Share

Berbeda

Sudah tiga hari ini Abimana tidak pulang ke mansion. Ia tidur di apartemennya. Ia menghindari Luna untuk sementara waktu. Sejujurnya, ia merindukan gadis itu. Tidak! Bukan rindu, melainkan merasa bosan. Ia merasakan sepi, tidak ada 'mainan' untuk mengurangi kepenatannya. 

Biasanya ia akan mendengar makian dari mulut gadis itu dengan sorot mata tajam yang menantang.

Namun sejak melihat gadis itu bertekad untuk mengakhiri hidupnya, hati Abimana seperti tergelitik. Ada sesuatu yang mengganggu, namun ia tidak tahu apa. Ia benci melihat Luna dengan berani melukai tangannya. Itu menyentil ego seorang Abimana.

Abimana tersinggung. Bahkan, pelacur saja tidak keberatan ia perlakukan seperti itu.

Abimana menenggak kembali cairan alkoholnya, selama disini ia hanya ditemani Vodka, Vino dan  bodyguardnya. Selesai bekerja, biasanya ia akan mampir ke club. Menghabiskan waktu, menikmati musik, menikmati wanita-wanita yang ada di sana. Namun, semenjak ada Luna, entah kenapa gairah pada wanita malam sudah tidak ada.

Yang ada dipikirannya hanyalah Luna.

Luna, sedang apa ia sekarang?

Aku ingin menemuinya. 

Ia mengambil tablet yang ada disampingnya, namun ternyata baterainya sudah habis. Ia ingin melihat Luna lewat CCTV yang sudah terhubung lewat tabletnya.

Abimana berjalan sedikit sempoyongan. Vino yang sedang berada diruang tamu tengah menonton tv mendengar langkah kaki dari arah belakang. Terlihat Abimana sedang berjalan dengan tertatih. Vino segera menghampirinya.

"Tuan. Anda mau kemana?" Vino memegang pundak Abimana, menahannya agar tubuhnya tidak jatuh.

"Antar__aku ke__mansion. Luna___" Abimana berkata dengan terputus-putus. Kesadarannya hampir hilang.

Vino segera membantunya keluar dari apartemen dan menyuruh bodyguard lainnya untuk turun terlebih dahulu menyiapkan mobil dan menunggu mereka di parkiran basement .

"Luna__dia tidak__jangan mati__" Abimana terus meracau tidak jelas. 

Kini mereka sudah dimobil, segera menuju mansion sesuai yang diinginkan Abimana. Di mobil, Abimana tak berhenti menyebut nama Luna.

Vino hanya menggelengkan kepalanya. 

Jalanan malam yang sepi, mempercepat laju mereka untuk sampai ke mansion.

Abimana dituntun Vino melangkah menuju kamarnya diatas. Didepan pintu kamar, Abimana mengangkat tangannya, mengisyaratkan Vino untuk berhenti disana. Vino paham, ia hanya diam dan menunggu Tuannya masuk kedalam kamarnya tanpa terjatuh.

Abimana segera masuk kedalam kamarnya. Lampu utama kamar ini sudah mati semua, pencahayaan remang hanya berasal dari lampu diatas nakas disamping ranjang.

Abimana melangkah sempoyongan, melepas sepatunya asal, kemejanya segera ia lepas, ikat pinggangnya dia lepas dan lempar keatas sofa dekat jendela. Ia menurunkan ritsleting celana panjangnya.

Ia lihat dengan samar, siluet tubuh ramping diatas ranjang sedang tertidur pulas. Ia mendekat pada tubuh itu.

Ia pandangi wajah imut si gadis, bulu mata lentik, wajah damai tidurnya, tidak galak seperti biasanya. Saat ia sadar pasti hanya kata-kata kasar yang keluar dari bibir berisi itu. Kini, si gadis seperti kucing rumahan yang jinak.

Abimana menyentuh pipi Luna dengan lembut, kulitnya halus. Ia baru menyadarinya. Ia melihat kearah tangan Luna, tidak ada jarum infus. 

