Share

The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
Author: Fitri_alpha

Bab 1. Janji

Author: Fitri_alpha
last update Last Updated: 2023-12-18 12:06:34

Gadis kecil berusia tujuh tahun berlari riang, mengejar kupu-kupu yang banyak terdapat di taman itu. Gadis kecil berambut pirang dan mata biru cemerlang tersebut bernama Crystal Mars. Ia dan keluarganya menjadi salah satu tamu pada pesta yang diadakan oleh kerajaan Namira, salah satu dari tiga kerajaan besar yang ada.

Pesta ulang tahun raja Namira yang ke empat puluh lima memang lebih meriah daripada pesta-pesta sebelumnya. Seluruh rakyat Namira diundang, pintu gerbang istana di buka selama satu minggu penuh. Rakyat boleh menginjakkan kaki di istana dan bertatap muka langsung dengan raja dan putra mahkota. Sungguh kesempatan yang sangat langka.

Keluarga Mars bukanlah keluarga biasa. Mereka adalah keluarga bangsawan, walaupun hanya bangsawan yang tinggal di desa. Bersama para bangsawan lainnya mereka menghadiri dan menginap di istana selama pesta berlangsung. Oleh sebab itu, Crystal Mars, putri tunggal keluarga Mars, bisa mengenal dan berteman dengan pangeran Alexant Vrent. Para bangsawan yang datang sangat jarang membawa anak-anak mereka sehingga Crystal dan Alexant menjadi dekat hanya dalam waktu satu hari.

"Berhentilah terus berlarian, Crystal, aku tidak mau kau terjatuh!" seru Alexant dari bawah pohon.

Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu duduk bersandar di bawah pohon. Tangannya terlihat sibuk sejak tadi. Sementara George Bryne, sahabat sekaligus pengawalnya, berada di atas pohon. Ia meminta George untuk mengawasi Crystal yang tidak pernah bisa diam.

"Hei, George, apa menurutmu Crystal akan mau duduk di sampingku kalau aku memberikan mahkota ini padanya?" tanya Alexant dengan kepala menengadah menatap George. "Aku tidak suka ia terus berlari seperti itu, aku takut ia terjatuh."

George melompat turun dari atas pohon sebelum menjawab. Rasanya sangat tidak nyaman saat melihat majikanmu mengangkat kepala hanya untuk berbicara denganmu.

"Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab George hormat. Mereka memang berteman sejak balita dan bersahabat sampai usia mereka sepuluh tahun ini, tetapi George masih sadar diri. Meskipun mereka bersahabat, Alexant tetaplah seorang pangeran yang harus ia jaga keselamatannya. "Anda coba berikan saja kepadanya."

Alexant mengangguk, ia mempertimbangkan usul George. Tatapannya fokus pada mahkota bunga yang tadi dibuatnya sambil duduk.

"Bagaimana menurutmu? Apakah mahkota ini cantik?" Alexant bertanya sambil mengangkat mahkota bunga itu, menunjukkannya pada George. "Jawab aku dengan jujur, George! Sebagai sahabat bukan sebagai pengawalku!"

George berdeham satu kali. Alexant menatapnya tajam. Mata abu-abu anak itu bersinar mengancam. Jika sudah seperti itu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengatakan yang sebenarnya.

"Menurutku mahkota ini cukup cantik," ucap George sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan jari telunjuk mengusap dagu. Lagaknya sudah seperti orang dewasa saja. Memang George menirukan gaya sang Ayah. Jenderal besar Namira, Wallace Bryne, suka seperti ini kalau ia sedang mencoba menilai sesuatu. "Aku yakin Crystal akan senang menerimanya."

"Benarkah?" tanya Alexant dengan mata berbinar.

George mengangguk.

"Menurutmu begitu?" tanya Alexant lagi, kali ini ia memastikan kalau pendengarannya tidak salah.

Sekali lagi George mengangguk. "Tentu saja!" jawabnya yakin. "Kalau Anda tidak percaya Anda bisa memanggil Crystal, kemudian berikan mahkota bunga ini padanya. Aku yakin kalau Crystal pasti akan senang menerimanya."

Alexant mengangguk. Bocah sepuluh tahun berambut pirang dengan mata abu-abu itu berseru memanggil Crystal yang sedang mencoba menangkap seekor kupu-kupu yang hinggap pada setangkai bunga liar.

