Share

The Curse - 02

Leona berdiri di depan cafe dengan pakaian yang serba tertutup. Kopernya pun sudah siap sedia di sampingnya. Sudah jam sepuluh lebih, namun sosok Ethan belum juga tiba.

Leona menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan jika tidak ada penjahat atau apapun yang mengincarnya. Bagaimanapun juga, Leona tidak memiliki siapapun lagi untuknya mengadu. Jadi lebih baik ia memang harus selalu siaga agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Leona menghela napas kesal. Kakinya terasa pegal jika ia terus-terusan berdiri seperti ini.

"Selamat pagi, Leona," sapa seseorang.

Leona menoleh cepat. Ia tersenyum tipis ketika melihat sosok yang ia tunggu-tunggu sudah datang.

"Pagi, Pak Ethan," balas Leona.

Ethan menyerit, "Kamu bisa bicara lebih santai denganku, Leona. Tidak perlu kaku seperti itu," ujarnya.

Leona menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ternyata Ethan tidak seangkuh yang ia kira.

"Mau pergi sekarang? Semuanya sudah disiapkan," ajak Ethan.

Leona mengangguk penuh semangat. Ia hendak menarik kopernya, tapi ditahan oleh Ethan. Laki-laki itu mengambil alih koper Leona, dan mempersilakan gadis itu untuk masuk ke mobil lebih dulu.

Setelah satu jam dalam perjalanan, akhirnya Leona dan Ethan sampai di sebuah apartemen mewah. Bahkan pengamanan di hotel itu sangat ketat. Membuat Leona menghela napas lega, mengetahui tempat yang akan ia tinggali beberapa waktu kedepan memiliki keamanan sebaik ini.

"Ayo, Leona!" ajak Ethan sembari menurunkan koper Leona dari bagasi.

"Biar aku bawa sendiri saja, Ethan." Leona mengambil alih kopernya.

Leona mengikuti langkah Ethan menuju satu lift khusus.

"Kau akan menyukai tempat ini," ujar Ethan.

Leona mengangguk setuju.

"Ya. Pasti sangat hebat bisa tinggal di tempat seperti ini. Aku jadi semakin kagum dengan kesuksesan William." Ethan tertawa kecil mendengar pengakuan Leona.

"Kenapa?" bingung Leona.

"Kamu mengaguminya rupanya," tebak Ethan.

Leona menggeleng cepat. Bisa-bisanya ia berbicara sejujur itu pada orang kepercayaan William.

"Maksudnya bukan seperti itu. Aku hanya-"

"Tidak apa-apa. Dia tidak semengerikan yang kamu kira. Dia sebenarnya baik. Hanya saja ia terkesan arogan dan dingin bagi orang yang belum mengenalnya," terang Ethan.

Memang apa yang Leona harap keluar dari mulut laki-laki itu? Sudah jelas kalau Ethan adalah orang kepercayaan William. Laki-laki itu pasti akan mengatakan hal-hal yang baik tentang William.

"Serius, maksudku bukan mengagumi yang seperti itu. Aku-" lagi, ucapan Leona kembali terintrupsi. Kali ini dentingan lift yang membuatnya menghentikan ucapannya.

"Kita sampai," ujar Ethan sembari mempersilakan Leona berjalan di depan.

"Tapi aku tidak tahu unit William," ungkap Leona.

"Di sini hanya ada satu unit. Yaitu milik William. Kamu hanya harus mengingat lantainya, oke?" ucap Ethan sembari tertawa kecil.

Leona menoleh ke arah angka yang tertera pada lift. Ia terkejut bukan main saat tahu jika ia kini sedang berada di lantai tiga puluh.

"Ayo, Leona!" Lamunan Leona buyar. Ia segera mengikuti langkah Ethan yang ternyata sudah mendahuluinya.

"William tidak suka keramaian. Dia juga kurang pandai bergaul. Jadi inilah tempat yang paling tepat untuk manusia sepertinya," terang Ethan sembari melangkah santai.

"Lalu, apa yang harus dan tidak boleh aku lakukan selama aku tinggal di sini?" tanya Leona.

Mereka berhenti dan Ethan mulai mengetik sandi untuk membuka pintu unit William. Tak lama kemudian, pintu berwarna hitam metalik itu terbuka.

"Tidak ada aturan khusus. Kamu hanya perlu menjaga privasinya. Dan jangan masuk kamarnya sembarangan!" jawab Ethan.

"Tentu saja aku tidak akan masuk sembarangan ke kamar laki-laki. Apalagi jika aku sudah tahu watak laki-laki itu seperti Wil-"

"Hmm.." Leona tersentak. Ia refleks menoleh ke arah suara itu. Dan matanya membulat melihat William yang kini menatapnya datar.

"Oh iya, Leona. Untuk lebih jelasnya mengenai aturan di sini, kamu bisa tanya langsung ke William," ujar Ethan sembari menyodorkan koper Leona.

