Milly memang tidak memiliki alasan lagi untuk menghindar. Namun entah kenapa, tidak peduli betapa kuat rasa bencinya pada Jetro, Milly tidak sanggup berkata tidak dan mengiyakan tawaran Jetro untuk kembali padanya.
Mengingat kondisi Maxer yang terluka, Milly tidak ada pilihan lain. Tinggal dengan Jetro mungkin saat ini adalah pilihan yang paling bijak.
Sebelum mengajak Jetro bicara, Milly menyempatkan untuk mendiskusikan dengan Maxer lebih dulu. Sahabatnya mulai pulih secara bertahap. Jetro memindahkan Maxer ke rumah sakit yang lebih mahal dan menurutnya terbaik pada hari ketiga. Bagi Milly itu makin tidak masuk akal.
Semua keroyalan Jetro padanya memang tidak pernah bisa dijelaskan. Sepertinya, sumber penghasilan pria yang kini bersedia menerimanya kembali itu tidak pernah surut.
Dengan pelan-pelan, Milly menjelaskan situasinya saat ini. Maxer menatap Milly dengan wajah cemas.
“Aku tidak pernah berada di ujung maut, Mill. Malam itu sangat me
Apartemen yang Milly pilih adalah dekat dengan pusat kota Bandung. Maxer sudah ada di kamar dan sedang bersama dengan perawat. Rosco ada di ruang tamu dan menunggu hingga, mungkin, Milly keluar dan mengatakan semua baik-baik saja.Dengan langkah gontai, Milly meletakkan tas kecilnya dan menuju ke wastafel. Mencuci muka dengan air dingin adalah cara terbaik untuk menyegarkan tubuh dengan singkat.Usai merapikan diri dan memeriksa yang Jetro sediakan untuknya, Milly melenggang keluar, menuju ruang tamu. Rosco bangun dari sofa dan menatapnya seperti bertanya.“Semua sudah sesuai dan terima kasih Pak atas bantuannya,” ucap Milly sopan.Rosco adalah pria baik yang pernah memberinya kesempatan untuk bekerja. Hingga detik ini pun, Milly masih segan dan menghormatinya. Ada wibawa yang sulit dijelaskan pada sosok Rosco. Milly merasakan kehangatan sikapnya yang seperti seorang ayah pada anak perempuan. Pria itu tersenyum tipis.“Jaga diri d
Sepeninggal Rosco, Milly masih tertegun di ruang tamu dengan benak yang menyimpan pertanyaan menumpuk.Pembicaraan yang berkualitas walau singkat dengan Rosco, memberi pandangan baru pada Milly. Tidak mengubah kekesalan dan kejengkelannya pada Jetro, tapi sedikit memberikan kelonggaran akan sikap defensifnya selama ini.Pintu kamar Maxer terbuka dan perawat wanita yang bernama Trey keluar. Seketika Milly gugup saat ingat akan jati diri perawat tersebut.Trey memiringkan kepalanya seperti menilai Milly dan mengerjapkan mata indahnya yang berwarna cokelat.“Apakah kamu yang Rosco ceritakan tadi?” tanyanya dengan suara jernih dan aksen yang asing.Milly meremas ujung kaosnya dan mengangguk.“I-iya. Salam kenal, aku Milly,” sapanya dengan kikuk.Trey mendekat dan mengendus Milly seperti seekor anjing sedang mengenali bau. Milly merapatkan tubuhnya di sandaran sofa. Lututnya gemetar dan dengan napas tertahan, Milly
Denting piano yang mengalun dengan nada tinggi dan cepat, mendadak menukik tajam dan memelankan tempo menjadi lantunan syahdu yang menghanyutkan pendengarnya. Jetro dengan lincah terus menekan tuts piano seperti sedang menari dengan jemarinya.Selera musiknya memang luar biasa bagus dan dari emosi yang tersalurkan melalui insting yang tepat, Jetro menghasilkan pertunjukan yang tidak kalah istimewa dengan pemain piano professional.Minerva adalah pendengar dan penonton setianya. Jarang ada yang mengetahui, jika Minerva adalah pengasuh Jetro sejak remaja dulu.Menyimpan rapat-rapat akan masa lalunya yang tidak indah, Jetro menjadi pribadi yang selalu menutup diri dari orang asing. Ibunya adalah manusia biasa yang terlanjur jatuh cinta pada pesona Asmodeus. Salah satu iblis neraka yang mencoba mencari kesenangan di dunia manusia. Lahir dan menjadi putra kesayangan, ternyata memicu kesialan yang terus membayangi hidupnya hingga sekarang.Jetro bukanlah satu-s
