Home / Fantasi / The Caliph / Rais, 2001

Share

Rais, 2001

Author: Reez
last update Last Updated: 2021-08-30 11:00:29

Ia belajar dari pengalaman pribadinya bahwa sistem pendidikan di masa kini harus dibuang ke tempat sampah. Rais merayakan ulangtahunnya yang ke-21 beberapa saat setelah ia meraih gelar Ph.D. Banyak hal yang dipelajarinya dari universitas, hanya saja baginya itu tidak lebih dari keping-keping butiran debu jika dibandingkan dengan apa yang didapatnya di luar kampus.

Rais sering berkeliling di malam-malam yang dingin. Diamatinya kehidupan masyarakat, di negara yang disebut orang sebagai adidaya. Pada kenyataannya banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka yang hidup dengan menggunakan mantel di setiap malam hari, tidur beratapkan langit, dan harus menyalakan api dengan membakar sampah.

Ia menjadi seorang insinyur jalanan, memperbaiki alat-alat pemanas dari keluarga-keluarga gelandangan, maupun membuat alat-alat rumah tangga sederhana dengan kemampuannya. Ia kagum akan keteguhan orang-orang itu hidup dari hari ke hari.

Rais punya seseorang yang disebutnya “teman”. Orang ini adalah gelandangan yang tidak pernah terjamah pemerintah kota Boston. Setiap kali Rais menemuinya, keadaan orang yang menyebut dirinya “John” ini tetap sama. Ia gelandangan yang tubuhnya beraroma tidak sedap, entah kapan terakhir kali ia mandi. Untuk makan pun hanya mengandalkan belas kasihan orang. John selalu berkata kepada Rais bahwa ia menunggu suatu saat ketika “home” memanggilnya.

Saat Rais bertanya di mana “home” yang dimaksud, John menunjuk ke arah langit.  

Pada akhirnya, dari John, ia belajar bahwa ada sesuatu yang bisa menggerakkan umat manusia jauh lebih kuat daripada kekuatan kediktatoran ataupun pemerintahan tangan besi.

Sesuatu ini bisa membuat seseorang percaya untuk melakukan sesuatu tanpa diminta, bahkan mengorbankan miliknya yang paling ia cintai.

Semuanya dilakukan dengan sukarela, karena hal tersebut.

Ia adalah keyakinan.

Faith...

Ketika tiba saatnya nanti, Rais sangat ingin mempelajari bagaimana milyaran manusia bisa digerakkan oleh ajaran yang dibawa oleh orang-orang yang mereka sebut dengan “Utusan”. Padahal mereka hidup belasan bahkan puluhan abad sejak utusan yang menjadi panutan mereka menghembuskan napasnya yang terakhir.

Ini sangat menarik baginya.

Orang yang disebut “Utusan” pasti memiliki karisma khusus. Tidak mungkin milyaran orang mau bergerak memenuhi arahan seseorang, tanpa seseorang itu memiliki suatu hal yang menjadi daya tarik. Rais bertekad suatu hari ia akan menemukannya. Ia yakin hal seperti ini tidak akan ditemuinya di bangku pendidikan formal.

Karenanya, Rais tidak lagi peduli kepada derajat pendidikan. Ia telah meraih gelar yang tertinggi. Tidak ada lagi tantangan di dunia akademik baginya.

Saat ini ia hanya duduk bersandar di kursinya, memandang ke luar jendela, dan menikmati senja di hari-hari terakhirnya di Boston. Sebelum ia meninggalkan kota ini, mungkin untuk selamanya.

Ia sedang mengingat profesornya, yang selama lebih dari enam tahun sejak pertama kali Rais mengenalnya, masih mengenakan kemeja, jas, dan tas yang sama. Rais yakin bahwa ia pasti mengenakannya lebih lama dari itu.

Bahkan hari-hari terakhir Rais di universitas, Sang Profesor masih dengan antusias membicarakan jembatan antara ilmu pengetahuan dan agama. Ia memberitahu Rais bahwa dirinya ingin melebur dua hal tersebut. Rais hanya mengangguk dan mengangguk saat Sang Profesor menceritakan tentang kisah-kisah dalam kitab suci yang harus dapat dijelaskan pada ilmu pengetahuan saat ini.

Karena ia mengenal Rais sebagai seorang Muslim, maka sesekali ia pun mengambil kisah-kisah dari Al Quran. Rais pun tetap melayaninya dengan mengangguk. Dirinya telah membaca lebih banyak buku keagamaan dibandingkan Sang Profesor, dan semua itu gagal menarik minatnya, kecuali mungkin sedikit.

