Share

The Curse - 03

Leona baru saja selesai mengemasi barangnya. Fasilitas kamar yang ia tempati ini sangat lengkap. Bahkan ada lemari besar yang lebih dari cukup untuk menyimpan pakaiannya.

Leona menyisir rambutnya di depan meja rias. Ia baru saja bangun dari tidur siang beberapa saat lalu, kemudian ia langsung menata barang-barangnya di kamar yang akan ia tempati untuk beberapa waktu ke depan ini. Setelah rambutnya kembali rapi, Leona memutuskan untuk keluar dari kamar.

Suasana apartemen sangat sepi. Seakan hanya ada Leona yang tinggal di sini. Di mana William?

Leona menghela napas panjang kemudian duduk di salah satu kursi ruang makan. Ia membuka kantong berisi makanan yang tadi dikatakan Ethan.

Masih ada dua porsi makanan. Itu artinya William belum makan siang. Rasanya sangat malas bagi Leona untuk mengajak laki-laki itu makan bersama. Tapi, di sini ia adalah tamu. Tidak mungkin ia makan sebelum pemilik tempat ini mempersilakan.

Leona menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Bibitnya menyunggingkan senyum tipis. Akhirnya, ia bisa segera menikmati makan siangnya.

Leona menoleh ke arah William sembari tersenyum. Namun, laki-laki itu masih menampakkan wajah dingin.

"Kau mau makan siang sekarang? Ayo kita makan!" ajak Leona.

William melanjutkan langkahnya seolah tak mendengar ucapan Leona. Ia berhenti di depan pintu lemari pendingin lalu mengambil sebotol minuman soda dari dalamnya.

"Hmm, Tuan, bagaimana kalau kita-"

"Apa kau tinggal di sini untuk menjadi pelayanku?" potong William.

Leona menggeleng cepat. Enak saja. Ia kan calon aktris terkenal. Bisa-bisanya William mengatakan hal itu padanya. Terlebih, pria itu sendiri yang mengajaknya tinggal di sini.

"Ck, intinya ayo kita makan sekarang! Aku sangat lapar," kesal Leona.

William membuka kaleng sodanya dengan santai sembari ia berjalan ke arah meja makan.

Dengan telaten, Leona menata makanan yang telah Ethan siapkan untuk William. Ia bahkan juga mengambilkan peralatan makan untuk laki-laki itu.

"Kamu sangat cocok bekerja sebagai pelayan, daripada menjadi seorang aktris," ujar William.

Leona berdecak. Namun ia enggan menanggapi ucapan laki-laki itu. Ia sedang tidak ingin berdebat. Perutnya terlalu lapar untuk menunggunya mendebat laki-laki di hadapannya itu.

"Itu milikku." Leona menatap William kebingungan. Terlebih, saat laki-laki itu menukar makanan mereka.

"Kamu tidak suka sayur? Padahal aku berniat mengalah karena aku kira penjualnya lupa memasukkan sayuran ke porsi yang itu," ujar Leona.

William tak menanggapinya. Laki-laki itu tampak fokus menikmati hidangan di depannya.

Leona mengangkat kedua bahunya, memilih tak memikirkan secara berlebihan tentang sikap dingin William. Ia pun mulai menyantap hidangan lezat di hadapannya dengan lahap.

Setelah makan siang, William merapikan bekas makanannya. Namun, Leona menyentuh tangan laki-laki itu.

"Nanti biar aku saja," ujar Leona.

"Kamu benar-benar berniat menjadi pelayan di apartemen ini?" tanya William.

Leona menyerit. Memang apa salahnya ia merapikan bekas makanan William? Bukankah niatnya baik?

"Aku hanya ingin merapikannya saja. Oh iya, apa kamu punya bahan makanan? Bagaimana kalau nanti aku masak makan malam untuk kita? Jadi tidak perlu memesan makanan di luar," tawar Leona.

"Aku lebih suka mengurus makananku sendiri," tolak William kemudian berlalu ke kamarnya.

Leona menghela napas panjang. Padahal ia punya niatan baik untuk lebih dekat dengan William. Tapi tampaknya laki-laki itu benar-benar sulit ditaklukan.

"Kenapa produser memilih orang seperti dia untuk bermain di film romansa seperti ini? Menyusahkan saja," keluh Leona.

Selesai makan, Leona segera membereskan meja makan. Sebelum kembali ke kamar, ia juga mengecek isi lemari pendingin William. Ternyata laki-laki itu memiliki cukup banyak bahan makanan. Meski tak ada sedikit pun sayur di sana.

"Dia benar-benar tidak bisa makan sayur? Keterlaluan," gumam Leona.

