Home / Romansa / The CROWN (Sang Pewaris Takhta) / Bab 2. Aku Tidak Akan Lupa

Share

Bab 2. Aku Tidak Akan Lupa

Author: Fitri_alpha
last update Last Updated: 2023-12-18 12:56:52

Waktu satu minggu ternyata berjalan sangat cepat saat seseorang yang merasa bahagia. Hal itu juga yang dirasakan Alexant. Tidak terasa pesta yang dilangsungkan di istana akan berakhir malam ini. Setelah ini, istana akan kembali sepi seperti biasanya. Tidak ada lagi suara musik dan suara ramai para tamu. Yang ada hanya para dayang dan pembantu serta prajurit.

Alexant menatap bosan pada para dayang yang berseliweran di depannya. Ia ingin meninggalkan pesta sejak tadi, ingin bermain bersama Crystal. Malam ini adalah malam terakhir mereka bertemu. Entah kapan mereka akan bertemu lagi. Semoga sebelum mereka dewasa mereka masih bisa bertemu.

Alexant celingukan mencari Crystal. Gadis kecil itu tidak tampak sejak pesta dimulai. Hanya terlihat kedua orang tuanya saja di sudut sana. Selain Crystal, George juga tak terlihat. Sahabatnya itu tadi pulang ke kediaman keluarga Bryne lebih dulu, setelah itu baru kembali ke sini lagi. Itu yang dikatakan George sebelum pergi tadi. Namun, sampai sekarang George masih belum datang juga.

Setelah mendapatkan izin dari ayahnya untuk meninggalkan pesta lebih dulu, Alexant segera berlari ke arah taman yang berada di samping ruang pesta. Ia tidak suka berada di pesta yang tidak ada Crystal-nya. Lagi pula, pesta itu adalah pesta ulang tahun ayahnya, bukan pesta untuk anak kecil seperti dirinya.

Alexant memperlambat larinya, ia sudah hampir sampai. Ia ingat kalau Crystal sangat menyukai taman samping itu. Beberapa kali mereka berdua menghabiskan waktu bermain di taman itu.

Dugaan Alexant benar, Crystal berada di taman, tetapi gadis itu tidak sendiri. Ia bersama seseorang, dan yang pasti orang itu bukan George. Orang itu adalah tamu pesta, putra mahkota dari Alastoire, kerajaan tetangga mereka. Ia benar, orang yang sedang berbicara dengan Crystal adalah Lance Loire. Pemuda dengan tatapan dingin dan menakutkan.

Alexant tidak terlalu mengenal Lance, tetapi sedikit banyak ia sudah tahu tentang pemuda tersebut. Lance sangat jarang tersenyum, mungkin karena ia tinggal di negeri yang dingin seperti Alastoire sehingga senyumnya ikut beku. Selain itu, sikap Lance juga kurang ramah. Ia sangat dingin, tatapan mata ambernya juga sangat tajam dan menusuk.

Alexant berdeham agar Crystal dan Lance menyadari kehadirannya. Kedua orang yang sedang duduk di sebuah bangku batu itu sama-sama menoleh. Crystal lebih dulu menghampirinya, memeluk lengannya erat. Lance Loire juga ikut berdiri. Namun, dilihat dari caranya sangat terlihat jika pemuda itu terpaksa.

"Pangeran Alexant." Lance Loire mengangguk hormat.

Alexant membalas anggukan itu. Ia memang masih sangat muda, bisa dikatakan ia masih anak kecil, tingginya juga tidak sampai batas dada Lance. Sehingga saat mengangguk ia terlihat seperti membungkuk.

"Selamat malam, Pangeran Lance. Jika boleh aku tahu, kenapa Anda berada di sini? Pesta berada di dalam sana." Alexant menunjuk ruangan tempat pesta berlangsung dengan sedikit memiringkan kepalanya.

"Aku hanya bosan dan ingin suasana yang baru," jawab Lance.

"Suasana seperti apa?" Alexant tahu bahwa sangat tidak sopan ingin tahu apa yang menjadi masalah orang lain, kesannya seolah kita ingin ikut campur. Namun, ia tidak suka dengan Lance yang menatap tajam ke arah Crystal, sementara ia tidak tahu arti tatapan itu. Terlalu misterius.

