“Baik, Yang Mulia. Apa yang membuat Anda datang ke toko kecil seperti ini?”
Raeli menyerang tepat pada inti kedatangan Pangeran Ein. Pasalnya, kedua pria yang menjadi tokoh utama dalam novel itu sama sekali tidak tertarik dengan Rose, sang pemeran utama perempuan.
Semua cerita sudah jauh melenceng. Padahal tidak ada yang Raeli lakukan. Ia hanya menjalani hidupnya seperti biasa. Tidak terlibat dengan istana dan para peran utama. Hanya Rose yang memang bekerja padanya.
“Tapi sebelum itu, Tuan Tristan?” panggil Raeli. “Anda menghabiskan kue buatan saya?”
“Oh,” Marquess Knightdale tersenyum lebar dan melirik pada Pangeran Ein yang memberikan tatapan penuh ancaman dari ekor matanya.
Terkutuklah pria itu jika terjadi sesuatu pada pai-pai buahnya tempo waktu itu. Apakah Pangeran Ein membuang kue-kue itu sebelum marquess memakannya?
“Sungguh pai yang sangat enak,” jawab Tristan dan mata Pangeran Ein kembali menatap Raeli yang sudah memberikan pandangan ancaman.
“Baguslah. Saya hanya berharap seseorang tidak membuangnya.”
“Oh, tidak, Nona. Bisa saya pastikan kue-kue itu habis.”
Raeli mengangkat cangkir teh dan menyesapnya dengan segala tata krama yang telah Raeliana pelajari.
“Bahkan Kaisar juga menyukai kue Anda,” tambah Tristan.
Byurr!
Raeli tanpa sengaja menyemprotkan teh di mulutnya ke lantai karena terkejut. “Kaisar?”
“Baginda Kaisar dan Yang Mulia Permaisuri.”
Raeli tertawa sumbang. Astaga, kenapa kue itu bisa sampai pada kaisar dan permaisuri? Ia membuat kue itu untuk Tristan. Ya, setidaknya pria itu bisa membagi-baginya kepada bawahannya yang lain. Lalu kenapa harus kaisar dan permaisuri?
“Nona baik-baik saja?” tanya Anne yang berdiri di belakangnya, bergabung pada pembicaraan.
Sialan. Raeli tidak baik-saik saja. Ia dalam masalah. Jika saja akan jadi seperti ini, setidaknya ia akan mengirimkan hadiah yang layak atau kue yang lebih mewah dari pada hanya pai buah.
“Itulah kenapa kami di sini,” kata Pangeran Ein.
Raeli ingin mengubur dirinya ke bawah lantai sekarang. Apa yang dilakukannya? Muncrat di depan pangeran? Adakah hal yang lebih memalukan dari pada ini dan tertabrak kuda?
Mungkin besok-besok Raeli akan masuk koran dengan kasus tersedak teh.
“Permaisuri memintamu untuk menjadi salah satu pengisi jamuan.”
“Apa? Jamuan?”
Pangeran Ein mengangguk. “Beliau ingin kuemu pada malam debutante.”
Raeli rasanya ingin tertawa kuat-kuat di depan sang pangeran. “Saya takut bahwa saya akan menolak, Yang Mulia.”
“Menolak?”
Raeli mengangguk. “Saya tidak punya waktu untuk kue dan mempersiapkan diri untuk debutante sendiri.”
“Ah, ya. Benar sekali. Kau sama dengan Liliane.”
Raeli mengangguk sekali dengan tegas. Liliane La Alger Easter. Gadis itu berambut hitam sama seperti pangeran. Hanya saja matanya karena terlalu merah hingga jadi seperti warna ungu gelap. Setidaknya itulah yang Raeli ingat, tertulis di novel.
“Kau punya banyak pelayan,” Pangeran Ein tersenyum. Seakan menegaskan bahwa Raeli tidak punya kesempatan menolak.
Pria ini membuat Raeli harus melawannya. Apa pun yang terjadi ia tidak akan begitu saja kalah oleh pemeran utama dalam novel ini. Walau ia hanya seorang figuran. Memangnya figuran tidak boleh terlalu menonjol? Raeli tidak peduli.
