Share

Bosan

"Cepat makan sarapan mu!" Abimana membentak kembali Luna.

Saat ini mereka sudah duduk berhadapan diruang makan.

"Aku tidak lapar!" Luna membuang wajahnya, melihat kearah lain dengan beraninya.

Abimana berhenti mengunyah rotinya. Ia melempar roti milik Luna kelantai.

"Mayaaaa!" Abimana berteriak keras memanggil Maya.

Maya tergopoh-gopoh menghadap tuannya. Ia tahu, pagi ini sepertinya suasana hati tuannya sedang tidak baik.

"I__iya Tuan. Ada apa?" Maya menunduk takut.

"Makan roti itu!" 

Maya mendongak menatap Abimana tak percaya. Kesalahan apa yang ia buat, sehingga ia dipaksa memakan roti berserakan dilantai?

"Tu__tuan?" Maya tidak yakin.

Luna sudah melotot kearah Abimana. Sedangkan iblis didepannya hanya tersenyum jahat.

"Kau tuli?! Makan cepat! Habiskan!" Abimana melotot kearah Maya.

Maya gugup dan takut, ia berjongkok mengambil roti tersebut.

"Jangan Maya!" Luna bangun dari duduknya.

"Kenapa honey? Kau mau menggantikannya?" Abimana bertanya selembut mungkin.

"Biar aku saja yang memakannya!" Luna menghampiri Maya dan berjongkok disampingnya.

"Tapi Nona___" Maya.

"Pergilah cepat! Biar aku saja," Luna tersenyum kearah Maya.

“Maafkan saya Nona,” Maya berdiri dan segera berlari dari sana. Menjauh dari tuannya yang menyeramkan.

Luna mengambil roti itu, ia rapikan. Ia kembali duduk di kursinya yang tadi.

Dengan perlahan, ia memakan roti itu dan menghabiskannya.

"Kenapa kau suka sekali mempersulit keadaan? Kalau saja dari tadi kau menurut, tidak akan seperti ini honey," Abimana berkata dengan enteng dan tersenyum puas melihat Luna memakan roti yang ia lempar tadi.

Brengsek!

Iblis tak punya hati!

Luna terus mengumpat dalam hatinya.

"Mulai sekarang, kesalahanmu akan ditanggung oleh Maya. Jadi, berhati-hatilah sebelum bertindak. Dan, jangan mengumpatiku terus!" Lanjutnya, seakan ia bisa membaca pikiran Luna.

Luna berdehem dan meminum teh manis hangatnya. Ia menatap tajam kearah Abimana.

"Apa lagi yang harus kulakukan sekarang?" Tanya Luna menantang.

“Tidak ada. Kau hanya tinggal menungguku pulang kerja dan bersiap diranjang untuk memuaskan ku saat aku membutuhkanmu,” Abimana menenggak kopinya dengan santai.

"Brengsek! Kenapa kau tidak membunuhku saja iblis?!" Luna berteriak seraya berdiri tegak. Ia segera meninggalkan ruang makan menuju kamarnya - ah bukan, itu kamar mereka.

"Minum obatmu, Luna!" Teriak Abimana ketika tubuh Luna sudah sedikit menjauh.

Abimana tertawa senang, dipagi ini ia menemukan cara lain untuk menghibur dirinya. Ia sangat menikmati wajah kesal Luna, makiannya dan sorot tajam menantangnya. 

Berani sekali gadis imut itu.

“Rudi!” Panggil Abimana.

"Iya Tuan." Rudi, chef utama di mansion ini datang menghampiri. Ia sudah berumur 47 tahun, namun Abimana memanggilnya hanya dengan namanya saja.

"Buatkan makanan yang sehat untuknya, tanya padanya, apakah Luna memiliki alergi pada makanan tertentu." Abimana.

"Baik tuan." Rudi menunduk hormat.

Abimana beranjak pergi dan menghampiri Vino, asisten pribadinya yang sudah menunggu didepan mobilnya. 

Dan merekapun menuju perusahaan milik Abimana.

*

*

*

Siang ini sungguh membosankan. Entah sudah berapa lama ia berada disini. Ia rindu pekerjaannya, rindu Devi rekan kerjanya yang paling mengerti dirinya, rindu candaan Mas Andre, rindu kak Raka bosnya.

Bagaimana ia membayar hutang-hutangnya pada kak Raka? Saat ini saja ia tidak bekerja dan tidak mempunyai uang sepeserpun.

Setelah meletakkan majalah lama milik Maya, ia beranjak keluar kamar. Ia menuruni tangga dan mengelilingi mansion besar nan mewah milik si iblis.

Huh, padahal semalam saat mabuk, dia berubah seperti malaikat. Namun pagi tadi, ia berubah kembali menjadi sosok aslinya. 

Luna sampai dihalaman belakang mansion, ia melihat ada taman bunga yang cantik dan ada bangunan kaca berisi aneka bunga. Ia tidak menyangka si iblis itu memiliki taman bunga yang sangat indah. Sangat bertolak belakang dengan sisi gelapnya.