"Maaf, Yang Mulia. Bukankah sangat tidak sopan bertanya seperti itu pada tamu Anda?" tanya Lance dingin. "Saya tidak terlalu suka pesta dan saya harap jawaban saya cukup membuat Anda puas. Permisi!"

Alexant memerah mendengar kata-kata itu. Ia memang tidak sopan dan sepertinya harus meminta maaf kepada salah satu tamu penting ayahnya. Pangeran Lance datang mewakili ayahnya, Raja Alastoire, yang tidak bisa menghadiri undangan ayahnya. Ia menundukkan kepala, menyesali sikapnya barusan yang sudah mempermalukan dirinya dan Namira.

"Maafkan aku."

Lance menghentikan niatnya untuk melangkah. Kaki kanannya yang tadi terangkat kembali ke posisi semula. Pemuda itu memutar tubuh menghadap anak kecil di depannya. Menatap Alexant dengan sebelah alis terangkat.

"Maafkan ketidaksopananku." Alexant membungkukkan badan sedikit. "Atas nama diriku pribadi aku meminta maaf pada Anda, Pangeran Lance," ucapnya.

"Tidak perlu sampai seperti ini," sahut Lance dingin. Pemuda itu mengangkat bahu acuh. "Aku memaklumi tindakan Anda, Yang Mulia. Anda masih anak kecil." Berkata anak kecil, Lance melirik gadis kecil yang berdiri di samping Alexant. Gadis kecil yang tadi menemaninya dan selalu mengajaknya bicara. Sungguh gadis yang berisik. "Sekarang aku permisi. Selamat malam."

"Terima kasih, Pangeran Lance." Alexant mengangguk. "Selamat malam."

"Selamat malam, Nona Kecil." Lance menatap Crystal dengan tatapan sulit diartikan. "Senang berbicara denganmu. Kuharap lain kali kita bisa bertemu lagi." Lance membungkuk, kemudian berlalu dari tempat itu tanpa menunggu Crystal membalas salamnya.

"Selamat malam, Tuan Yang Aku Tidak Tahu Siapa Namamu!" seru Crystal. Gadis kecil itu melambai ke arah Lance yang sudah berada di luar taman. "Senang berbicara dengan Anda!"

Alexant mengembuskan napas lega. Rasanya sangat menyesakkan saat berbicara dengan Lance, seolah semua udara diraup oleh pemuda itu. Alexant tidak tahu kenapa aura yang terpancar dari Lance sangat menyeramkan, seperti Lance itu seorang monster saja.

"Kenapa kau berada di sini?" tanya Alexant. "Taman ini kurang menyenangkan di malam hari."

Crystal menoleh. Gadis itu memutar tubuh agar bisa melihat wajah Alexant. "Aku bosan di dalam," jawabnya dengan bibir mengerucut. "Tidak ada teman. Orang-orang dewasa itu selalu melarangku untuk meminum minuman yang sama dengan yang mereka minum. Ibuku hanya memberiku susu."

Alexant tersenyum. Tangan kanannya terulur mengusap pipi yang menunduk itu.

"Aku juga bosan," ucap Alexant. "Itu memang pesta orang dewasa, bukan pesta untuk anak kecil seperti kita."

Crystal mengangguk. Gadis itu melangkah ke arah kursi panjang taman. Duduk di kursi itu dengan diikuti Alexant yang juga duduk di sampingnya.

"Kata ibuku, pesta sudah selesai. Malam ini adalah malam terakhir kami di sini, besok pagi kami akan pulang ke rumah." Crystal menatap Alexant. "Apa kita bisa bertemu lagi setelah ini, Alexant?" tanyanya.

Alexant mengangguk. "Kita pasti bisa bertemu lagi. Harus!" jawabnya. "Sebab, kau adalah calon istri masa depanku."

"Akan tetapi, rumahku sangat jauh dari istanamu. Bagaimana kita bisa bertemu?" tanya Crystal dengan sepasang alis pirangnya yang mengerut ragu.