“Ya, tapi kuenya berdasarkan resep milik saya, Yang Mulia.”
“Kalau begitu tuliskan resepnya dan mereka akan membuatnya.”
“Saya yang membuat kuenya.”
“Kau akan ikut debutante.”
“Dari itu saya tidak akan membuat kue.”
“Kau menolak permintaan permaisuri?”
Raeli tersenyum. Tentu saja, aku menolak.
“Kau punya banyak pelayan di sini, mereka bisa mengurusnya dengan baik ketika sampai di istana dan kau tetap bersiap untuk debut.”
“Apa saya tidak boleh menolak, Yang Mulia?”
“Tidak.”
“Bagaimana kalau kita—”
“Tidak ada tawaran.”
Sialan!
Pangeran Ein berdiri dari duduknya. “Besok, datanglah untuk memenuhi undangan Permaisuri dan Liliane.”
“Apa saya bisa menolak?”
“Itu bukan tawaran, Nona Raeliana. Itu perintah.”
Raeli turut berdiri. Memberikan senyuman, segeralah pergi dari toko milikku!
“Kalau begitu kami permisi, Nona Realiana,” kata Tristan.
Raeli dan Anne memberi hormat, juga beberapa pekerja yang ada di sana termasuk Rose. “Terima kasih kunjungannya, Yang Mulia. Berkat Easter bersama Anda,” kata Raeli. Jangan pernah datang lagi!
Pangeran Ein tersenyum culas. “Itu seperti kau bilang agar aku tidak datang lagi.”
“Oh? Tidak begitu, Yang Mulia. Hanya saja toko saya tidak bisa menampung aura besar Anda.”
“Haruskah kubuatkan yang lebih besar?”
Raeli tertawa mengejek. “Tidak perlu, Yang Mulia. Tubuh saya yang kecil ini sudah pas di sini.”
“Ah, baiklah.” Pangeran Ein tersenyum sekali lagi sebelum melangkah ke pintu. “Jangan sampai tertabrak kuda lagi.”
Raeli terkesiap mendengar itu.
Ahhhh!!
Dasar pangeran menyebalkan!
Beberapa bulan setelah Raeli bangun dan kembali menjalani hidupnya sebagai putri tunggal Servant dan putri mahkota, tiba-tiba saja istana jadi heboh. Beberapa orang datang silih berganti menemui Raeli dengan membawa berbagai macam gaun pengantin. Memangnya siapa yang mau menikah?Belum lagi para pelayan ditambah untuk mempersiapkan acara di istana terpisah yang biasanya dibuka untuk acara-acara besar saja. Beberapa kali Raeli dipanggil untuk mencicipi menu makanan. Lalu keamanan istana juga makin diperketat. Pasukan ditambah, baik dari keluarga Servant bahkan sampai keluarga Sharakiel yang diperintahkan langsung oleh Mareyya.Sebenernya ada apa, sih? Apa ada yang mau menikah di istana? Apa baginda kaisar mau menikah lagi?Sebenarnya sampai sekarang Raeli masih sulit memercayai bahwa Mareyya itu adalah anak kecil biasa. Anak itu terlihat seperti orang dewasa dengan naturalnya. Dia bahkan mengatur urusan rumah tangga Shara
“Ha ha ha!”Ein dan Xain menoleh pada Teja yang tiba-tiba saja tertawa keras setelah melihat apa yang terjadi pada Mareyya. Apa pria itu sebenarnya gila?“Lucu sekali, ya. Padahal ayahnya orang yang dikutuk dewa,” kata Teja dengan senyum lebar sambil mengawasi kotak tempat Raeliana dan Mareyya berada. “Sepertinya Reid sudah menentukan bayaran atas apa yang sudah si penyihir itu lakukan.”“Apa maksudmu?” tanya Xain.Teja menunjuk pada cahaya yang bersinar di bawah tangan Mareyya. “Kekuatannya mirip dengan pendeta agung pertama.”“Pendeta agung pertama?” ulang Ein.Kalau pendeta agung pertama itu berarti orang yang sudah membangun kekaisaran ini bersama kaisar pertama. Orang yang katanya bisa melihat kemakmuran pada Easter jika mereka membangun sebuah negara. Dengan kata lain, pendeta agung
Ein, Xain dan Teja melihat saja saat Mareyya bergerak mendekati kotak sihir di mana Raeliana terbaring di dalamnya. Anak itu hanya berdiri di sisi kotak sambil menatap Raeliana.Sulit dipercaya bahwa Mareyya cocok dengan sihir suci milik Xain. Ternyata anak itu memang anak normal. Hanya saja lebih cepat dewasa karena didikan ayahnya yang mendoktrin bahwa Mareyya harus bisa mengurus keluarga sejak dini. Itu berarti Mareyya sudah tahu bahwa ayahnya cepat atau lambat akan mati.Sebenarnya Ein tahu bahwa Xain tidak memercayai anak itu. Namun, Ein memintanya untuk mengizinkan Mareyya bertemu Raeliana. Anak kecil tidak akan bisa melakukan sesuatu yang aneh.Padahal baru saja Ein berpikir seperti itu, tiba-tiba saja Mareyya melirik dari balik bahunya pada mereka. Tersenyum kecil dan matanya terlihat bercahaya. Lalu sesaat kemudian anak itu melangkah lebar ke kotak di mana Raeliana melayang di dalamnya dan tertidur. 