Ia kecup punggung tangan Luna dengan lembut.

"Luna__" Abimana mengecup pipinya dengan lembut dan memanggil namanya dengan suara lirih.

"Engghh..." Luna melenguh, tidurnya sedikit terganggu. Ia mengerjapkan kedua matanya.

Luna sontak terkejut saat melihat wajah Abimana sedekat ini dengan wajahnya. Walau cahaya remang, namun Luna sudah hapal garis wajah Abimana.

"Kau!" Luna bangun dan akan mendorong tubuh Abimana yang sudah berada diatasnya. Namun Abimana dengan cepat mencium bibir berisi milik Luna yang sudah ia pandangi sejak tadi.

Aroma alkohol menguar dari mulut Abimana. Luna hanya diam, tidak membalasnya. Ia takut akan terjadi lagi.

Namun malam ini berbeda, pagutan Abimana lembut. Bahkan ini__sangat lembut.

Seperti bukan Abimana.

“Buka mulutmu Luna. Balas aku,” perintah Abimana disela pagutannya.

Luna menurut kali ini. Ia membalas pagutan Abimana. Ini memabukkan, tidak seperti saat-saat awal. Tangan Abimana sudah kemana-mana. Luna melenguh merasakan kelembutan yang Abimana berikan.

“Luna__aku ingin dirimu,” Abimana menatap netra Luna yang sayu. Luna terbawa suasana yang diberikan Abimana. 

Tanpa menunggu jawaban dari Luna, ia sudah menyingkap baju tidur Luna. Dengan gerakan cepat ia lepas semua kain yang menempel pada tubuh Luna.

Kini Luna sudah polos. Abimana kembali mengecup bibir Luna dengan lembut, turun hingga lehernya. Ia hirup aroma vanilla yang menempel ditubuh Luna. 

Luna menikmatinya, ia merasakan kelembutan dari seorang Abimana. Pria itu kini sudah mendominasi diatasnya. 

Ia melakukannya dengan lembut. Luna melenguh terus dengan perlakuan Abimana. Tanpa sadar, Luna mendekap punggung Abimana dengan erat. 

Abimana melepas dekapan Luna, ia pandangi wajah cantik dan imut itu. Namun gerakan pinggulnya tetap ia lakukan dengan lembut. 

Mata sayu Luna, itu pemandangan yang indah. Abimana merapikan Surai panjang milik Luna. 

Ia usap pipinya.

"Aaahh, Abi...." Lenguh Luna.

Abimana tersenyum mendengarnya. Luna menyebut namanya dengan lembut. Terdengar sexy, Abimana semakin cepat melakukannya.

Dan akhirnya mereka mencapai puncaknya.

Abimana ambruk diatas Luna. Masih mengatur laju napasnya, begitupun dengan Luna.

Ia segera beranjak kesamping Luna setelah napasnya teratur. Ia pandangi kembali wajah imut itu.

Ia tersenyum saat netra mereka bertemu. Luna terperanjat melihat senyum pria ini.

“Terima kasih__Luna. Aku__merindukanmu,” ucap Abimana dengan terputus. 

Abimana mengambil selimut tebal didekatnya dan menutupi tubuh mereka sebelum akhirnya menuju alam mimpi.

"Tidurlah Luna," Abimana memeluk tubuh Luna dengan erat, sedangkan Luna bersandar pada lengan kekarnya dan kemudian terlelap.

•••

Abimana menggeliat, merasakan sebelah lengannya terasa keram. Ia membuka matanya, namun pemandangan pagi ini sedikit berbeda. Ia melihat gadis kecilnya sedang tertidur pulas penuh kenyamanan di lengannya dan memeluk tubuhnya sehingga bagian tubuh Luna menempel sempurna pada tubuhnya.

Sial! 

Abimana masih merasakan hembusan napas teratur Luna. Ia masih lelap.

Perlahan Abimana memindahkan kepala Luna agar tangannya tidak keram lagi. Namun Luna menggeliat dan semakin menempel pada Abimana. Kaki Luna mengenai juniornya dan akibatnya membuat si junior terbangun.

