskannya dengan pelan. Ia terus mengulanginya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang kembali hadir kala ia berdiri di depan altar. Ini sudah hampir lima menit ia berdiri di sini, tetapi Crystal masih belum muncul juga. Pintu itu masih tertutup setelah tadi Raja Loire masuk, kemudian di susul oleh Jenderal Wallace. Alexant menunggu dengan dada berdebar keras. Jantungnya berpacu, dua kali lipat lebih cepat dari biasanya seolah saja ia baru selesai berlatih pedang bersama George. Namun, George sedang duduk di sana, bersama keluarganya, jenderal dan Nyonya Bryne, serta dua orang adik laki-lakinya, Hans dan Hiro yang masih berumur dua tahun. Alexant melirik ke arah pintu yang masih saja belum menand