"Crystal, bisakah kau ke sini sebentar?"

Gadis kecil itu menoleh. Hanya sekilas, setelah itu ia kembali fokus pada kupu-kupu yang ingin ditangkapnya sejak tadi.

Alexant berdecak kesal. Crystal mengacuhkannya. Ia paling tidak suka diacuhkan, apalagi oleh orang yang disukainya. Ia memang masih kecil, tetapi ia juga menyukai Crystal. Gadis kecil itu selalu menebarkan aroma ceria di mana pun dia berada. Ia membutuhkan keceriaan itu. Sejak Ibunya meninggal karena sakit dua tahun yang lalu, ia sudah tidak tahu lagi bagaiman rasanya tersenyum.

Alexant bukan anak yang dingin. Ia selalu ramah kepada siapa pun, termasuk kepada semua bawahannya sehingga mereka semua menyayanginya. Di luar, Alexant memang tidak tampak kalau ia kesepian. Namun, di dalam hatinya ia selalu menangis. Alexant merindukan sosok ibunya yang selalu hangat dan penyayang. Ayahnya juga seperti itu, tetapi Ayahnya tetap tidak bisa menggantikan posisi sang Ibu. Ayah juga terlalu sibuk mengurus kerajaan dan rakyat mereka.

Alexant bertemu Crystal dua hari yang lalu pada malam pesta pertama. Mereka dikenalkan oleh orang tua mereka saat Crystal dan keluarganya memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Raja Henry, Ayah Alexant, dan Alexant merasa sudah menyukai gadis kecil itu sejak pertama melihatnya. Pipi bulat Crystal yang kemerahan membuatnya gemas ingin mencubitnya.

"Crystal, ke sinilah!" seru Alexant sekali lagi. "Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu."

Crystal berhenti berlari. Gadis kecil itu menatap Alexant dengan tatapan bertanya. Hanya sekejap kemudian Crystal kembali berlari. Kali ini, dia menghampiri Alexant dan George yang masih berdiri di bawah sebuah pohon besar.

Alexant tersenyum melihat Crystal menghampiri mereka. Saat gadis itu berlari tadi, kunciran rambut pirangnya yang bergelombang ikut bergoyang. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

"Ada apa?" tanya Crystal setelah berada di depan kedua anak laki-laki itu. Ia masih mengatur napasnya yang tersengal. "Benarkah kau ingin memberikanku sesuatu? Apa itu? Apakah kupu-kupu?" Dia memiringkan kepala.

Alexant menggeleng. Anak itu maju dan memasangkan mahkota bunga di kepala Crystal.

Gadis kecil itu meraba-raba bagian atas kepalanya, kemudian memekik gembira.

"Apakah ini untukku?" tanya Crystal dengan mata berbinar.

Alexant tersenyum, ia mengangguk. "Untuk saat ini aku hanya dapat memberikan mahkota ini padamu," ucapnya dengan mimik wajah yang serius. Meski begitu ia tetap mempertahankan senyumnya. "Kelak kita dewasa aku akan memasangkan mahkota sungguhan di kepalamu."

Crystal mengerjap. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang diberikan Alexant. Senyum manis terkembang di wajah bak boneka itu. Crystal mengangguk.

"Crystal Mars, hanya kau yang akan menjadi ratuku kelak!"

Mata George melebar mendengarnya. Mereka memang masih anak-anak, tetapi mereka sudah diajarkan tata krama juga adat dan kebiasaan. Kata-kata yang diucapkan Alexant adalah sebuah janji. Ikrar yang secara tak langsung sudah mengikat mereka sampai raga meninggalkan tubuh mereka kelak.

Aturan dalam setiap kerajaan memang tidak selalu sama. Di Namira, para anggota kerajaan terutama raja dan pangeran dilarang untuk berkata sembarangan. Perkataan mereka adalah ikrar dan janji yang harus ditepati.

Crystal mengangguk cepat. Tentu saja ia ingin menjadi ratu. Ia ingin memiliki mahkota sungguhan seperti yang dikatakan Alexant tadi.