"Hey! Bangunlah!" Abimana memanggil Luna.

"Hmm..." Luna hanya bergumam dan berbalik membelakangi Abimana, ia meneruskan tidurnya tanpa merasa terusik.

Abimana mendengus kesal melihat respon Luna. Apalagi sekarang ia disuguhi pemandangan indah. Tadi ia melihat gunung kembar Luna.

Sekarang ia melihat punggung mulus Luna, putih, bersih, halus dan menggairahkan.

Tidak bisa dibiarkan!

Abimana segera mencium ceruk leher Luna dalam-dalam, tangannya sudah kelayapan di bukit sintal milik Luna. Luna melenguh, ia membuka matanya dan merasakan ada yang meremas asetnya.

Ia berbalik dan melihat tangan Abimana sedang bermain-main di dadanya.

“Bangunlah! Kau terlalu menggoda untuk kuabaikan,” Abimana berseru dan berpindah ke sofa.

Ia duduk disana dengan tubuh polosnya, ia menyeringai melihat Luna yang masih kebingungan.

“Kemarilah! Kurasa, di sofa tidak terlalu buruk,” Abimana menggerakkan jemarinya menyuruh Luna menghampirinya.

Luna bingung, tapi sejurus kemudian ia tersadar dan langsung menolak. Ia melihat wajah Abimana, tidak selembut semalam. Kali ini matanya penuh seringai mengerikan. Ia tahu akan seperti apa setelah ini.

"Tidak!" Luna membungkus tubuhnya dengan selimut dan berlari menuju kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Ia menghela napasnya, merasa tenang bisa melarikan diri dari Abimana si iblis. 

Hanya semalam saja si iblis berubah baik seperti malaikat.

Luna segera menyalakan shower dan mengguyur tubuhnya dengan air hangat, rasanya semua tulangnya remuk. Ia pejamkan mata menikmati air hangat yang mengalir ditubuhnya.

Diluar, Abimana terkekeh melihat respon Luna yang langsung kabur dan mengunci diri di kamar mandi. Ia mengambil pisau lipat yang ada di celana panjangnya. Tanpa susah payah, ia congkel lubang kunci kamar mandi. Entah bagaimana caranya, akhirnya pintu kamar mandi itu sudah terbuka.

Abimana langsung masuk kedalam, ia melihat Luna sedang menikmati air hangatnya. Ia belum menyadari kehadiran Abimana.

Abimana mendekat, ia remas bukit kembar Luna dengan kencang dari belakang.

Luna sangat terkejut, ia hampir berteriak, namun mulutnya dibekap oleh tangan Abimana. Dan pisau kecil itu sedang digerakkan perlahan di wajah Luna oleh Abimana.

"Diam! Atau pisau ini akan menancap di matamu," desis Abimana.

"Lakukan! Aku tidak takut kematian," Luna tersenyum sinis.

"Ah iya, aku lupa. Kau memang ingin mati. Baiklah, akan kuberikan neraka untukmu," Abimana melempar pisaunya kearah pintu. Ia tundukkan tubuh Luna dan memulai nerakanya dipagi ini. 

Kembali, dengan kasar Abimana menyetubuhi Luna. Sesekali kepala Luna terbentur Kedinding. Tak jarang Surai panjang Luna ditariknya dengan kencang. 

Sampai kepuasan menghampiri Abimana, ia lepas penyatuannya dan segera mandi. Sedangkan Luna, ia terduduk lemas dilantai kamar mandi. Merasakan sakit intinya, kepalanya berdenyut menahan sakit. 

"Cepat bersihkan dirimu! Jangan bertindak konyol dengan melukai dirimu. Hanya aku yang boleh melukaimu Luna. Cepat berdiri! Aku tunggu disini sampai kau selesai," Abimana membentaknya.

Dan, Luna hanya bisa menurut saat ini. Menunggu kesempatan yang lain, ia akan tetap melanjutkan rencananya menuju kematian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status