Salah satu teman Ibunya berkata bahwa seharusnya Rais disekolahkan di sekolah orang-orang jenius. Teman tersebut adalah teman lama Ibunya semasa kuliah. Ia datang berkunjung sebulan sekali, kadang lebih.
Rais tahu bahwa orangtuanya tidak setuju dengan temannya tersebut.
Ayah Rais menginginkannya mengikuti sekolah biasa. Ia ingin Rais menjadi orang yang “merakyat”, “mengetahui kehidupan masyarakat”, dan “tidak manja”. Ibu Rais juga mengatakan bahwa tidak ada sekolah khusus anak jenius di Amerika. Jika ada, maka sekolah tersebut harus dimasukkan keranjang sampah karena membuat anak-anak jenius menjadi “eksklusif”.
Akhirnya mereka memutuskan bahwa Rais akan pergi ke sekolah umum. Ia akan bersekolah di kota kelahirannya, yang juga tidak jauh dari tempat tinggal kedua orangtuanya.
Setiap kali ada kesempatan, Ayah dan Ibu Rais mengajarinya semua pengetahuan tentang alam. Pengetahuan-pengetahuan tentang sains yang bagi Rais sangat perlu untuk dikritisi.
Terkadang mereka juga mengenalkan Rais pada seni. Musik, film, dan teater. Dari sini Rais belajar tentang bagaimana seseorang mengolah kata-kata menjadi lebih bermakna. Betapa suatu hal yang semula terdengar dan tampak biasa, bisa menjadi suatu hal yang bernilai jauh lebih tinggi.
Rais sangat tertarik dengan hal ini. Bahkan tidak jarang ia sangat bersemangat untuk pergi ke teater atau bioskop, bahkan konser musik.
Sesekali Rais juga diajak pergi ke perusahaan milik Ayahnya. Hoetomo, Inc. Adalah perusahaan yang menguasai hampir seluruh lini kehidupan Amerika, bahkan dunia.
Setiap kali mereka melakukannya, Ayah Rais mengenakan setelan kasual yang sangat menjadi kegemarannya, sementara Ibunya mengenakan pakaian blus khas perempuan. Rais sendiri tidak terlalu mengerti bagaimana seharusnya berpakaian untuk mengunjungi perusahaan. Ia hanya melihat Ibunya bertanya kepada Ayahnya tentang pantas atau tidaknya pakaian yang kdikenakannya.
“Ini sudah layak?” begitu Ibunya bertanya.
Ayahnya segera meminta Ibunya untuk berputar dan setelah itu mengatakan padanya bahwa ia sangat cantik. Rais bisa melihat ketulusan di mata ayahnya. Ketika Ayahnya berkata bahwa ibunya sangat cantik, Rais bisa melihat bahwa ayahnya benar-benar bermaksud demikian, dengan sepenuh hatinya.
Ibunya pun mendapati Rais berdiri di pintu dan memintanya masuk. Kemeja Rais dirapikannya, lalu mengatakan bahwa Rais sangat tampan.
Mereka bertiga lalu pergi menuju New York City, dengan supir mereka di depan limo mengantar mereka.
“Aku ingin berjalan-jalan di sana, berjalan seperti mereka,” kata Rais menunjuk trotoar dan para pejalan kaki.
“Sudah kuduga, ia memang sepertimu, orang yang haus petualangan,” kata Ibu.
“Kita akan mencobanya kapan-kapan,” jawab Ayah.
Mereka menyusuri kota, melewati bangunan demi bangunan, sementara Rais melihat orang di luar sana tertiup angin sehingga pakaian dan rambur mereka berkibar-kibar. Pada jalan utama, beberapa toko telah penuh oleh pelanggan, di sisi lain lampu kota mulai menyala karena cuaca yang membuat langit menjadi temaram.
Mereka akhirnya mencapai Hoetomo, Inc.
Sudah banyak mobil di tempat parkir, tapi mobil mereka tidak pernah harus kehabisan tempat. mereka berhenti di sebuah spot parkir yang memang menjadi milik mereka.
Keluarga Hoetomo turun, Ibunya mencoba meraih tangan Rais, namun Rais menolak digandeng tangan oleh Ibunya. Sejumlah orang sudah dalam formasi menyambut mereka, yang didapati Rais seperti berada di sepanjang jalan sejak mereka turun hingga mencapai lift. Ayah Rais memperhatikan bahwa ini adalah jam makan siang.
Rais mendapati mereka akan menaiki lift khusus untuk para petinggi perusahaan. Pintu terbuka dengan tanpa suara di depan mereka, mereka masuk, dan saat berada di dalamnya, Rais dapat melihat pemandangan kota New York.
Orang-orang memasuki subway, rombongan yang berjalan seirama begitu teratur. Sebagian dari mereka terlihat terburu-buru.