Alexant mengangkat bahu. "Entahlah," sahutnya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri pelan. "Kita tetap harus bertemu. Kau harus mendampingiku memerintah Namira. Aku tidak mau memerintah bersama yang lain."

Crystal mengangguk. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang seperti boneka. Sangat cantik dan menggemaskan. Alexant memajukan wajahnya untuk mencuri sebuah ciuman di pipi yang selalu kemerahan itu.

"Kalau aku lupa, kau harus mengingatkanku nanti," bisik Alexant di telinga Crystal.

Gadis kecil itu mengangguk.

"Tapi, aku tidak akan lupa, Crystal."

Crystal mengangguk lagi. Ingatan anak kecil selalu tajam dan itu berlaku pada Crystal hingga ia dewasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 103. Stress Sebelum Menikah?

    "Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, Yang Mulia, Raja Loire hanya ingin mengejek Anda!" George berbicara dengan berapi-api. Ia mondar-mandir di depan Alexant, di dalam kamarnya sejak beberapa menit yang lalu setelah mereka kembali dari taman. "Seharusnya Anda tidak meladeninya, Yang Mulia!""Aku memang tidak melakukannya, George." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Alexant setelah mereka tiba di kamarnya beberapa saat yang lalu. Ia hanya duduk di salah satu single sofa yang mengisi kamar tidurnya, membiarkan George mengomel. Ia tak ambil pusing dengan apa yang dilakukan oleh Raja Loire, asalkan dia tidak mengganggu, apalagi mengacaukan upacara pernikahannya lusa, maka ia tidak peduli. "Benarkah?" tanya George menatap Alexant dengan sepasang alis pirang yang berkerut. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Alexant. Jarak mereka satu meter. "Bukankah Anda berjanji akan berkunjung ke kerajaannya bersama Lady Mars?" Alexant berdecak. "Aku hanya berbasa-basi saja, hanya seked

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 102. (Bukan) Menantu Idaman

    Benar-benar calon menantu yang payah. Entah apa yang dilihat Crystal dari Alexant. Jika hanya sikap manis dan sopannya, semua itu tidak akan membantunya untuk bisa masuk ke dalam lingkungan pergaulan bangsawan Alastoire yang rata-rata memiliki perkataan tak kalah pedas dari kata-kata yang keluar dari mulut Crystal. Lance berdeham, bukan untuk menarik perhatian kedua bocah yang memiliki warna rambut berbeda di depannya. Perhatian mereka berdua sudah sejak awal tertuju kepadanya. Ia hanya merasa perlu untuk mendinginkan suasana yang memanas. Bukan saatnya mereka beradu kata. Lagi pula, ia tidak terlalu menginginkannya. Beradu senjata terdengar lebih baik baginya daripada harus beradu mulut yang hanya akan membuat mereka terlihat seperti anak-anak perempuan. Jangan sampai Crystal melihatnya, atau itu akan dijadikannya bulan-bulanan untuk mengejeknya. Jangankan dirinya, Crystal saja yang merupakan seorang anak perempuan menolak untuk berdebat, apalagi untuk sesuatu yang tidak penting.

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 101. Ujian Untuk Calon Menantu

    Taman bagian selatan istana Namira berukuran lebih besar dari taman yang lainnya. Selain itu, tak banyak bunga yang ditanam di taman ini sehingga sering digunakan untuk berlatih pedang dan senjata lainnya oleh Alexant dan George. Taman ini juga jarang dimasuki oleh penghuni istana, tak jarang Alexant memanfaatkannya sebagai tempat persembunyian saat ia sedang malas untuk belajar. Namun, kali ini ia ke taman ini bukan untuk berlatih, apalagi untuk bersembunyi. Pria di depannya bukanlah Jenderal Wallace, bukan pula Dutchess Natasha atau gurunya yang lain. Pria yang berada di depannya adalah Lance Loire, raja Alastoire yang terkenal dengan kebekuan hatinya. Benar apa yang dikatakan George, tidak ada yang berubah dari diri Lance Loire. Tak ada wajah ramah, tatapannya pun tetap dingin seperti dulu. Bahkan, sorot matanya terkesan lebih tajam dari pertemuan terakhir mereka sembilan tahun yang lalu. Mungkin karena usianya yang juga bertambah membuat intimidasinya semakin kuat. "Pangeran Al