"Kalau begitu kau harus duduk di sampingku dan berhenti mengejar kupu-kupu terus." Alexant menarik tangan Crystal, membawa gadis kecil itu duduk di bawah pohon besar yang sejak tadi didudukinya. "Aku tidak mau kau terjatuh dan terluka nantinya."

Crystal mengangguk. Gadis itu tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi susunya yang putih. Sebab gemas, Alexant mencubit pipi putih itu sekali sebelum memberikan kecupan pada pipi yang tadi dicubitnya.

"Dewasa nanti kau harus menikah denganku. Benarkan, George?" Alexant menolehkan kepalanya pada George yang sejak tadi terlihat masih berpikir. "Tidak boleh menikah dengan pemuda lain, hanya boleh denganku saja!"

Crystal lagi-lagi mengangguk. "Janji!" Gadis itu menjulurkan jari kelingking kanannya.

Alexant tersenyum. Menyambut uluran jari kelingking Crystal dengan jari kelingking miliknya.

"Berjanji!" balas Alexant. "Aku tidak akan terima jika kau menikahi orang lain," sambungnya. "Kau itu milikku!"

Crystal tak menjawab. Gadis kecil itu hanya mengangguk lagi. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang menghiasi kepalanya.

"Alex, aku cantik tidak?" tanya Crystal. Gadis kecil itu berdiri dan berputar di depan Alexant dan George.

Alexant mengangguk. "Tentu saja kau sangat cantik, dan aku menyukaimu," jawab Alexant.

"Aku juga menyukaimu," balas Crystal. Serta-merta gadis itu menerjang Alexant dan memeluknya erat.

Semilir angin menjadi saksi janji mereka berdua selain George. Alam seakan merestui ikrar yang diucapkan kedua anak kecil itu. Bunga-bunga bergoyang dengan indahnya. Daun-daun juga berguguran di atas mereka. Alexant tidak tahu bahwa ikrar masa kecil jua lah yang menyebabkan kehancuran kerajaannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 103. Stress Sebelum Menikah?

    "Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, Yang Mulia, Raja Loire hanya ingin mengejek Anda!" George berbicara dengan berapi-api. Ia mondar-mandir di depan Alexant, di dalam kamarnya sejak beberapa menit yang lalu setelah mereka kembali dari taman. "Seharusnya Anda tidak meladeninya, Yang Mulia!""Aku memang tidak melakukannya, George." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Alexant setelah mereka tiba di kamarnya beberapa saat yang lalu. Ia hanya duduk di salah satu single sofa yang mengisi kamar tidurnya, membiarkan George mengomel. Ia tak ambil pusing dengan apa yang dilakukan oleh Raja Loire, asalkan dia tidak mengganggu, apalagi mengacaukan upacara pernikahannya lusa, maka ia tidak peduli. "Benarkah?" tanya George menatap Alexant dengan sepasang alis pirang yang berkerut. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Alexant. Jarak mereka satu meter. "Bukankah Anda berjanji akan berkunjung ke kerajaannya bersama Lady Mars?" Alexant berdecak. "Aku hanya berbasa-basi saja, hanya seked

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 102. (Bukan) Menantu Idaman

    Benar-benar calon menantu yang payah. Entah apa yang dilihat Crystal dari Alexant. Jika hanya sikap manis dan sopannya, semua itu tidak akan membantunya untuk bisa masuk ke dalam lingkungan pergaulan bangsawan Alastoire yang rata-rata memiliki perkataan tak kalah pedas dari kata-kata yang keluar dari mulut Crystal. Lance berdeham, bukan untuk menarik perhatian kedua bocah yang memiliki warna rambut berbeda di depannya. Perhatian mereka berdua sudah sejak awal tertuju kepadanya. Ia hanya merasa perlu untuk mendinginkan suasana yang memanas. Bukan saatnya mereka beradu kata. Lagi pula, ia tidak terlalu menginginkannya. Beradu senjata terdengar lebih baik baginya daripada harus beradu mulut yang hanya akan membuat mereka terlihat seperti anak-anak perempuan. Jangan sampai Crystal melihatnya, atau itu akan dijadikannya bulan-bulanan untuk mengejeknya. Jangankan dirinya, Crystal saja yang merupakan seorang anak perempuan menolak untuk berdebat, apalagi untuk sesuatu yang tidak penting.