Ein memberikan surat terakhir pada ajudan baginda kaisar. Sepertinya keributan yang terjadi di istana sampai menghancurkan kediaman pangeran cukup menggemparkan. Beberapa bangsawan yang memang setia pada keluarga kaisar dan negara tetangga pun mengirimkan surat untuk menanyai kabar atau apakah pangeran butuh bantuan.Namun, tidak Ein sangka bahwa pertarungan dengan Rict jadi sangat-sangat singkat. Bahkan seolah tidak pernah ada. Kabarnya juga Xain menggunakan sihir lama untuk menghapus kenangan tentang sebagian adu mulut Raeliana dan Kroma hari itu.“Yang Mulia?”Ein mengangkat kepala pada Charael dan Carry yang baru saja masuk ruangannya bersamaan.“Bagaimana keadaan di sana?” tanya Ein sambil berdiri dan mengitari meja. Bersandar pada bagian depan meja kerjanya, menatap dua kesatria itu.“Setelah melalui investigasi, tidak ada yang aneh di kediaman
“Bangunlah.”Raeli membuka mata yang sebelumnya berat karena mengantuk dan ia merasa lantai tempat dirinya berbaring sangatlah dingin. Setelah itu ia melihat seseorang tersenyum tipis padanya sambil berdiri.Raeli bangkit untuk duduk. “Apa kita sudah mati?” tanya Raeli pada orang itu.“Entahlah.”“Jadi … siapa aku harus memanggilmu? Thantiana atau Raeliana?”“Namaku Thantiana. Bukankah Raeliana itu dirimu?”Raeli mendengkus. Apa-apaan itu? Dirinya kan dipaksa masuk ke tubuh Raeliana karena perbuatan wanita itu juga yang sekarang mengaku sebagai Thantiana.“Aku bukan Raeliana,” sangkal Raeli dengan suara pelan.“Tapi ada orang yang ingin kau tetap hidup sebagai Raeliana yang dicintainya.”Ein.
“Antar aku ke sana, Ercher,” kata Raeli.Lingkaran sihir Ercher menyala lagi. Pada saat itulah Raeli bisa melihat di sisi lain bangunan ada para kesatria yang terluka. Rict menyerang mereka. Lalu dalam sekejap mata mereka berpindah ke kamar pangeran yang hancur. Raeli bisa melihat Charael dan Tristan yang langsung bersiaga di dekat Ein.“Raeliana?” panggil Ein. “Jika kau bangun, seharusnya kau tetap tinggal di sana. Kenapa kau—”Raeli melirik sekilas dari balik bahunya. Saat membuat kesepakatan dengan Raeliana, ia sudah memilih keputusan. Semua kemalangan ini disebabkan oleh Raeliana sendiri. Bukankah wanita ini sudah tidak boleh hidup dan bersanding dengan putra mahkota?Raeli tidak ingin goyah, maka dari itu ia membuang wajah dari Ein.“Ah, Tuan Putri akhirnya bangun juga,” sindir Teja sambil berdiri.Ra