Share

Rumput Kering

last update Last Updated: 2022-08-13 12:41:10

"Aku terjatuh ke dalam lubang yang sangat dalam. Saat tertarik ke bawah kukira aku akan mati, tapi tubuhku justru terbawa ke dunia kalian. Lubang pada rumah kayu itu, mengarahkanku pada hutan tempat kita tertangkap para satir itu. Lalu, aku mencoba berjalan untuk mencari bantuan. Tapi, siapa sangka aku justru dikira bagian dari kalian."

"Itu berarti mereka sudah salah tangkap. Dirimu tidak seharusnya berada di sini," kata Inara memperhatikan kalung yang sekarang melingkar di leher Zhura. Lalu, gadis elf itu terlihat menautkan kedua tangannya di depan dada seolah sedang memohon ampun. "Ceritamu sulit untuk dipercaya, tapi aku mengerti. Sejak di hutan, aku sadar auramu terasa berbeda. Aku sempat mengira kau berbohong saat di kereta, ternyata kau memang tidak berasal dari sini. Maafkan aku, Zhura."

Udara malam berembus sedikit kencang membuat dinding tenda bergoyang. Tiupannya yang dingin teganya meninggalkan gigil pada tubuh Zhura yang bahkan sudah terbalut mantel. "Aku hanya berharap bisa menemukan jalan pulang."

Valea tampak mematung di tempatnya, sepertinya sibuk mencerna kisah yang baru saja diceritakan. "Jujur saja ceritamu akan lebih mudah dipercaya kalau kau itu roh terkutuk yang turun ke dunia ini untuk mengganggu warga."

"Setelah menghinaku bocah, sekarang aku dibilang roh terkutuk. Kau ini punya dendam apa padaku?" Zhura menoleh lurus sembari menunjukkan wajah sinis.

"Apa menurutmu semua kejadian yang kau alami ada sangkut pautnya dengan kalung itu? Maksudku, sesuatu pasti terjadi karena ada alasan, 'kan?" Tidak menggubris protes itu, Valea hanya menampilkan raut ketidakpedulian.

"Kau benar." Perlu Zhura periksa lagi, tapi sepertinya ini pertama kalinya gadis berambut merah itu akhirnya berkata logis. Bayangan wajah ibunya terlintas. Pikiran Zhura seketika terbayang aktivitas apa yang kira-kira sedang dia lakukan di rumah mereka. "Tapi aku tidak tahu. Yang bisa kulakukan hanya menjaga kalung ini untuk mencari petunjuk karena ada orang yang menunggu kepulanganku."

"Seandainya aku bisa membantumu, aku sendiri bahkan tidak yakin apa yang mungkin terjadi ke depan," lirih Inara tampak murung. Valea yang menyadari kesedihan gadis di sampingnya tampak mencebikkan bibir.

Melihat reaksi mereka berdua, rasa gundah Zhura datang. Kilasan saat satir yang menangkap mereka di hutan berkata bahwa Zhura dan para gadis akan mati jujur saja terdengar menakutkan. Ia membuka suara memulai kembali percakapan. "Inara, kau tadi bilang soal gadis pengorbanan. Anggap saja aku sudah termasuk di dalamnya, jadi siapa sebenarnya kita? Kenapa satir yang waktu itu mengatakan kalau para gadis akan mati?"

Untuk pertama kalinya oniks Inara menatap dengan begitu gelap. Senyuman hangat yang selalu ia kembangkan entah ke mana perginya. "Gadis pengorbanan adalah seratus gadis yang terpilih untuk dikorbankan dalam ritual pengorbanan. Sebuah ritual yang dilakukan demi mencegah roh-roh jahat bangkit sebelum bulan purnama merah muncul setiap enam belas tahun," jelasnya dengan suara bergetar.

Udara di tenda tiba-tiba terasa panas, beberapa saat waktu berjalan seakan ada tungku di bawah karpet. Auranya yang membakar itu membuat kulit Zhura mati rasa. Sekujur tubuhnya pun berhenti bekerja di saat akalnya berperang melawan insting. "Jadi, aku dan kalian ... kita semua akan mati? Tapi, kenapa harus kita? Kenapa para gadis harus dikorbankan...-" Ucapan Zhura terhenti karena sebuah genggaman dingin hinggap di tangan.

"Maaf, jika aku harus mengatakannya, Zhura. Ini mungkin terdengar seperti bencana dan tidak ada satu pun cara menanggulanginya. Lebih daripada apapun, tidak ada yang membuatku menyesal selain harus mengatakan kalau kau ada di dunia, di mana nyawa seorang gadis hanya setara dengan sejumput rumput kering."