Rais pernah pergi ke kota-kota besar sebelumnya, tapi ia belum pernah ke kota sebesar New York City. Baginya kota ini seperti kota yang dipenuhi pilar-pilar dan aliran manusia yang tidak ada hentinya. Kota yang tidak pernah tidur. Rais tidak pernah berpikir untuk tinggal di sini. Tanpa disadarinya, ia telah berada di lantai teratas, bersama orang tuanya.
Tidak dapat disembunyikannya kekaguman dirinya. Setelah keluar dari lift pun, ia dapat melihat dari pemandangan jendela, tentang pemandangan New York City. Semua itu sangat membuatnya terkesan.
“Ayahmu membangun perusahaan ini,” kata Ibunya.
“Semua karena rahmat Allah,” timpal Ayah Rais.
“Ayahmu sangat pandai bersyukur,” timpal Ibu.
“Itu yang diajarkan oleh keluarga kita sejak awal,” kata Ayah kepada Rais.
“Semua yang kita dapatkan ini tidak mungkin terjadi jika bukan karena rahmat dan rezeki dari Allah. Kota ini, bahkan negara ini, telah ada waktu kakekmu, generasi pertama keluarga kita yang pindah ke Amerika, menginjakkan kakinya di tanah ini. Tapi kakekmu berkata kepadaku bahwa tugas kita belum selesai. Masih banyak penderitaan, kemiskinan, yang melanda orang-orang di negeri ini dan dunia. Kita harus membuat lapangan pekerjaan yang membuka kesejahteraan bagi setiap orang.” lanjut Ayah.
“Dan semua berpusat di sini,” timpal Ibu, “Di Hoetomo Group.” Lanjutnya.
“Ini yang Ayah dan Ibu kerjakan?” tanya Rais.
“Ya, dan kami didukung orang-orang terbaik,”
“Para ahli?”
“Betul, orang-orang yang menguasai bidangnya masing-masing.”
Rais berjalan melambat, dilihatnya sekeliling. Disadarinya ia sedang berada di pusat sebuah peradaban.
“Ayo kita masuk,” kata Ayahnya menunjukkan sebuah ruangan besar.
Keluarga Hoetomo memasuki sebuah ruangan yang sangat bersih, putih, dan mewah. Pintunya sangat besar dan dilengkapi dengan karpet. Ruangan ini jauh lebih mewah daripada semua yang dilihat Rais sejak tadi. Baginya ini lebih mirip seperti ruangan hotel bintang lima.
Mereka berjalan dan menduduki tempat di mana kursi-kursi sudah ditandai. Kursi bernama masing-masing, termasuk milik Rais, adalah kursi empuk yang sangat mewah. Beberapa orang menyambut mereka. Ayah Rais memberikan instruksi kepada beberapa orang yang tidak dapat didengar Rais.
Ibunya berbisik kepada beberapa pegawai perempuan yang segera tersenyum dan mengangguk tanda mereka mengerti. Mereka duduk, dan tak lama kemudain beberapa orang datang membawa penganan ringan. Dari sini mereka menyaksikan presentasi dari beberapa orang yang tampaknya memiliki kedudukan penting di perusahaan ini.
Ayah dan Ibu Rais memperhatikan dengan seksama sambil sesekali mengajukan pertanyaan. Rais menyadari bahwa tidak ada anak-anak selain dirinya di ruangan ini.
Ia merasa asing.
Sebaiknya aku pergi saja, pikirnya.
Tapi ia tidak tahu harus pergi ke mana.
Seorang pegawai perempuan datang dan menawarkan makan siang.
“Kebab saja, terima kasih,” kata Ibunya.
“Cordon Bleu.” kata Ayahnya.
Rais memesan hal yang sama dengan Ayahnya. Mereka makan siang dengan mewah di ruangan itu. Setelahnya, beberapa pegawai membereskan bekas makan siang mereka dan menawarkan sejumlah pilihan hidangan penutup.
Rais merasa bosan.
Siang hari pun berlalu, Rais melihat matahari terbenam dari sudut jendela. Sementara Ayah dan Ibu masih melayani orang-orang yang melakukan presentasi, Rais beranjak dan pergi ke arah jendela. Ia melihat sinar matahari yang semakin lama semakin memerah.
Rais sudah sering melihat matahari terbenam. Namun kali ini berbeda. Ia merasa ada sesuatu di matahari ini. Sesuatu yang hebat namun juga... mengerikan.
Tanpa sadar tubuhnya merinding.
“Kau suka melihat matahari terbenam?” tanya Ibunya.
Rais agak terkejut, namun ia mengangguk.
“Apa yang kau lihat dari sana?” tanya Ibu lagi.
“Sesuatu yang mengandung kekuatan besar. Ia ada di sana, dan menyimpan energi yang luar biasa.”
