Share

The Devil's Mistress
The Devil's Mistress
Penulis: Theresia Rini S

Dangerous Beauty

Lampu remang club berkedip liar seiring hentakan musik yang makin cepat. Para pencari hiburan satu persatu meninggalkan gelas minumannya dan mulai bergerak sesuai tempo lagu. 

Wanita penghibur yang bekerja untuk club tersebut mulai menjaring tamu dan menyebar ke berbagai sudut. 

Renzo memang terkenal dengan tangan dinginnya dalam mengelola hotel berkelas bintang lima yang juga memiliki club terbaik di kota Bandung. 

Wanita penghibur yang ia pilih juga merupakan seleksi terbaik. Dalam tempo dua tahun, Renzo berhasil membawa hotel tersebut menjadi terkenal dalam dunia hiburan malam. 

Dari sekian jajaran wanita koleksinya, Renzo memiliki tiga perempuan andalan; Jena, Lora dan Milly. Ketiga wanita tersebut selain cantik juga paling menawan, mereka pandai menarik tamu, kecuali Milly tentunya.

Wanita yang memiliki fisik paling sempurna tersebut terkenal dengan sifat pendiam dan dingin. 

Namun minat semua tamu selalu tertuju padanya. Milly tidak memiliki keahlian di ranjang seperti lainnya. Mungkin kecantikannya yang bak dewi membuat para pria mabuk kepayang atau justru sikap angkuhnya yang jinak-jinak merpati menjadi tantangan tersendiri. 

Sayangnya, gadis itu selalu muram dan tampak tidak menikmati perannya. Berbeda dengan teman seprofesi lainnya yang selalu genit dan liar. Milly cenderung menarik diri dan duduk dalam diam. 

Malam itu, Milly seperti biasa hadir paling terakhir. Begitu ia memasuki club, sontak beberapa pasang mata menoleh padanya. 

Dengan sikap tenang dan anggun, Milly melangkah menuju meja di ujung. Baju merah ketat di atas lutut tanpa lengan tersebut memperlihatkan liuk tubuh Milly yang menggoda. 

Payudara yang besar, bulat dan kencang dengan pinggang ramping juga bokong sekal, mengukuhkan Milly sebagai masterpiece Tuhan yang layak diapresiasi dengan tinggi. 

Sayangnya, ia harus terperosok ke dalam lembah kenistaan. Siapa yang tidak ingin mendapatkan Milly? Walau begitu, berbagai pinangan untuk menjadi wanita kedua dan simpanan, Milly tolak mentah-mentah. 

Wanita itu memilih tetap sendiri di usianya yang kedua puluh lima tahun. Memilih bebas tanpa dimiliki oleh siapa pun menjadi prinsip yang teguh ia pegang selama ini. 

Baru saja ia duduk, manager club mendekat dan berbisik padanya. Milly mengangguk dan kembali menyibukkan diri dengan ponselnya. 

Tidak lama, hadir seorang pria yang cukup terkenal sebagai produser film nasional. Ia menyapa Milly dan menawarkan minuman padanya. Wanita itu membalas dengan anggukan lemah dan senyum tipis. 

Setelah melewati basa basi yang membosankan selama beberapa menit, pria yang hampir mencapai usia setengah baya tersebut mulai gerayangan. Milly mendorong halus tangannya. 

"Maaf, Anda hanya memesanku untuk menemani minum saja, Tuan Herto. Jika menginginkan hal lain, silahkan menemui manager club lebih dulu," pinta Milly dengan pelan tapi tegas.

"A-ku mana tahan cuman duduk minum, Milly. Tidurlah denganku?" pinta Herto dengan napas memburu. Pria itu tidak mampu menahan hasratnya sendiri. 

"Tidak malam ini," tolak Milly mulai beringsut menjauh. 

"Aku sanggup membayar dua kali lipat tarifmu!" serunya berusaha menahan Milly. Wanita itu menoleh walau tidak sepenuhnya dan bergeming. 

"Untuk tipsku?" tanya Milly. Ia membutuhkan dua puluh juta malam ini untuk keperluan yang sangat mendesak. Milly berpikir mungkin dirinya akan meminta lebih untuk pria pelit seperti Herto.

"Ya! Untuk tipsmu, aku akan bayar dua puluh juta!" sahut Herto. 

Milly menghela napas pelan. 

"Sayangnya, aku butuh lebih dari itu. Maaf, permisi," pamit Milly. 

"Tunggu! Ok-ok! Berapa yang kamu butuhkan?" bujuk Herto tidak sabar lagi. 