Semua paparan mengenai monolitik, maupun neolitikum telah dibacanya. Profesornya masih berceramah tentang hubungan antara agama samawi saat ini dengan mitos-mitos yang berasal dari masa pengisahan dewa-dewa. Ia berusaha melihat semua agama sebagai hal yang sama. Bahwa agama-agama yang ada saat ini tidak lebih dari turunan atau adaptasi dari cerita-cerita tentang dewa-dewa langit.

Ah ya tentu, Rais telah mempelajari semuanya.

Ia tahu apa yang diinginkan Sang Profesor tidak lebih hanyalah persetujuannya. Sementara Rais sama sekali tidak tertarik pada semua paparan tersebut. Ia lebih suka deduksinya sendiri. Namun ia masih sangat menghormati Sang Profesor.

Sang Profesor mengatakan pada Rais bahwa ia belum pernah bertemu orang seperti dirinya sebelum ini. Juga ia akan sangat merindukan Rais. Ia pun sekali lagi (setelah ribuan kali sebelumnya) meminta Rais untuk tinggal dan mengajar di fakultas.

Senyum selalu menjadi jawaban Rais.

Rais sudah sangat bosan dengan semua urusan universitas. Terkadang ia hanya ingin membaca cerita-cerita fiksi dan mendapatkan kembali keluguan masa kecil yang tidak pernah didapatkannya. Ia sudah membaca kalkulus sejak ulang tahunnya yang kesepuluh. Lalu fisika kuantum, teknologi nano, dan sebagainya.

Tidak ada dari semua itu yang memberinya alasan kenapa ia dilahirkan ke muka bumi ini.

Rais telah bersumpah bahwa ia tidak dan tidak akan pernah kembali ke dunia akademik. Telah ditandatanganinya surat pengunduran diri dari dunia tersebut. Rais telah melupakan semua pencapaian akademisnya.

Tapi ia berjanji bahwa proses belajar tidak akan pernah berhenti.

Beberapa saat kemudian, Rais memutuskan untuk turun dan berjalan-jalan. Ia benar-benar ingin menikmati hari-hari terakhir di Boston. Sedikit mengejutkan dirinya bahwa ia sungguh menikmati pemandangan senja di kampusnya.

Disadarinya bahwa selama ini ia telah terperangkap oleh kehidupan tidak bahagianya sebagai mahasiswa. Orang-orang berkata bahwa ia brilian, tapi ia lebih tahu bahwa sebenarnya dirinya sedang dipenjara. Selama bertahun-tahun pikirannya terkungkung pada urusan sang profesor, tesis, disertasi, dan kelas-kelas.

Rais ingin melupakan semuanya.

Sekalipun begitu, ia juga terkejut mendapati dirinya terus berpikir mengenai hari-harinya yang telah lalu di universitas. Terutama tentang saat-saat ia membaca cerita yang berasal dari sejarah. Sangat banyak cerita sejarah tentang perang yang ia temui. Rais mendapati bahwa sejarah lahir dari perang. Tanpa perang, tidak akan ada sejarah. Bahkan hingga kini, perang masih mendominasi berita.

Rais menyadari bahwa peradaban manusia saat ini hanya mengaku-ngaku bahwa mereka “beradab”. Pada kenyataannya, tidak ada yang berbeda dari manusia di masa kini dengan nenek moyangnya.

Perang, perang, dan perang di mana pun.

Pikirannya terinterupsi oleh satu hal, apakah dirinya akan terlibat dengan perang suatu saat nanti?

Lalu apa yang akan dilakukannya?

Apa arti semua pencapaiannya selama ini jika nanti ia mati oleh sebuah tembakan?

Ke mana semua karyanya akan pergi?

Lalu pikiran Rais melayang lebih jauh ke hari-hari yang telah lalu. Ia adalah jenius yang selalu menjadi bintang keluarganya, keluarga Hoetomo.

Rais Hoetomo menjadi fenomena karena telah meraih gelar kesarjanaannya pada usianya yang ketujuhbelas.

Orangtuanya menggelar pesta untuk merayakan kelulusan Rais. Mereka mengundang semua warga Indonesia-Amerika maupun mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di Washington DC.

Rais tahu bahwa ini adalah hari yang spesial bagi orangtuanya. Ia tidak terlalu paham tentang bagaimana pesta kelulusan seharusnya dilakukan. Yang diketahuinya hanya wisuda. Sementara Rais tidak terlalu paham mengenai kenapa wisuda harus dirayakan.

Baginya semua itu terlalu “biasa”.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Caliph   Kengerian Yang Belum Pernah Ada Sebelumnya

    Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr

  • The Caliph   Duel

    Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a

  • The Caliph   Di Luar Dugaan

    Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u

  • The Caliph   Rising Star

    Washington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i

  • The Caliph   Keberhasilan

    Abdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me

  • The Caliph   Perang Dimulai

    Jika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status