“Betul, ialah sumber kehidupan di muka bumi ini. Tanpanya, bumi ini akan mati.”
Rais kembali memandangi matahari senja.
“Maha Besar Allah yang telah menciptakannya ini semua.” lanjut Ibu.
Rais menoleh ke arah Ibunya.
Ibunya mengangguk, tersenyum.
Urusan mereka telah usai di perusahaan hari itu. Mereka pun pulang ke rumah dengan mengambil jalan yang berbeda dari saat mereka datang.
Rais tidak telalu menyukai pesta kelulusan dirinya yang dibuat keluarga Hoetomo. Ia mencoba, tapi tetap tidak bisa. Tidak pernah disukainya pesta-pesta semacam itu. Ayah dan Ibunya mengundang semua orang yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi Rais. Mereka para keluarga Muslim dan juga Indonesia-Amerika yang dikenal keluarga Hoetomo.Selama bertahun-tahun lamanya Ibunya telah mengenalkan Rais kepada sejumlah anak, terutama anak perempuan. Hanya sebagian di antara mereka yang Muslim, karena orangtuanya selalu mengajari Rais untuk tidak menjadi eksklusif. Terkadang Rais bermain ke rumah mereka, terkadang sebaliknya mereka yang mengunjungi Rais.Semula terasa aneh berkunjung ke rumah orang lain, namun lama kelamaan Rais menjadi terbiasa. Dari sini Rais belajar mengeksplorasi kehidupan pertetanggaan mereka. Sesekali mereka bertanya apakah diizinkan bermain ke rumah Rais, di mana rumah itu sangatlah mewah meskipun Ayah Rais berusaha untuk membuatnya “sesederhana mung
Ikhwan sekalian, hari akhir kian dekat. Aku telah diberitahu bahwa Sang Messiah akan segera datang. Kita harus mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Kupikir sudah jelas bahwa Pemimpin Besar kita adalah Sang Mesiah.Dia adalah penyelamat kita. Dia yang akan membawa kejayaan Islam di seluruh dunia, dan memusnahkan Dajjal Amerika Serikat. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan penyambutan untuknya. Kita harus memulai serangan.Aku telah menyelesaikan rencana kita. New York City akan menjadi alat eksperimen pertama. Aku pribadi tidak berharap banyak dari serangan pertama ini. Aku hanya ingin seluruh Muslim bersatu kembali. Kita harus melawan musuh kita. Dan kita memiliki satu musuh utama: Amerika Serikat.Seluruh Muslim harus berjihad melawan Amerika. Tidak ada keraguan untuk itu. perang mungkin bukan jalan yang utama. Tapi saat ini, tidak ada cara lain.Orang-orang kafir telah menginvasi negara-negara Islam dan mendudukkan para koruptor di pucuk-pucuk ke
Rais tidak melihat World Trade Center sebagai tempat yang istimewa. Ia bahkan tidak mengerti kenapa orang mau bekerja di sini. Ini hanya gedung pencakar langit, seperti gedung-gedung pencakar langit lainnya. Rais hanya pernah membaca tentang World Trade Center dari artikel, dan itu didapatnya dari internet.Ia tahu bahwa orangtuanya memiliki saham dalam jumlah besar pada mayoritas perusahaan di dunia. Dan sebagian perusahaan itu memiliki kantor di World Trade Center.Ayahnya ingin Rais sesekali mengunjungi kantor mereka. Kantor-kantor perusahaan di bawah bendera Hoetomo Group. Termasuk yang berada di World Trade Center.Rais tidak mengenal New York City dengan baik. Tapi ia merasa sesekali harus memenuhi keinginan ayahnya.Maka pagi ini ia memasuki salah satu bangunan menara kembar tersebut. Baginya ini seperti sebuah istana, tapi dengan kubik-kubik. Diliriknya arlojinya. Ini masih terlalu dini untuk memulai hari.Baru ada sedikit orang di sini, da
Letnan Andrea Izmaylov mencapai rumahnya menjelang tengah malam. Adiknya, Svetlana, telah meninggalkan makan malam untuknya. Mereka telah tinggal di New York sejak lahir. Orangtua mereka yang imigran telah berusaha sangat keras untuk bisa keluar dari Soviet dan menjadi warga negara Amerika.Andrea mendapati adiknya telah tidur. Svetlana telah menumpang di rumahnya selama enam tahun sambil berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.Tak disangkanya, Svetlana terbangun. Ia lalu mengambil segelas air dan menemani kakaknya menonton televisi sambil makan malam.“Sangat mengerikan,” kata Svetlana.“Bisa dibilang demikian,”“Memang,”“Andai kau ada di sana untuk melihat apa yang terjadi,”“Kuharap tidak perlu. Menyaksikannya dari sini saja sudah cukup membuatku bermimpi buruk.”Andrea menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.“Kau tidak apa-apa?” Svetlan