"Nona kecil mau kemana?" Tiba-tiba terdengar suara yang menghentikan langkah Luna.

Luna menengok, seorang pria paruh baya memakai topi dan membawa sekop kecil. Sepertinya pria ini yang bertugas merawat kebun ini.

“Saya mau melihat bunga dirumah kaca itu,” jelas Luna seraya menunjuk kearah rumah kaca.

"Baik, silakan saya temani." Pria tersebut berjalan didepan Luna. Luna mengikutinya dibelakang.

"Emm, ini milik siapa pak?" Luna memulai bertanya.

"Panggil Tono saja, Nona. Seperti Tuan Abimana memanggil saya." Jelasnya.

"Ah tidak, itu tidak sopan. Apa kebun ini Pak Tono yang merawatnya?" Tanya Luna.

"Iya Nona. Tadinya ini milik Nyonya besar. Namun semenjak Nyonya besar meninggal, ini jadi kewajiban saya yang merawatnya." Pak Tono menaruh sekop kecilnya dekat pot, ia memulai pekerjaannya.

"Nyonya besar?" 

"Iya. Nyonya Paula RaJendra, ibu kandung Tuan Abimana Rajendra. Nona kecil belum tahu?" Tanya Pak Tono.

Luna menggeleng dan kembali memperhatikan bunga mawar cantik yang ada didalam sana.

"Nyonya Paula seperti Nona kecil. Ramah dan sangat baik kepada kami para pelayan disini. Mansion ini dulunya hangat." Pak Tono menjelaskan.

"Apa hanya Abimana saja anaknya?" Luna mulai penasaran.

"Ada adiknya, Abimanyu. Namun Tuan Abimanyu juga sudah meninggal, rumornya beliau dijebak oleh temannya Tuan Abimana. Katanya ditembak. Tapi sampai sekarang masih simpang siur. Tuan Abimana tidak pernah mau membahasnya." Pak Tono.

"Nona kecil, Tuan Abimana sifatnya seperti almarhum Tuan Rajendra. Beliau nampak dingin dan tak peduli, namun mereka selalu memperhatikan yang detil-detil untuk orang-orang yang mereka sayangi." Lanjutnya.

'sayangnya aku bukan orang yang dia sayangi.' gumam Luna dalam hati.

"Pak Tono, jangan memanggil saya Nona kecil. Panggil Luna saja." Luna tersenyum sungkan.

"Tidak boleh Nona, Tuan Abimana sudah memberi perintah kepada kami untuk memanggil anda Nona dan melayani anda dengan baik selama disini." 

"Yah terserahlah. Jika sudah seperti itu, saya tidak bisa menolaknya lagi kan? Apalagi melawan perintah si iblis itu!" Cibir Luna.

"Si iblis?" Pak Tono heran.

"Ah bukan apa-apa kok. Saya masuk kedalam dulu ya Pak. Terima kasih untuk hari ini, sedikit mengurangi rasa bosan saya." Luna pamit undur diri dan dibalas anggukan hormat oleh Pak Tono.

Luna kembali masuk kedalam mansion. Tiap pintu mansion disini dijaga oleh beberapa bodyguard, bahkan tadi ditaman belakang saja ada bodyguard juga yang berjaga. Padahal tiap sudut dinding disini banyak CCTV. Memangnya mansion ini pernah kemalingan ya? Sampai-sampai penjagaannya begitu ketat.

Luna berjalan dengan santai, beberapa bodyguard sangar melihatnya dengan tatapan yang....sulit diartikan. 

Saat tiba diruang makan tadi, Luna melihat salah satu juru masak disini sedang entah melakukan apa. 

"Ah Nona kecil, untung bertemu disini. Nona, apakah anda ada alergi dengan beberapa makanan?" Tanya si juru masak.

"Ah chef, panggil Luna saja ya?" Luna risih dipanggil Nona, rasanya aneh dan ia tidak pantas. Padahal dirinya lebih hina dibanding para pekerja disini. Ia hanya bertugas melayani hasrat si iblis.

"Tidak bisa Nona. Tuan Abimana menyu___" ucapan si juru masak terpotong.

"Baiklah! Saya sudah mendengarnya beberapa kali hari ini. Saya alergi kacang. Aneka kacang-kacangan." Luna menjawab pertanyaan juru masak tadi.

"Panggil saya Rudi Nona. Baik kalau begitu, saya tidak akan memasak yang mengandung bahan kacang. Saya pamit dulu Nona." Rudi pamit menuju dapur.

Luna kembali menaiki tangga dan bermaksud menuju kamarnya. Namun sebelum menuju tangga, ia dikejutkan dengan suara lelaki memanggilnya.

"Halo Luna. Bagaimana keadaan mu?" Ternyata itu Dokter Syam.

“Halo Dokter Syam. Saya sekarang sudah baik-baik saja,” jawab Luna seraya menuju sofa ruang tengah. Mereka duduk berhadapan kini.

"Baiklah, saya hanya akan memeriksa sebentar saja tensi darahmu." Dokter Syam mengeluarkan alat-alatnya dari tas dan menghampiri tempat Luna duduk. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status