Share

Tujuh

Kepalanya masih terasa sakit. Namun tidur terus-terusan bukanlah hal baik.

“Maaf mengganggu Tuanku.” Suara khas Samuel dan ucapan ‘tuan’ kembali mengganggu Druf.

“Paman, bisa tidak kalau cuma berdua panggil aku seperti sebelumnya. Seperti dulu,” ucapnya kesal.

“Anda harus terbiasa Tuan.”

Druf memoncongkan bibirnya. Ekspresinya sungguh lucu sekali.

“Ada perlu apa Paman? Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan.”

Samuel mengambil nafas sejenak kemudian berkata, “Tuan sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Beberapa hari ini pergerakan Tuan seperti diluar kendali.”

“Apa maksud Paman?”

Samuel menceritakan semuanya seperti seorang detektif. Sejak Elena jatuh dan ia hendak menciumnya. Kemudian mengganggunya di koridor kampus secara detail. Bahkan, menunjukkan video ketika Druf membunuh vampir liar dan menyelamatkan Elena. Saat ia memeluknya kemudian Elena mengisap darah ditelunjuknya. Sesaat setelah itu tampak Elena seperti melamun agak lama hingga ia menyuruhnya pulang.

“Sudah kubilang Tuanku, bahwa semua kontak fisik dengan manusia akan membuat mereka ketagihan. Anda candu bagi manusia Tuanku.”

“Tapi, aku kan tidak menciumnya. Hanya memeluknya dan sedikit kecupan di ujung kepalanya,” ucap Druf membela diri. Pikirnya, apa yang Druf perbuat tidak berlebihan. Bisa dibilang normal layaknya kebiasaan manusia pada umumnya. Terutama ketika mereka mengungkapkan perasaan kepada gadis yang mereka suka.

“Tidak Tuanku. Gadis itu menelan darahmu. Lihat dia melamun. Itu tandanya dia sedang berhalusinasi melakukan sesuatu yang intim dengan Tuanku.”

“Apa maksudmu Paman, dengan kata intim,” tanya Druf tak mengerti. Intim merupakan kata yang susah dicerna karena jarang Druf gunakan.

“Merasa di perlakukan intim. Bahkan terburuknya merasa kau tiduri.”

“What?? Unbeliafable. Tidak mungkin paman. Masa sebegitu nya, sih. Brian bahkan Frans bisa seenaknya gonta ganti pasangan tidak ada masalah. Tapi diriku....” Druf menggantung kalimatnya karena menahan perasaan tidak nyaman dalam dirinya.

“Tuan, kau itu prince. Kau itu tuan bagi kami. Kau itu terjaga kesuciannya. Kau hanya mempunyai satu pasangan. Satu ratu. Dan tidak boleh menyentuh yang lain. Kau terpelihara. Karena itulah mate-mu harus wanita pilihan.”

Mendengar semua itu Druf merasa stress dan tertekan.

“Dan sekarang darahmu sudah diminum gadis itu. Mau tak mau dia harus sesuai dengan kualifikasi kriteria ratumu. Jika tidak.....” Samuel menggantung kalimatnya.

“Jika tidak sesuai, maka dia akan mati,” lanjutnya.

Kata terakhir itu menjadi horor bagi Druf.

“Ya, jika satu hari saja dia tidak bersentuhan fisik denganmu dia akan demam tinggi. Kemudian besoknya mati.”

Mata Druf terbelalak. Ada rasa sesal yang mendera di hatinya. Apa Samuel hanya menakut-nakutinya. Tapi bagaimana jika cerita Samuel itu benar.

‘Elena.......’ bisik hatinya pelan. Ia tak akan pernah rela jika Elena dalam bahaya.

***

Risma kini mengacuhkannya. Bahkan dia tak menyapanya sama sekali. Okelah, Elena memang marah, tapi jika Risma meminta maaf dia pasti akan memaafkannya. Tapi jangankan meminta maaf, menyapanya saja dia enggan. Ah, sudahlah.

“Kelakuan anak kere, sukanya melamun saja terus..” ucap Kris yang berdiri dihadapannya.

Elena tak menyahut. Dia memilih diam. Apalagi akhir-akhir ini ia sering merasa pusing dan kedinginan. Males rasanya jika berseteru dengan seseorang.

“Ayo ikut aku!” bentaknya.

“Kemana ?” tanya Elena bingung.

“Ayo ikut saja, menurut kenapa, sih!” ucapnya sambil menyeret Elena keluar kelas.