Seperti berada di gurun putih seluas mata memandang, hawa panas yang sejak tadi melingkupi mulai terasa mematikan. Kegersangan datang di antara kegelisahan pikiran, dia menyeret Zhura masuk pada puncak manifestasi pertahanan diri yang disebut ketakutan. Suara Inara sejujurnya sangat halus, tapi zamrud Zhura melihat kesedihan di dalamnya. Ia coba menangkal berbagai hal yang mulai terbayang di kepala dengan mengumbar senyum.

"Rumput kering?"

Tak peduli seberapa keras Inara mencoba memulihkan rautnya, gambaran gelap pada hati gadis elf itu tetap terpampang. "Zhura, kau berada di dunia di mana nyawa seorang gadis hanya setara dengan rumput kering. Tentu saja itu hanya perumpamaan. Setiap kepala keluarga di Silvermist, wajib mengirimkan anak gadisnya yang terpilih untuk ritual pengorbanan. Kebanyakan para gadis-gadis akan dilatih sejak kecil untuk kemudian dikirim. Jadi, setiap seorang anak perempuan terlahir, maka yang ada di tangannya bukanlah boneka melainkan pedang dan busur panah."

"Kenapa kita harus dikorbankan?" Rasa aman mungkin belum berlaku di tempat ini karena semua yang Zhura lihat hanya hal mendebarkan.

"Gadis-gadis sengaja dikorbankan sejak ribuan tahun lalu, dalam upaya pencegahan roh jahat bangkit dan juga datangnya kutukan yang akan menyerang dataran ini," jawab Inara bergetar. Valea hanya bergeming di sisinya, sepertinya dia terlalu muak dengan cerita ini. Kerutan hinggap di kening, diri Zhura merasa belum menangkap inti dari perkataan Inara.

Gadis itu menelan ludah, ia berharap bisa minum banyak air lagi. "Apakah keluarga mereka bersedia anak gadis mereka dikorbankan begitu saja?"

Inara menggeleng, telinga lancipnya turun. "Rumput kering selalu dibuang agar rumput yang lain tidak ikut mati. Tidak pernah ada pilihan dalam kehidupan seorang gadis. Apalagi jika kita berasal dari kalangan yang lebih rendah. Para keluarga miskin yang tidak mau menuruti perintah dengan mempertahankan anak mereka akan dihukum. Sementara bagi keluarga yang kaya, mereka akan mengirim budak mereka sebagai gadis pengorbanan. Kebanyakan dari kelompok ini memang terisi oleh budak, tapi tidak sedikit juga yang merupakan masyarakat biasa sepertiku dan Valea. Kami terpilih dan tidak mempunyai pilihan untuk tidak patuh."

"Pada akhirnya sama saja, kita tetap menjadi pesuruh karena menuruti perintah," sahut Valea.

Kepala Zhura pening mendapati puluhan gagasan melewati pikiran. "Kau bilang ritual ini sudah dilakukan sejak ribuan tahun, apa itu tidak berdampak pada populasi para gadis di dunia ini?"

"Kau benar. Awalnya hanya para gadis di Silvermist yang harus ikut dalam ritual pengorbanan. Namun, seiring menipisnya jumlah gadis-gadis di sini, membuat kerajaan harus mengambil gadis dari dataran lain. Valea adalah salah satu gadis yang berasal dari dataran lain."

Mendengar penjelasan panjang itu Zhura terpaku, ia terlihat tidak habis pikir dengan kehidupan para gadis di dunia ini yang mengerikan. Mereka tidak diberi hak untuk hidup layaknya hakikat seorang wanita. Ia menatap benda yang sebelumnya Valea lempar, sebuah pakaian bewarna putih dengan tulisan di bagian punggung. Bentuk tulisannya seperti kanji tetapi berbeda, Zhura tidak bisa membacanya. Ia kira ini adalah pakaian yang akan digunakan dalam ritual mengerikan itu.

"Apa yang akan terjadi dalam ritual itu?" tanya Zhura kembali mengangkat pandangan.

"Aku tidak tahu, tidak ada yang tahu." Inara menggeleng pasrah. Lanjutnya, "Yang kutahu ritual pengorbanan berarti memakan nyawa."

Zhura ingin lari, ke mana pun asalkan ia bisa terbebas dari ritual itu. "Menurutmu, adakah peluang untuk tetap hidup?"