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 101. Ujian Untuk Calon Menantu

    Taman bagian selatan istana Namira berukuran lebih besar dari taman yang lainnya. Selain itu, tak banyak bunga yang ditanam di taman ini sehingga sering digunakan untuk berlatih pedang dan senjata lainnya oleh Alexant dan George. Taman ini juga jarang dimasuki oleh penghuni istana, tak jarang Alexant memanfaatkannya sebagai tempat persembunyian saat ia sedang malas untuk belajar. Namun, kali ini ia ke taman ini bukan untuk berlatih, apalagi untuk bersembunyi. Pria di depannya bukanlah Jenderal Wallace, bukan pula Dutchess Natasha atau gurunya yang lain. Pria yang berada di depannya adalah Lance Loire, raja Alastoire yang terkenal dengan kebekuan hatinya. Benar apa yang dikatakan George, tidak ada yang berubah dari diri Lance Loire. Tak ada wajah ramah, tatapannya pun tetap dingin seperti dulu. Bahkan, sorot matanya terkesan lebih tajam dari pertemuan terakhir mereka sembilan tahun yang lalu. Mungkin karena usianya yang juga bertambah membuat intimidasinya semakin kuat. "Pangeran Al

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 100. Ujian Sebelum Pernikahan

    Dua hari lagi ia tidak akan sendiri lagi di kamar ini, akan ada Crystal yang menemaninya. Tempat tidur besar itu akan diisi oleh mereka berdua, begitu juga dengan barang-barang yang mengisi kamar. Ia yakin, pasti akan ada tambahan nantinya, entah itu lemari atau apa pun. Oleh sebab itu, ia tidak mengisi kamar tidurnya dengan banyak barang. Biarkan nanti Crystal yang memilih perabotan apa saja yang cocok untuk kamar tidur mereka. Untuk saat ini, hanya ada satu set sofa dan sebuah kursi santai berwarna perak yang diletakkan di dekat jendela menghadap taman. Dua buah lemari pakaian berukuran besar yang diletakkan berdampingan di bagian kanan kamar. Salah satu lemari sudah terisi dengan pakaian-pakaiannya, sebuah lagi masih kosong. Mungkin besok mereka akan mengisinya dengan gaun-gaun cantik untuk Crystal. Akan ada tambahan beberapa set sofa lagi. Mungkin dua set agar ruangan ini tidak terlihat kosong, dan suara mereka tidak bergema. Akan sangat konyol jika apa yang mereka lakukan di d

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 99. Hati Seorang Ayah

    Istana Namira memang tidak sebesar istana Alastoire. Dinding-dindingnya didominasi warna keemasan dan perak dengan pilar-pilar penyangga berwarna sama. Satu yang pasti, istana Namira selalu hangat karena dibanjiri sinar matahari sepanjang tahun. Bukannya tak ada salju, hanya saja di Namira lebih banyak sinar matahari dibandingkan dengan Alastoire yang beriklim dingin sepanjang tahunnya. Lance Loire selalu menikmati setiap kunjungannya ke Namira. Tak hanya beriklim hangat, gadis-gadis Namira juga terkenal dengan kecantikannya. Sudah bukan rahasia lagi jika ia gemar bermain wanita. Sudah banyak wanita yang ditidurinya, baik itu di Namira, Rans, ataupun Alastoire yang merupakan daerah kekuasaannya sendiri. Siapa yang dapat menolak pesonanya, para wanita itu malah berlomba untuk bisa menghabiskan waktu satu malam saja bersamanya. Meskipun tidak dibayar, mereka akan dengan sukarela mengangkang untuknya. Dasar para wanita murahan! Putri tunggalnya sendiri sudah mengetahui kebiasaannya i

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 98. Selamat Ulang Tahun, Crystal