Trey mengibaskan ekornya dan mengendus beberapa kali ke arah luar apartemen yang ada di lantai sepuluh tersebut. Pintu menuju balkoni memang terbuka, tapi Milly tidak mencium apa pun di luar sana. Milly tidak paham, apa yang mampu membuat Trey gelisah dan waspada.“Trey …,” panggil Milly dengan pelan.Trey terdiam sebentar sementara kupingnya mencuat tegak. Rambutnya yang dipotong pendek setelinga turut bergerak saat Trey menoleh.“Ada seseorang yang ada di bawah dan itu …,” Trey berhenti kembali. Setelah terdiam sesaat, mendadak Trey menggeram dan menyeringai kesal.“Manusia yang menyerang Maxer ada di sana!” cetus Trey yakin dan makin melangkah ke balkoni dengan sikap panik.“Cukup, Trey! Hubungi, Jetro dan jangan tempuh resiko sendiri!” tahan Milly mulai cemas.Trey melongok ke bawah dan dengan wujud manusia rubah, hidungnya bergerak cepat seperti mencari dan memastikan manusia
Orang yang telah Jetro bunuh itu masih tergeletak di lantai parkiran dan tidak ada satu pun yang mempedulikan. Masing-masing pengunjung yang datang dan pergi hanya menyapa Jetro dengan sikap normal, seperti tidak terjadi apa-apa!Bagaimana dia bisa hidup dan menerima uluran tangan dari makhluk kegelapan seperti Jetro? Sementara ia menghindari sosok yang berusaha mencelakainya dan Maxer, Milly kini justru terjebak dengan pembunuh berdarah dingin. Sungguh ironis sekali.Lima menit kemudian, Milly yang mulai terisak dan tergugu dalam rasa takut yang mencekam, menangkap sosok yang Virgo muncul!Hatinya makin terbelenggu oleh rasa terror yang menyiksa. Ia mengingat dengan jelas, bagaimana Virgo pernah mengancam pernah akan melukai dirinya.Dengan ringan, Virgo menenteng dua jenazah tanpa beban serta melemparkan ke atas truk kecil yang ia bawa. Setelah bicara dengan Jetro sebentar, Virgo melangkah kembali untuk pergi. Milly mengikuti dengan pandangan dan Virgo
Matanya masih bengkak saat Milly menyapa Maxer pagi itu. Sahabatnya mulai bisa bergerak dan beraktivitas seperti biasa walau masih dengan gerakan perlahan. Jahitan dari ujung pundak kiri hingga ke kanan itu seperti menceritakan, bagaimana kejinya percobaan pembunuhan yang Maxer alami.“Kamu nangis lagi,” ucap Maxer lirih seraya memakai kemeja tanpa bantuan siapa pun.Hanya baju dengan model kemeja yang bisa Maxer pakai tanpa meregangkan ototnya.Milly mengancingkan kemeja dan tidak menjawab lontaran kalimat dari Maxer.“Mill …,” panggil Maxer.Matanya sendu dan menatap Milly dengan wajah prihatin. Wanita yang menjadi satu-satunya saudara tanpa ikatan darah itu tersenyum lembut.“Cuman kesel aja sama situasi kita sekarang. Nggak tahu siapa yang punya niat jelek, sampe tega mau bunuh kita berdua.”Jawaban Milly tidak Maxer percayai begitu saja. Namun pria itu paham ada sesuatu yang terjadi pada
Milly dan Jetro menghadiri pesta yang ternyata jebakan untuk membunuh pria yang selama ini menjadi musuh para pebisnis kotor. Mereka sengkokol dan mencoba merebut sumber kekuatan Jetro, yang Milly sendiri baru ketahui! “Tuan Six, terima kasih sudah memenuhi undangan kami malam ini!” sapa pria yang ternyata menjadi pemimpin penyerangan tersebut. “Lancey! Seharusnya kubunuh kau sedari dulu!” desis Jetro dengan geram. Milly yang mundur dan ketakutan akan wujud Jetro yang kini sepenuhnya tampil sebagai iblis keturunan Asmodeus, mencoba menguasai diri. “Jangan jauh-jauh, Milly!” bentak Jetro. Dengan terpaksa dan gemetar, wanita itu kembali mendekat. “Milly Berliana. Diakah wanita yang diinginkan oleh semua pria?” ucap Lancey sembari membuka kain penutup wajahnya. Milly memekik kecil melihat wujud Lancey yang tidak jauh beda dari Jetro. Kulitnya merah dan tanduk kecil mencuat dari dahinya. “Apa maumu, Setan Kecil?!” bentak Je
Angin laut yang dingin dan berembus kencang, membuat tubuh Milly menggigil. Bajunya basah dan tidak mampu menahan rasa dingin yang menggigit. Dengan sekuat tenaga, Milly menarik tubuh besar Jetro yang mulai kehilangan kesadaran penuh dan terkulai tanpa bergerak.“Jangan mati, Jetro! Kumohon jangan tinggalkan aku sendiri!” isak Milly dengan sesegukan.Sementara sedu sedan terlontar, Milly mengerahkan semua tenaga dan kekuatan untuk memindahkan tubuh pria yang menjadi satu-satunya teman saat ini. Akhirnya dengan hati gundah dan mencoba untuk menguasai diri, Milly berhenti lalu menatap ke sekeliling pantai yang sedikit terang dari cahaya bulan sabit.Ada sebuah gua yang entah aman atau tidak, dan mereka bisa berteduh di sana. Semangat Milly kembali bangkit dan menyeret tubuh Jetro dengan lebih kuat lagi. Setelah berjuang selama satu jam lebih, akhirnya ia berhasil membawa mereka ke mulut gua. Walau ragu dan tidak yakin tempat itu aman, Milly tidak ada p