Valea tiba-tiba berdecak, kedua kakinya menghentak ke tikar seakan dilanda emosi. "Aku ragu itu disebut selamat, karena jika kau bisa bertahan hidup dari ritual busuk ini, maka kau akan langsung menjadi gadis suci. Sementara menjadi gadis suci, berarti kau akan mati. Bukankah pada akhirnya sama saja yaitu mati?"

"Benar kata Valea. Seandainya di antara kita ada yang bertahan hidup, kita akan langsung menjadi bagian dari kelompok gadis suci. Kelompok pencari darah Naga Biru. Jika kau berada dalam kelompok itu, maka satu-satunya hal yang harus kau lakukan adalah bertarung atau mati."

Meremas pakaian putih yang digenggam, Zhura merasa frustasi merembas ke sela-sela jarinya. Jadi bukan hanya dikorbankan dalam ritual aneh, jika selamat ia juga masih harus bertarung melawan monster. "Haruskah aku mati? Ritual pengorbanan dan kelompok gadis suci sama-sama membunuhku? Tapi, aku belum ingin mati."

Hening, kedua gadis itu bergeming.

Zhura tidak tahu apa yang mereka pikirkan, tapi mereka bertatap-tatapan dengan raut keruh. Ia membuka bibir hendak bertanya saat Valea terlebih dahulu berujar, "Sebenarnya ada satu jalan keluar. Kau bisa dinyatakan sebagai gadis bebas jika kau berhasil selamat dari pencarian darah suci itu. Hanya saja peluangmu hampir nol persen, dengan kata lain selamat itu mustahil. Kau tidak tahu seberapa besar risiko yang akan kau dapat saat menjalankan tugasnya. Para gadis suci akan melakukan perjalanan ke dataran Hidee yang terletak di utara Firmest."

"Memangnya kenapa dengan tempat itu?" Zhura membenarkan posisi duduk menghadap Valea.

Embusan napas lelahnya terdengar. "Saat waktunya tiba, para gadis suci akan dikirim ke tempat pemilik Naga Biru. Sama seperti ritual pengobanan, pencarian darah suci pun sudah dilakukan selama ribuan tahun. Namun, sampai sekarang tidak ada satu pun dari gadis suci terdahulu yang kembali dari dataran itu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kasih Tanpa Batas Waktu

    Langkah kaki menapaki satu demi satu langkah. Aroma kayu-kayuan yang samar tercium saat ia akhirnya sampai di tempat penuh pepohonan itu. Suara hewan-hewan malam lebih nyenyat karena beberapa di antaranya berhibernasi. Malam yang dingin menjadi sepi yang menghanyutkan. Seperti kunang-kunang yang terbang untuk melihat cahaya sendiri di kepingan salju, Zhura melawan segala macam kegundahan demi memastikan sendiri jawaban atas kebingungannya.Dan di sinilah ia sekarang, terpaku. Tepat seperti ingatannya, ada rumah kayu di hutan. Rumah ini kembali untuknya, atau ia yang kembali untuk rumah itu? Sesaat Zhura menarik napas panjang lalu mulai mengetuk pintunya. Tak ada seorang pun yang merespon, tapi daun pintunya terbuka sendiri. Angin bertiup dari dalam, memadamkan lenteranya. Saat itu juga ingatan kejadian-kejadian aneh kembali menyerangnya. Ditinggalkan lenteranya, mengikuti suara di kepalanya yang mengajaknya masuk lebih dalam."Ra ...?"Satu langkahnya memasuki ruangan terasa bak dentu

  • The Cursed Journey Of Zhura   Geletar Jiwa

    Tengah malam saat Zhura masih saja termenung di kamarnya. Ia terus terngiang-ngiang perkataan ibunya mengenai dunia lain yang kakeknya percayai. Lalu, sosok bermata violet yang mendatangi ibunya. Zhura yakin pernah bertemu dengannya. Tapi, kapan? Diraihnya buku tua di atas ranjang, ia membuka halaman demi halaman. Berbagai gambar dan kalimat ditampilkan di dalamnya dengan pudar. Tintanya tergerus waktu, menipis semakin tak terlihat.Gadis itu mengernyitkan kening saat melihat gambar dua ekor naga yang digambarkan kakeknya. Tak lama ia terperangah saat bayangan pertempuran besar terkilas di dinding kamarnya. Ia bergegas keluar, menapaki tangga dan berakhir di halaman rumahnya. Bulan tidak tampak, salju terlalu serakah menghujani malam. Ditatapnya gelang di sebelah tangannya, Zhura yang begitu frustasi lantas berusaha melepaskan paksa benda itu.Tapi, gagal. Gelang itu tak bisa terlepas. Kepasrahan menerjangnya, ia kelelahan menerka apa yang terjadi pada dirinya. Zhura jatuh terbaring d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Segenggam Hati