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 100. Ujian Sebelum Pernikahan

    Dua hari lagi ia tidak akan sendiri lagi di kamar ini, akan ada Crystal yang menemaninya. Tempat tidur besar itu akan diisi oleh mereka berdua, begitu juga dengan barang-barang yang mengisi kamar. Ia yakin, pasti akan ada tambahan nantinya, entah itu lemari atau apa pun. Oleh sebab itu, ia tidak mengisi kamar tidurnya dengan banyak barang. Biarkan nanti Crystal yang memilih perabotan apa saja yang cocok untuk kamar tidur mereka. Untuk saat ini, hanya ada satu set sofa dan sebuah kursi santai berwarna perak yang diletakkan di dekat jendela menghadap taman. Dua buah lemari pakaian berukuran besar yang diletakkan berdampingan di bagian kanan kamar. Salah satu lemari sudah terisi dengan pakaian-pakaiannya, sebuah lagi masih kosong. Mungkin besok mereka akan mengisinya dengan gaun-gaun cantik untuk Crystal. Akan ada tambahan beberapa set sofa lagi. Mungkin dua set agar ruangan ini tidak terlihat kosong, dan suara mereka tidak bergema. Akan sangat konyol jika apa yang mereka lakukan di d

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 99. Hati Seorang Ayah

    Istana Namira memang tidak sebesar istana Alastoire. Dinding-dindingnya didominasi warna keemasan dan perak dengan pilar-pilar penyangga berwarna sama. Satu yang pasti, istana Namira selalu hangat karena dibanjiri sinar matahari sepanjang tahun. Bukannya tak ada salju, hanya saja di Namira lebih banyak sinar matahari dibandingkan dengan Alastoire yang beriklim dingin sepanjang tahunnya. Lance Loire selalu menikmati setiap kunjungannya ke Namira. Tak hanya beriklim hangat, gadis-gadis Namira juga terkenal dengan kecantikannya. Sudah bukan rahasia lagi jika ia gemar bermain wanita. Sudah banyak wanita yang ditidurinya, baik itu di Namira, Rans, ataupun Alastoire yang merupakan daerah kekuasaannya sendiri. Siapa yang dapat menolak pesonanya, para wanita itu malah berlomba untuk bisa menghabiskan waktu satu malam saja bersamanya. Meskipun tidak dibayar, mereka akan dengan sukarela mengangkang untuknya. Dasar para wanita murahan! Putri tunggalnya sendiri sudah mengetahui kebiasaannya i

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 98. Selamat Ulang Tahun, Crystal

    "Selamat ulang tahun, Nak!"Kata-kata itu keluar dari bibir Lance Loire yang ditujukannya kepada sang putri tercinta. Tidak ada acara meriah pada ulang tahunnya kali ini. Crystal juga tidak berkunjung ke Alastoire, ulang tahunnya hanya dirayakan di Namira, itu pun tanpa pesta ataupun tamu undangan. Pertambahan usianya hanya dirayakan dengan acara makan malam bersama dan tiup lilin. Lance Loire yang kali ini datang ke Namira, tanpa ada seorang pun yang tahu. Entah bagaimana caranya ia melewati pemeriksaan di pelabuhan sehingga kedatangannya tak terdeteksi. Yang pasti, ia tiba di Rainbow Hill dengan selamat tepat beberapa saat sebelum usia Crystal berganti."Kau sudah dewasa sekarang. Lihatlah!" Tidak ada senyum atau apa pun menyertai perkataannya itu. Raut wajah Lance tetap saja datar dengan sorot mata yang dingin. "Charlotte pasti bangga padamu."Crystal tersenyum lebar. "Mama pasti akan lebih bangga lagi padaku saat aku berdiri di depan altar."Lance mengembuskan napas kasar melalui

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status