Share

The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
Penulis: Fitri_alpha

Bab 1. Janji

Gadis kecil berusia tujuh tahun berlari riang, mengejar kupu-kupu yang banyak terdapat di taman itu. Gadis kecil berambut pirang dan mata biru cemerlang tersebut bernama Crystal Mars. Ia dan keluarganya menjadi salah satu tamu pada pesta yang diadakan oleh kerajaan Namira, salah satu dari tiga kerajaan besar yang ada.

Pesta ulang tahun raja Namira yang ke empat puluh lima memang lebih meriah daripada pesta-pesta sebelumnya. Seluruh rakyat Namira diundang, pintu gerbang istana di buka selama satu minggu penuh. Rakyat boleh menginjakkan kaki di istana dan bertatap muka langsung dengan raja dan putra mahkota. Sungguh kesempatan yang sangat langka.

Keluarga Mars bukanlah keluarga biasa. Mereka adalah keluarga bangsawan, walaupun hanya bangsawan yang tinggal di desa. Bersama para bangsawan lainnya mereka menghadiri dan menginap di istana selama pesta berlangsung. Oleh sebab itu, Crystal Mars, putri tunggal keluarga Mars, bisa mengenal dan berteman dengan pangeran Alexant Vrent. Para bangsawan yang datang sangat jarang membawa anak-anak mereka sehingga Crystal dan Alexant menjadi dekat hanya dalam waktu satu hari.

"Berhentilah terus berlarian, Crystal, aku tidak mau kau terjatuh!" seru Alexant dari bawah pohon.

Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu duduk bersandar di bawah pohon. Tangannya terlihat sibuk sejak tadi. Sementara George Bryne, sahabat sekaligus pengawalnya, berada di atas pohon. Ia meminta George untuk mengawasi Crystal yang tidak pernah bisa diam.

"Hei, George, apa menurutmu Crystal akan mau duduk di sampingku kalau aku memberikan mahkota ini padanya?" tanya Alexant dengan kepala menengadah menatap George. "Aku tidak suka ia terus berlari seperti itu, aku takut ia terjatuh."

George melompat turun dari atas pohon sebelum menjawab. Rasanya sangat tidak nyaman saat melihat majikanmu mengangkat kepala hanya untuk berbicara denganmu.

"Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab George hormat. Mereka memang berteman sejak balita dan bersahabat sampai usia mereka sepuluh tahun ini, tetapi George masih sadar diri. Meskipun mereka bersahabat, Alexant tetaplah seorang pangeran yang harus ia jaga keselamatannya. "Anda coba berikan saja kepadanya."

Alexant mengangguk, ia mempertimbangkan usul George. Tatapannya fokus pada mahkota bunga yang tadi dibuatnya sambil duduk.

"Bagaimana menurutmu? Apakah mahkota ini cantik?" Alexant bertanya sambil mengangkat mahkota bunga itu, menunjukkannya pada George. "Jawab aku dengan jujur, George! Sebagai sahabat bukan sebagai pengawalku!"

George berdeham satu kali. Alexant menatapnya tajam. Mata abu-abu anak itu bersinar mengancam. Jika sudah seperti itu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengatakan yang sebenarnya.

"Menurutku mahkota ini cukup cantik," ucap George sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan jari telunjuk mengusap dagu. Lagaknya sudah seperti orang dewasa saja. Memang George menirukan gaya sang Ayah. Jenderal besar Namira, Wallace Bryne, suka seperti ini kalau ia sedang mencoba menilai sesuatu. "Aku yakin Crystal akan senang menerimanya."

"Benarkah?" tanya Alexant dengan mata berbinar.

George mengangguk.

"Menurutmu begitu?" tanya Alexant lagi, kali ini ia memastikan kalau pendengarannya tidak salah.

Sekali lagi George mengangguk. "Tentu saja!" jawabnya yakin. "Kalau Anda tidak percaya Anda bisa memanggil Crystal, kemudian berikan mahkota bunga ini padanya. Aku yakin kalau Crystal pasti akan senang menerimanya."

Alexant mengangguk. Bocah sepuluh tahun berambut pirang dengan mata abu-abu itu berseru memanggil Crystal yang sedang mencoba menangkap seekor kupu-kupu yang hinggap pada setangkai bunga liar.

"Crystal, bisakah kau ke sini sebentar?"

Gadis kecil itu menoleh. Hanya sekilas, setelah itu ia kembali fokus pada kupu-kupu yang ingin ditangkapnya sejak tadi.

Alexant berdecak kesal. Crystal mengacuhkannya. Ia paling tidak suka diacuhkan, apalagi oleh orang yang disukainya. Ia memang masih kecil, tetapi ia juga menyukai Crystal. Gadis kecil itu selalu menebarkan aroma ceria di mana pun dia berada. Ia membutuhkan keceriaan itu. Sejak Ibunya meninggal karena sakit dua tahun yang lalu, ia sudah tidak tahu lagi bagaiman rasanya tersenyum.