    Beberapa hari terakhir berjalan dengan begitu melelahkan. Banyak orang mendatanginya untuk bertanya tentang keadaannya. Entah hanya untuk memenuhi rasa penasaran atau sampai dimuat di surat kabar. Kepergian Zhura yang sebenarnya hanya semalam menggegerkan seluruh warga. Mereka mulai memikirkan spekulasi yang tak berdasar seperti adanya penyihir jahat yang bersembunyi di hutan atau kemungkinan adanya kekuatan misterius yang melingkupi tempat itu. Zhura bahkan terlalu lelah untuk menjelaskan bahwa tak ada apapun yang terjadi, tapi pada kesempatan itu tak ada orang yang mendengarnya. Orang-orang itu malah semakin meningkatkan ketakutan mereka terhadap hutan tersebut. Sedikit demi sedikit rumor hutan itu menyebar, membuat tak seorang pun yang berani mendekat atau memasukinya. Satu bulan kemudian, kehebohan sudah mereda, tetap saja kawasan hutan itu nihil dari lalu lalang.Libur akhir tahun tiba, hari-hari yang ramai di desa menjadi semakin ramai. Berbagai festival dan perayaan diadakan d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Firasat

    Aroma kayu-kayuan yang segar merisak penciumannya. Gelugutnya dingin membaur dari permukaan tempatnya terbaring. Satu dua embun menetes di wajahnya yang pucat. Pada saat matahari terbit lebih tinggi, mengantarkan kilau hangat yang membuatnya terjaga. Mata hijaunya beralih dari pohon satu ke pohon lain, ia berada di hutan. Tubuhnya segera terperanjat bangkit. Disingkirkannya salju yang menutupi sekujur tubuh seraya menatap ke sekeliling."Kenapa aku tidur di sini?"Gadis itu terlihat kebingungan, seakan-akan ia tak ingat dengan apa saja yang sudah ia lalui. Pada saat ia sibuk mencari tahu situasinya, suara langkah kaki terdengar mendekat."Hei, dia ada di sini!" Seorang yang ia kenali sebagai tetangganya mendekat, ia berteriak memanggil teman-temannya. Orang itu memperhatikan penampilan Zhura yang acak-acakan, lalu menanyainya banyak pertanyaan mengenai keadaannya. Tak lama kemudian orang-orang lain datang. Mereka tergopoh-gopoh mendekat dengan wajah lega."Zhura!" Seorang wanita paruh

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kepergian

    "Tunggu!"Arlia berbalik saat ia mendengar seseorang menyerukan namanya. Gadis itu terlonjak saat melihat Ramia mendekat dengan napas tersengal-sengal. Sepertinya ia baru saja berlari mengejarnya sampai di dermaga."Kenapa sangat mendadak? Anda benar-benar harus pergi?" tanya Ramia gusar. Di balik jubahnya, pemuda itu masih menggunakan baju tidur. Ia belum bersiap saat mendengar kabar kepergian Arlia dari Inara. Dengan keadaan seadanya, ia melajukan kudanya mengejar Arlia yang hampir saja berangkat."Aku akan pergi ... sangat jauh," ujar Arlia.Keramaian yang ada di sekitarnya tiba-tiba senyap, seluruh perhatian pemuda itu terpusat pada bagaimana Arlia kini menatapnya dengan berkaca-kaca. Sisi yang selalu disembunyikannya rapat-rapat, ini pertama kalinya Ramia melihat betapa rapuhnya sosok itu."Kau pasti sudah tahu kalau keputusannya sudah dibuat. Yang Mulia Raja memberikan keringanan hukuman karena kontribusi ayahku pada bidang pemerintahan sebelumnya. Penyesuaian sudah disetujui ol