    "Selamat ulang tahun, Nak!"Kata-kata itu keluar dari bibir Lance Loire yang ditujukannya kepada sang putri tercinta. Tidak ada acara meriah pada ulang tahunnya kali ini. Crystal juga tidak berkunjung ke Alastoire, ulang tahunnya hanya dirayakan di Namira, itu pun tanpa pesta ataupun tamu undangan. Pertambahan usianya hanya dirayakan dengan acara makan malam bersama dan tiup lilin. Lance Loire yang kali ini datang ke Namira, tanpa ada seorang pun yang tahu. Entah bagaimana caranya ia melewati pemeriksaan di pelabuhan sehingga kedatangannya tak terdeteksi. Yang pasti, ia tiba di Rainbow Hill dengan selamat tepat beberapa saat sebelum usia Crystal berganti."Kau sudah dewasa sekarang. Lihatlah!" Tidak ada senyum atau apa pun menyertai perkataannya itu. Raut wajah Lance tetap saja datar dengan sorot mata yang dingin. "Charlotte pasti bangga padamu."Crystal tersenyum lebar. "Mama pasti akan lebih bangga lagi padaku saat aku berdiri di depan altar."Lance mengembuskan napas kasar melalui

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 97. (Bukan) Putri Bangsawan yang Rapuh

    "Anda dari mana, Nona?"Elsi yang tengah memasuki kamar tidurnya dengan mengendap dikejutkan oleh pertanyaan itu. Dia berjengit, menegakkan tubuh, dan melepas bandana yang menutupi kepalanya, lalu tersenyum lebar untuk menghapus kecurigaan Bibi Jane kepadanya. Bibi Jane adalah pengasuhnya. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu sudah merawatnya sejak dia kecil. Di kastil ini, hanya Bibi Jane yang menyayangi dan menghargainya –menurutnya. Kedua orang tuanya selalu memojokkannya. Apalagi Papa, selalu membandingkannya dengan semua orang. Papa selalu menyebut nama keluarga Bryne setiap kali mengomelinya. Tak jarang kata-kata Papa sangat menyakitkan. Tak hanya baginya, tetapi Bibi Jane juga pasti merasakannya. Bibi Jane selalu menangis tersedu setiap kali mendengar Papa mengomel, apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan George hanya karena dia perempuan. Itulah sebabnya dia meminta George untuk mengajarinya semua yang biasa dilalukan pria. Maksudnya, membela diri, agar Papa ti

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 96. Ketahuan

    Tak ada yang tahu bagaimana perasaannya karena ia tak memberi tahu siapa pun. Ia menyimpannya rapat-rapat agar tak ada seorang pun yang menyadari jika ia tengah menjalin hubungan secara diam-diam dengan putri dari musuh keluarganya. Hubungan mereka seolah sesuatu yang terlarang, padahal tidak demikian. Seandainya saja keluarga mereka tidak saling bermusuhan, tidak akan ada kata terlarang di antara mereka. Mereka akan dapat dengan bebas mendeklarasikan hubungan mereka di depan publik. Sayangnya, permusuhan keluarga yang sudah terjadi selama bertahun-tahun membuat mereka tidak bisa melakukannya. Bertemu pun mereka harus diam-diam di pinggiran hutan dengan Elsi yang mengenakan pakaian laki-laki agar tidak ada yang mengenali, mereka seperti sepasang penjahat saja. "Selamat sore, Yang Mulia!" George membungkuk hormat di depan Alexant yang tengah duduk di bangku taman. Dia sedang membersihkan pedangnya. Seharian ini George menghabiskan waktunya bersama Elsi. Mereka tidak hanya mengobrol

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 95. Pusat Duniaku

    "Kau harus yakin pada kekuatan cinta, Elsi. Jika pangeran Alexant dan Lady Mars bisa melewati tujuh tahun berpisah dan masih saling mencintai, begitu juga dengan kita." George meraih wajah Elsi, membingkainya dengan kedua tangannya. "Percayalah, kita juga pasti bisa menghadapi rintangan bersama-sama. Alexant dan Crystal dapat melewati waktu karena mereka saling yakin dan percaya, kita juga pasti bisa mendapatkan restu dari kedua orang tuamu." Elsi mengangguk, membuat dua bulir bening menuruni pipinya. Kata-kata George begitu mengena di hatinya. George benar, mereka harus bisa bertahan, harus kuat. Mereka tak boleh menyerah, seperti pangeran Alexant dan Lady Crystal Mars yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Mereka berdua dapat mengatasi jarak dan waktu yang memisahkan mereka. Mereka yakin jika pasangan mereka juga memiliki perasaan yang sama kuat dengan mereka. Dia juga harus kuat seperti Lady Mars, harus yakin jika mereka pasti dapat mengatasi segala rintangan dalam per

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status