"Enggak perlu. Semuanya sudah jelas kok. Kalau begitu, dimana kamarku?" tanya Leona.

"Di sebelah sana." Leona mengikuti arah pandangan Ethan, kemudian mengangguk mengerti.

"Boleh aku istirahat sekarang? Aku tadi terlalu lama berdiri di depan cafe. Dan sekarang aku sangat lelah," Leona meminta izin.

Ethan tertawa kecil mendengar ucapan Leona. Ia tak menjawab pertanyaan Leona. Kali ini, ia memberi kode pada Leona agar meminta izin langsung pada pemilik apartemen ini.

"Terserah," sambung William yang dapat membaca maksud Ethan. Laki-laki itu segera pergi dari hadapan Ethan dan Leona.

'Aku? Harus tinggal seatap dengan laki-laki seperti itu? Andai saja ini bukan untuk keberlangsungan hidupku, aku tidak akan mau melakukannya,' monolog Leona dalam hati.

"Ingat, Leona. Kamu dan William diminta untuk tinggal bersama untuk membangun chemistry yang baik untuk proyek kita. Jadi tolong kerja samanya, ya?" ucap Ethan mengingatkan.

"Iya aku tahu. Aku akan berusaha sebaik yang aku bisa," jawab Leona sembari tersenyum.

Ia tak punya pilihan lain. Ia benar-benar harus lebih sabar menghadapi William demi proyek besar yang sudah menjadi tujuan utama hidupnya itu.

Ethan menepuk bahu Leona, "kamu tidak perlu khawatir. Aku juga akan sering-sering menasihati William agar bersikap lebih baik padamu," ujarnya.

"Terima kasih sudah banyak membantuku, Ethan," ungkap Leona. 

"Hmm. Kamu bisa beristirahat sekarang. Aku sudah memesankan makan siang untukmu dan William. Kamu bisa langsung memakannya kalau kamu lapar. Dan oh ya, ini kartu namaku. Kamu bisa menghubungiku kapan saja kalau kamu membutuhkan bantuan. Kamu tidak punya manajer, bukan?" Leona mengangguk penuh semangat. Ia sangat bersyukur, di dunia ini masih ada manusia sebaik Ethan. 

"Sekali lagi terima kasih, Ethan. Kamu sudah banyak membantuku padahal kita baru saja kenal," ucap Leona.

"Bukan masalah. Kalau begitu, aku pergi," pamit Ethan kemudian keluar dari apartemen William.

Setelah kepergian Ethan, Leona merasa kehidupan barunya benar-benar di mulai.

Ia berjalan lesu menuju kamarnya sembari menyeret kopernya. Ketika masuk, ia dikagetkan dengan kondisi kamar yang begitu luas dan mewah.

"Apakah Ethan yang menyiapkan semua ini? Ini luar biasa." Leona benar-benar dibuat terpukau dengan nuansa kamarnya.

"Ahh..." Leona merebahkan tubuhnya di ranjang empuk yang berada di dekat jendela.

"Ini benar-benar luar biasa. Sepertinya aku akan tidur nyenyak malam ini. Tak ada yang perlu aku khawatirkan lagi sekarang," ujarnya sembari menatap langit-langit kamar.

Leona memiringkan tubuhnya. Ia menatap ke luar jendela kamarnya. Pikirannya berkelana entah kemana, seolah terbang terbawa angin.

"Bolehkah aku iri dengan William? Dia punya segala yang aku inginkan. Keluarga yang bahagia, karir yang cemerlang, bahkan ia tak perlu memikirkan kekhawatiran-kekhawatiran sepertiku karena dia bisa melakukan apapun yang ia mau," gumam Leona.

Bertemu dengan William Regorge adalah sebuah bencana sekaligus anugerah bagi Leona. Bencana, karena sekarang ia tahu bahwa tidak akan mudah menghadapi sikap dingin sekaligus sombong laki-laki itu.

Anugerah, karena kini Leona merasa memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk ia tinggali. Leona juga merasa semakin dekat dengan impian besarnya untuk menjadi aktris terkenal setelah mengenal William.

"Hh.. kamu bisa, Leona. Kamu hanya harus sedikit bersabar. Dan sebentar lagi, semua yang kamu inginkan akan tercapai," monolog Leona sembari tersenyum tipis.

Leona tidak tahu. Bahwa ujian di kehidupan barunya kini bukan hanya tentang sikap menjengkelkan William. Lebih dari itu, kini Leona telah masuk ke dalam dunia penuh rahasia yang selama ini disimpan oleh William. Akankah ia sadar jika laki-laki yang tinggal satu atap dengannya kini adalah seorang manusia serigala yang mungkin saja bisa menerkamnya kapan saja?


***



Penasaran dengan kelanjutannya? Doakan segera cerita ini cepat mendapat kontrak ya, biar aku lebih semangat menulisnya. Untuk yang mau tahu info seputar semua ceritaku, bisa follow ig riskandria06 atau f* Andriani Riska. Terima kasih sudah mampir :)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status