  • The Cursed Journey Of Zhura   Perpisahan

    Keesokan harinya, orang-orang berkumpul di balai. Pagi yang hangat mengalirkan arus sendu di wajah mereka. Setelah sekian kegiatan penghormatan, kini saat untuk Zhura pergi tiba. Tepat di tengah-tengah ada pintu portal yang dibukakan oleh sepuluh orang. Mereka berdiri berhadapan di sisi jalan, di mana Zhura akan melangkah memasuki portal itu. Dipeluknya teman-teman dengan erat tanda perpisahan. Zhura menarik sudut bibirnya untuk memberikan ketenangan pada setiap pribadi yang muram."Jaga dirimu baik-baik," ujar Valea."Jangan pernah lupakan kami, ya?" Inara membuat raut sedih.Melihat tingkah temannya itu, Zhura pun menahan gelak. "Jangan khawatir. Aku pasti akan baik-baik saja dan akan selalu mengingat kalian semua.""Awas saja kalau kau ingkar janji." Valea membuat gerakan memotong leher.Tawa pecah dari bibir Zhura, ia berpindah pada Arlia. Mereka tersenyum satu sama lain sebelum kemudian berpelukan. Gadis itu terlihat lebih terbuka dan hangat, itu perkembangan yang baik.Melepaska

  • The Cursed Journey Of Zhura   Hati

    Malam perayaan dilaksanakan penuh suka cita. Spemua orang di seluruh dataran kini berdiri di bawah langit malam yang bertabur bintang. Para gadis berkumpul di tempat luas bersama ribuan orang lain. Mereka semua kini tampil selayaknya sosok anggun dengan pemerah bibir. Semua penerangan pun dimatikan, hanya ada cahaya yang berasal dari lentera masing-masing. Dengan tinta yang harum, mereka menuliskan doa pada lentera, berharap kedamaian dan kemakmuran tercurah pada dunia baru.Beberapa saat kemudian, arahan dikeluarkan. Lentera-lentera mulai diterbangkan, detik itu juga malam menjadi berkepingan emas. Zhura pun ingin menerbangkan lentera miliknya. Tapi ia hampir putus asa menuliskan tinta di lenteranya hingga itu menjadi kusut. Maklum, permukaannya mudah robek jadi ia kesulitan. Pada saat atensinya terfokus pada kegiatannya, Azhara datang. Zhura sontak terkesiap kikuk berhadapan dengan pemuda itu.Melihat gelagat istrinya, menciptakan kerutan di kening Azhara. Menyadari kecanggungannya

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kapuranta

    "Ibu, berapa orang yang kau ajak ke sini?!"Kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah dan jamuan. Masyarakat berkumpul menjadi satu di halaman kuil yang luas. Maklum, tamu yang datang tidak hanya dari Silvermist, melainkan dari seluruh Firmest. Valea duduk di tempat jamuan bersama sanak keluarganya yang juga hadir. Dengan tinta biru di kening yang terlihat mencolok di keramaian, gadis merah itu tampak anggun terbalut gaun putihnya. Meskipun begitu, wajah bulatnya justru terlihat sangar karena melihat apa yang dilakukan keluarganya. "Ibu tidak mungkin meninggalkan mereka di desa dan pergi hajatan meriah sendiri. Jadi kita ajak saja semua orang," jelas Shawarya abai, ia tak mengindahkan kekesalan putrinya dan malah sibuk mengurusi hidangan untuk semua keluarganya.Ayah Valea yang duduk di sisi istrinya pun mengangguk. "Benar, kita hendak mengajak seluruh desa tapi tumpangan terbatas, jadi kami hanya bisa membawa sedikit saudara."Valea memperhatikan satu per satu sanak saudaranya. Termas

  • The Cursed Journey Of Zhura   Wiwaha

    Dersik angin bertiup mengibaskan kain-kain berumbai yang dipasang menghiasi seluruh kota. Papan-papan bertuliskan ucapan selamat dipajang di setiap kediaman tanda suka cita pemiliknya. Kuil Halyziar yang menjadi tempat dilangsungkannya upacara, kini tampak memukau dengan dekorasi serta karpet besar nan tebal tergelar di ruangannya.Berbaris di kanan dan kiri altar, ratusan orang memenuhi tempat itu. Keluarga kerajaan, gadis suci, dan sisanya tamu undangan baik dari dalam atau pun luar Silvermist. Bukan hanya pakaian putih mereka yang seragam, sudah jelas tatapan mereka pun tertuju ke satu arah. Setiap sudut bibir kini menyajikan senyum sehangat mentari.Sepasang mempelai itu kini berjalan membelah kekaguman para tamu. Sinar matahari memaparkan kehangatan, tapi sedikit kegugupan justru yang membuatnya menggigil. Mengenakan jubah merah khas pengantin, Azhara dan Zhura berjalan beriringan. Bunga-bunga harum ditaburkan oleh dayang seiring langkah mereka. Sesekali kaki Zhura menginjak ujun

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status