Beberapa hari telah berlalu.Pada sebuah pagi yang terik, Rais menghadiri pemakaman puluhan orang yang menjadi korban 11 September. Mereka diantar dan dimakamkan dengan diiringi tangisan dari keluarganya.Rais ingin ikut menangis, ia sangat ingin. Bagaimanapun di antara mereka ada pegawai-pegawainya. Ia ingin menunjukkan simpati, tapi sekeras apapun ia berusaha, air matanya tak kunjung turun.Kerumunan orang saling mengucapkan bela sungkawa, lalu disusul dengan ucapan-ucapan selamat tinggal. Rais berdiri di samping ayahnya sampai seluruh upacara pemakaman selesai. Perlahan langit tertutupi awan. Tidak lama kemudian cuaca cerah berubah menjadi rintik-rintik gerimis.Pandji Hoetomo, ayah Rais, menepuk pundak anaknya.“Ini akan menjadi masa sulit. Aku harap kau kuat.”“Maksud Ayah?”“Kita mengalami kerugian cukup besar, tapi asuransi akan menanggungnya. Tidak akan ada masalah finansial. Tapi ada sebuah kerug
Hari ini Rais telah melewati semuanya. Di usianya yang keduapuluh dua, ia memperhatikan apa yang terjadi dari waktu ke waktu sejak kejadian yang memilukan di New York City. Dari sana ia berpikir bahwa diriya harus bisa menjadi pembela masyarakat sipil. Membela mereka dari teror-teror besar maupun kecil. Juga menghancurkan para teroris yang menebar ketakutan di mana-mana.Maka ia harus mempelajari ilmu bela diri. Semua itu sebagai awalan dari rencana-rencana besarnya. Satu tahun sudah dihabiskannya waktu mempelajari martial arts yang sangat dinikmatinya.Ia menghadapi satu demi satu lawan tandingnya. Memukul, menendang, menghindar, mengelabui, dan merobohkan. Hari-hari indah yang sangat ia nikmati. Selain itu, apa yang ia lakukan ini juga cukup untuk membuatnya teralih dari tragedi besar umat manusia, di mana ia sendiri menjadi saksi hidupnya.Selama setahun Rais tidak pernah menghubungi keluarganya. Ia merasa perlu untuk mengunjungi orangtuanya, melihat
Ikhwan sekalian, hari ini aku berjalan-jalan berkeliling. Kudapati dunia ini begitu indah. Kuhirup napas dengan segar dan kuhembuskan kembali dengan nikmat. Di sini terasa keindahan dunia yang sesungguhnya.Tapi dunia di luar sana telah rusak. Itu tidak perlu terjadi andai saja dunia tidak perlu dikotori oleh ketamakan dari Amerika Serikat. Ya, andai saja Amerika Serikat tidak perlu ada di muka bumi.Dunia ini tentu akan lebih baik.Ikhwan sekalian, hari ini juga aku teringat bahwa diriku tidak akan selamanya berada di dunia. Secepatnya harus kulaksanakan misiku. Tentaraku sudah siap. Pasukanku akan melaksanakan apa yang kuperintahkan. Akan kuakhiri masa yang mengenaskan dari dunia ini. Kuharap semua akan berhasil. Meskipun akan ada harga yang harus kubayar.Telah kuputuskan untuk menyalurkan semua ilmuku kepada kalian, para pasukanku, para mujahidinku. Bagaimanapun aku harus memiliki penerus. Dan aku harus memilih orang-orang terbaik untuk menjalankan re
Rais telah memimpin perusahaannya selama beberapa bulan. Strategi-strategi korporasi telah dikuasainya, bahkan lebih dari orang-orang yang berkecimpung di perusahaan multinasional selama bertahun-tahun. Kejeniusannya merumuskan strategi telah membuat Hoetomo, Inc. kembali menguasai pasar. Namun Rais merasa misi utamanya bukan itu. beberapa hari sejak perusahaannya kembali memuncaki pasar modal, Rais menemui ayahnya.Ia mengatakan kepada ayahnya bahwa dirinya kembali meminta waktu untuk melakukan perjalanan. Rais mengatakan akan berkeliling Amerika, bahkan dunia, untuk mempelajari banyak hal. Motivasi sebenarnya adalah ia ingin melihat sejauh mana akibat yang ditimbulkan oleh 9/11 terhadap umat Muslim di Amerika. Oleh karena itu, perusahaannya sementara kembali akan dipegang oleh sang ayah, walaupun ayahnya terlihat berat melepas dirinya.Bagaimanapun Rais telah menunjukkan bahwa dirinya kader yang tepat untuk menjalankan Hoetomo, Inc.Rais pun memulai perjalanan