Ia kembali ke kamar kemudian menganti pakaian dengan pakaian serba tertutup. Ia berniat pergi ke supermarket untuk membeli beberapa macam sayuran. William mungkin memang tidak suka sayur. Tapi Leona butuh.

Leona juga melihat supermarket di dekat apartemen William saat Ethan mengantarnya tadi. Cukup dekat, dan Leona rasa ia bisa ke sana hanya dengan berjalan kaki.

Satu jam kemudian....

Leona kembali ke apartemen William. Semua berjalan sesuai rencana. Supermarket itu bahkan terasa lebih dekat setelah Leona datang sendiri ke sana.

Ting

Dentingan lift berbunyi. Leona berjalan sembari menenteng tas-tas belanjaannya menuju unit William.

Sampainya di depan pintu, Leona ingat akan sesuatu.

"Bagaimana cara aku membuka pintunya? Ethan belum memberitahuku password apartemen ini," pikir Leona.

Leona meletakkan tas-tas belanjaannya di atas lantai. Ia mengobrak-abrik tasnya, mencari kartu nama yang Ethan berikan tadi. Tapi ia tak menemukannya.

"Ah... sepertinya tertinggal di atas meja rias. Lalu bagaimana caraku masuk?" gumam Leona.

Ia menggigiti kuku ibu jarinya sembari berpikir.

Hanya ada satu pilihan. Menekan bel. Tapi itu artinya, William yang akan datang dan membukakannya pintu. Leona yakin laki-laki itu pasti akan kesal padanya. Tapi ia tak punya cara lain.

Leona menggigit bibir bawahnya sembari menekan bel satu kali secara ragu.

Hampir satu menit. Tapi sama sekali tak ada tanggapan dari dalam.

'Haruskah aku menekan bel lagi?' batin Leona.

Ragu, Leona kembali menekan bel. Tak lama kemudian, sosok William datang dengan wajah bantalnya. Leona merasa tidak enak karena sudah mengganggu istirahat laki-laki itu.

Cepat-cepat, Leona mengambil kembali tas-tas belanjaannya kemudian berjalan masuk ke unit William.

"Kau menggangguku," ujar William dengan suara serak.

"Maaf. Aku janji tidak akan melakukannya lagi," balas Leona cepat.

Setelah pintu tertutup, William menghampiri Leona. Berdiri tepat di hadapan gadis itu. Ia menyodorkan sesuatu ke Leona, membuat gadis itu menyerit bingung.

"Tulis nomor ponselmu! Aku akan mengirim password apartemen ini padamu," perintah William.

Cepat-cepat Leona meletakkan kembali belanjaannya, dan meraih benda pipih yang disodorkan William. Ia menulis nomornya di ponsel laki-laki itu.

"Ini," ujar Leona sembari mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.

William menerimanya, lalu pergi begitu saja ke kamarnya.

Leona menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku laki-laki itu. Bisa-bisanya dulu ia sempat ngefans dengan sosok seperti itu.

Tersadar dari lamunannya, Leona bergegas merapikan belanjaannya. Ia memasukkan bahan-bahan makanan yang ia beli ke dalan lemari pendingin William.

Bibirnya menyunggingkan senyum ketika melihat keadaan kulkas yang lebih berwarna daripada beberapa saat yang lalu.

"Lebih baik aku memasak menu makan malam sekarang. Baru setelah itu aku akan mandi," gumam Leona sembari mengambil kembali beberapa jenis bahan makanan yang akan ia olah.

Leona adalah gadis yang terbiasa melakukan pekerjaan rumah sejak kecil. Bahkan memasak bukan kegiatan yang baru baginya. Terlebih, ketika ia harus kuliah di luar kota dan menyewa satu unit kecil tempat untuk ia tinggali. Ia semakin terbiasa melakukan apapun sendirian.

Tak perlu waktu lama, masakan Leona pun matang. Gadis itu segera menatanya di meja makan. Setelah itu, ia masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Sepertinya ia mulai menyukai tinggal di tempat ini. Meski ia harus menghadapi laki-laki sedingin William, tapi setidaknya ia merasa nyaman dan aman tinggal di sini.

'Hanya perlu bersabar sebentar lagi, Leona. Dan kamu akan mendapatkan semua yang berhak kamu dapatkan,' batin Leona sembari menikmati siraman air dari atas kepalanya.


***



Bersambung....


Menurut kalian, siapa nanti yang akan bucin duluan ke satu yang lainnya?


Kalau dibagi menjadi dua tim, kalian akan menjadi tim Leona atau William? 

Leona sifatnya manusiawi, masih ada ramah-ramahnya. Sementara William ngeselin, tapi ganteng dan kaya sih  🤭


Terima kasih sudah mampir :)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status