Dibelakang mereka tampak Misha dan Cloe turut serta. Siapa yang tidak kenal Trio Queena. Tiga cewek cantik dan modis. Tidak hanya cantik, mereka juga smart dan sedikit kejam. Begitulah info yang pernah ia dengar dari cerita Risma. Mendadak Elena merasa akan di bully. Seperti di film yang pernah di tontonnya. Oh, no..

“Duduk!” Perintah Kris kasar.

Mereka berada di dalam sebuah ruangan yang penuh dengan gambar-gambar fashion, mesin jahit dan beberapa laptop. Kris, Misha dan Cloe berdiri di hadapan Elena dengan bersedekap tangan di depan dada.

“Kau yakin ini orangnya?” tanya Cloe pada Kris.

“Ya, tentu saja. Aku tak pernah salah. Kenapa? Apa sekarang kau merasa takut tak bisa mengubah dia,” tantang Kris.

“Jangan pernah remehkan aku, ya.”

Kris hanya tersenyum sinis. Sementara Elena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

“Plis, biarkan aku pergi,” pinta Elena dengan memelas.

“Diam gadis bodoh. Ayo buka bajumu.” Kini Misha menjulurkan tangannya untuk membuka bajunya.

“Ja... Jangan. Kumohon apa yang mau kalian lakukan!” teriak Elena sambil bangkit namun di dudukkan kembali oleh Kris dan Cloe.

“Sudahlah, ikat saja dia. Pakaiannya nanti saja,” ucap Kris.

Misha mengikat tangan dan badan Elena hingga tak bisa bergerak. Sementara Cloe menutup mulut Elena dengan perekat. Hingga hanya ada suara deheman yang terdengar dari mulutnya. Melihat hal itu ketiga cewek itu tertawa.

Elena mulai menangis. Ia ketakutan. Ia menutup matanya dengan pasrah. Dan ketiga cewek itu melakukan sesuatu padanya. Ia merasakan tubuhnya digiring untuk berdiri. Tangan dan tubuhnya terasa longgar. Elena segera membuka mata. Dan meronta kembali agar bisa melarikan diri. Namun seseorang memukul bahunya hingga ia merasa pusing dan tak sadarkan diri.

“Merepotkan saja,” ucap Kris. Itulah kata terakhir yang sempat didengarnya.

Beberapa waktu pun berlalu. Elena mulai menemukan kesadarannya kembali. Ia meluruskan kaki dan menarik punggungnya. Menggeliat. Kemudian ia ingat sesuatu. Ia segera bangun dan mendapati ketiga gadis di depannya sedang duduk nyantai menikmati secangkir kopi.

“Wah, kau sudah bangun rupanya,” sapa Cloe.

“A..Apa yang kalian lakukan padaku?” tanya Elena dengan ketakutan.

Bukannya menjawab Kris malah mendekatinya kemudian menarik lengannya. "Lihatlah dirimu di cermin."

Betapa terkejutnya Elena saat melihat pantulan dirinya di cermin. Rambutnya lurus panjang tergerai. Wajahnya cantik dengan sapuan makeup natural. Dan tubuhnya dibalut rok mini yang dipadupadankan dengan model atasan yang sedang trend saat ini. Ia sungguh terlihat seksi.

“Apa yang terjadi padaku?” ucap Elena takut.

“Berterimakasihlah pada kami. Kami membuatmu cantik gadis bodoh,” ucap Misha.

“Ayo, kami harus mengantarmu.”

“Kemana?” tanya Elena ketakutan. Tapi ia tidak mendapat jawaban dari ketiganya sama sekali.

Sepanjang jalan atau koridor kampus yang mereka lewati. Tak henti-hentinya para cowok kampus memandang Elena dengan takjub.

Bahkan beberapa diantaranya ada yang jatuh keselokan saking terpananya.

“Sebentar lagi ada mobil yang datang menjemputmu. Naiklah mobil itu. Dan ingat jangan keman-mana. Kalau lu pergi dari sini dan tidak mengikuti perintah kami. Jangan salahkan kami, kalo nanti kami menyiksamu. Mengerti!” bentak Kris yang langsung mendapat anggukan dari Elena.

Dalam hati ia bertanya, siapa yang akan membawanya dan kemana. Namun tiba-tiba ingatannya jatuh pada Dr. Frans. Seperti pesan yang disampaikannya. Mungkinkah ia akan pergi makan bersama Druf.

Sebuah mobil berhenti tepat dihadapannya. Elena segera masuk setelah mendapat kode dari seseorang yang menyuruhnya untuk masuk

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status