Alexant bukan anak yang dingin. Ia selalu ramah kepada siapa pun, termasuk kepada semua bawahannya sehingga mereka semua menyayanginya. Di luar, Alexant memang tidak tampak kalau ia kesepian. Namun, di dalam hatinya ia selalu menangis. Alexant merindukan sosok ibunya yang selalu hangat dan penyayang. Ayahnya juga seperti itu, tetapi Ayahnya tetap tidak bisa menggantikan posisi sang Ibu. Ayah juga terlalu sibuk mengurus kerajaan dan rakyat mereka.

Alexant bertemu Crystal dua hari yang lalu pada malam pesta pertama. Mereka dikenalkan oleh orang tua mereka saat Crystal dan keluarganya memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Raja Henry, Ayah Alexant, dan Alexant merasa sudah menyukai gadis kecil itu sejak pertama melihatnya. Pipi bulat Crystal yang kemerahan membuatnya gemas ingin mencubitnya.

"Crystal, ke sinilah!" seru Alexant sekali lagi. "Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu."

Crystal berhenti berlari. Gadis kecil itu menatap Alexant dengan tatapan bertanya. Hanya sekejap kemudian Crystal kembali berlari. Kali ini, dia menghampiri Alexant dan George yang masih berdiri di bawah sebuah pohon besar.

Alexant tersenyum melihat Crystal menghampiri mereka. Saat gadis itu berlari tadi, kunciran rambut pirangnya yang bergelombang ikut bergoyang. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

"Ada apa?" tanya Crystal setelah berada di depan kedua anak laki-laki itu. Ia masih mengatur napasnya yang tersengal. "Benarkah kau ingin memberikanku sesuatu? Apa itu? Apakah kupu-kupu?" Dia memiringkan kepala.

Alexant menggeleng. Anak itu maju dan memasangkan mahkota bunga di kepala Crystal.

Gadis kecil itu meraba-raba bagian atas kepalanya, kemudian memekik gembira.

"Apakah ini untukku?" tanya Crystal dengan mata berbinar.

Alexant tersenyum, ia mengangguk. "Untuk saat ini aku hanya dapat memberikan mahkota ini padamu," ucapnya dengan mimik wajah yang serius. Meski begitu ia tetap mempertahankan senyumnya. "Kelak kita dewasa aku akan memasangkan mahkota sungguhan di kepalamu."

Crystal mengerjap. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang diberikan Alexant. Senyum manis terkembang di wajah bak boneka itu. Crystal mengangguk.

"Crystal Mars, hanya kau yang akan menjadi ratuku kelak!"

Mata George melebar mendengarnya. Mereka memang masih anak-anak, tetapi mereka sudah diajarkan tata krama juga adat dan kebiasaan. Kata-kata yang diucapkan Alexant adalah sebuah janji. Ikrar yang secara tak langsung sudah mengikat mereka sampai raga meninggalkan tubuh mereka kelak.

Aturan dalam setiap kerajaan memang tidak selalu sama. Di Namira, para anggota kerajaan terutama raja dan pangeran dilarang untuk berkata sembarangan. Perkataan mereka adalah ikrar dan janji yang harus ditepati.

Crystal mengangguk cepat. Tentu saja ia ingin menjadi ratu. Ia ingin memiliki mahkota sungguhan seperti yang dikatakan Alexant tadi.

"Kalau begitu kau harus duduk di sampingku dan berhenti mengejar kupu-kupu terus." Alexant menarik tangan Crystal, membawa gadis kecil itu duduk di bawah pohon besar yang sejak tadi didudukinya. "Aku tidak mau kau terjatuh dan terluka nantinya."

Crystal mengangguk. Gadis itu tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi susunya yang putih. Sebab gemas, Alexant mencubit pipi putih itu sekali sebelum memberikan kecupan pada pipi yang tadi dicubitnya.

"Dewasa nanti kau harus menikah denganku. Benarkan, George?" Alexant menolehkan kepalanya pada George yang sejak tadi terlihat masih berpikir. "Tidak boleh menikah dengan pemuda lain, hanya boleh denganku saja!"

Crystal lagi-lagi mengangguk. "Janji!" Gadis itu menjulurkan jari kelingking kanannya.

Alexant tersenyum. Menyambut uluran jari kelingking Crystal dengan jari kelingking miliknya.

"Berjanji!" balas Alexant. "Aku tidak akan terima jika kau menikahi orang lain," sambungnya. "Kau itu milikku!"

Crystal tak menjawab. Gadis kecil itu hanya mengangguk lagi. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang menghiasi kepalanya.

"Alex, aku cantik tidak?" tanya Crystal. Gadis kecil itu berdiri dan berputar di depan Alexant dan George.

Alexant mengangguk. "Tentu saja kau sangat cantik, dan aku menyukaimu," jawab Alexant.

"Aku juga menyukaimu," balas Crystal. Serta-merta gadis itu menerjang Alexant dan memeluknya erat.

Semilir angin menjadi saksi janji mereka berdua selain George. Alam seakan merestui ikrar yang diucapkan kedua anak kecil itu. Bunga-bunga bergoyang dengan indahnya. Daun-daun juga berguguran di atas mereka. Alexant tidak tahu bahwa ikrar masa kecil jua lah yang menyebabkan kehancuran kerajaannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status