Milly menimbang dan kini berbalik sepenuhnya. 

"Empat puluh juta untuk satu kali melayanimu!" 

"Hah? Kau gila? Aku bisa mendapatkan sepuluh gadis dengan harga itu!" tolaknya. Milly bangkit tanpa beban. 

"Tidak apa-apa jika Tuan tidak sanggup. Lain kali saja, kalau sudah mampu," balas Milly dengan sopan tapi nadanya terdengar meremehkan. 

Herto mengumpat pelan dan akhirnya menyerah. Ia menyanggupi nominal tersebut dengan pandangan jengkel. 

"Kutunggu di kamar biasa," cetus Milly masih dengan nada datar. 

Herto mengangguk dan segera meminta tagihan dengan buru-buru. 

Siapa yang bisa memalingkan pesona dari seorang wanita seperti Milly? 

***

Seperti dugaannya, Herto hanya bertahan selama sepuluh menit. Milly bangkit dan menuju kamar mandi, meninggalkan Herto yang terkapar kelelahan. 

Setelah mandi dan membersihkan tubuhnya, Milly segera melenggang ke luar. Herto sudah tertidur dan tanpa membangunkan kliennya, Milly mengambil tumpukan uang sejumlah yang mereka sepakati. Begitu uang tersebut tersimpan rapi dalam tasnya, Milly menuju pintu. Ia menoleh sekali lagi. 

"Lelaki bodoh," gumamnya lirih dan membuka pintu tanpa berniat untuk menutup kembali. 

Langkahnya mengayun cepat menghampiri lift yang ada di tengah koridor. 

Rahangnya mengeras dan pandangannya angkuh. Namun sesungguhnya hatinya menjerit. Milly tidak sanggup lagi menjalani hari--hari seperti ini. 

Membayangkan manusia seperti Herto yang bau dan juga beringas saat menyetubuhinya, terkadang membuat Milly hampir muntah. Rasa jijik itu terkadang menghinggapi Milly hingga ia tidak bisa menikmati sedikit pun keintiman tersebut. 

Saat ia masuk ke dalam taxi, Milly menangis dalam diam. Supir taxi itu seperti memahami situasi yang menimpa penumpangnya, dengan penuh pengertian menyodorkan tisu padanya. 

"Terima kasih," balas Milly lirih. 

Supir itu hanya tersenyum sendu. Ia tidak lagi menanggapi dan terus melaju menembus malam. 

Ketika tiba di rumah, Milly segera membayar dan mengucapkan terima kasih. Supir taxi yang berusia sekitar lima puluh tahun itu menerima dengan senyum hangat kebapakan. 

"Berdoalah. Terkadang hati menjadi lega," ucapnya tanpa nada mengurui. Milly tertegun dan mengangguk serta bergegas membuka pagar. Rumah kecil di kompleks padat kota Bandung itu terlihat sepi. 

Milly masuk dengan langkah tanpa suara. Ayahnya mungkin sudah tidur dan Martin adiknya entah berada di mana. 

Milly kembali mandi dan ketika pikiran rumitnya kembali menyeruak, wanita itu tergugu dan melorot ke lantai dengan bahu terguncang. 

Tidak pernah terbayang dalam hidupnya harus menempuh hidup yang begitu kelam dan memalukan seperti ini. 

Kecantikan yang harusnya menjadi kebanggaan Milly, berbalik menjadi beban baginya. Ketika dalam kondisi mendesak dulu, menjalani profesi ini adalah satu-satunya pilihan. 

Milly hanya memiliki ijazah SMP karena saat kelas dua SMA, ayahnya mengalami kecelakaan yang merenggut ibu mereka. Milly terpaksa keluar sekolah.

Bapaknya yang kemudian cacat dan mengalami penyakit komplikasi jantung sekaligus ginjal, membutuhkan biaya besar. Menjadi pelayan toko tidak mencukupi biaya pengobatan cuci darah ayahnya yang berkisar lima hingga tujuh juta, untuk frekuensi tiga hingga empat kali tiap minggunya. 

Milly menyerah dan berkorban demi nyawa orang tua tunggalnya. Dalam relung hatinya yang terdalam, Milly berharap ia hanyalah seorang wanita biasa yang lebih memiliki kesempatan untuk bahagia. 

Kecantikan yang ia miliki, menempatkan dirinya sebagai wanita rupawan yang meruntuhkan para pria pencari kesenangan semalam. 

Sebuah kecantikan yang sangat berbahaya! 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
keren...terus kak nulisny... .
goodnovel comment avatar
hobibaca
lanjuuuttt, kak... semangat nulisnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status