Share

Hi Boss

  Empat jam perjalanan ... tidak membuat seorang Ananditha terlihat kelelahan, masih dengan penuh semangat gadis belia tersebut melangkah, memasuki pintu gerbang yang berukuran sangat besar itu, tingginya mungkin lima kali dari tinggi badannya.

 "Ini rumahnya Kang?" tanya Anan kagum. Pasalnya, di kampung tempat Anan tinggal tidak ada satupun yang memiliki rumah sebesar ini, meskioun dia seorang juragan kebun teh.

  Hasto mengangguk, "Iya, ini rumah majikan Ambu."

 "Lebih mirip istana, daripada rumah."

 "Berdoa, siapa tahu kamu besok punya rumah seperti ini Nan," ucap Hasto menggoda sepupunya itu

 "Mimpi!" seru Ananditha, mengundang gelak tawa Hasto dan dirinya bersamaan.

  Seorang berseragam security terlihat bersiaga tepat di dekat pos penjagaannya.

  "Pak Wardi!" panggil Hasto yang sepertinya sudah mengenal pria bertubuh tinggi dan gagah dengan kumis tebal.

  Seseorang bernama Wardi itu menoleh, tersenyum sejenak, hingga kemudian berjalan mendekati Anan dan Hasto yang masih menanti di luar pagar, menunggu hingga pintu itu terbuka.

  "Wah, Hasto ... sudah nyampe toh," serunya senang.

  Hasto dan Wardi berpelukan beberapa saat, sebelum akhirnya kembali terurai, seraya bertukar kabar. Sejenak keberadaan Ananditha seolah dianggap bayangan.

  "Sehat kan?"

  "Sehat lah, kamu sendiri apa kabar To, lama tidak pernah berkunjung."

 "Sibuk dengan sawahku pak."

 "Syukurlah, kerja keras ambu ada hasilnya ya," tutur Wardi senang.

  Sejurus pandangan matanya  melihat sosok gadis cantik, berkepang dua, dengan tangan yang sedang menjinjing tas bawaannya, memindai setiap sudut rumah majikannya dengan binar kekaguman yang jelas terpancar.

 "Itu siapa?" tanya Wardi seraya mengedikkan dagunya.

  Hasto menepuk dahinya, "Nan!" panggil Hasto membuat Anan mengalihkan pandangnya ke arah sepupunya itu. "Kenalkan ini Pak Wardi, orang yang selalu menjaga keamanan rumah ini," terang  Hasto.

  Ananditha mengangsurkan tangannya memberi salam hormat  yang di sambut ramah pak Wardi.

  "Oalah, ini pengganti ambu?" serunya sumringah. "Masih muda banget."

  Anan tersenyum. "Iya pak, mohon bantuannya ya," ucap Anan malu-malu.

 "Wah, dengan senang hati nak Anan."

 "Ya sudah! Aku masuk dulu ketemu ambu ya Pak," pamit Hasto mengakhiri sesi perkenalan Anan dan pak Wardi.

  Wardi mengangguk, " Silahkan ... silahkan."

  Langkah Hasto dan Anan kembali berlanjut, dari sisi sebelah kiri rumah tersebut, di temukan sebuah pintu kayu yang ternyata tembus ke area belakang rumah bak istana tersebut.

  Masih dengan decak kagum berulang kali Anan, mengucap pujian kepada Tuhan atas apa yang kini menjadi pemandangan indera penglihatannya. Hingga akhirnya proses pencarian Bi Ratna di rumah tersebut berakhir dengan mendapati sosoknya yang sudah menunggu di sebuah kursi taman dekat dengan kolam renang besar bersama seorang pria tampan berkacamata hitam.

   "Itu mereka," seru Bi Ratna.

   "Maaf Ambu, apa kami terlambat," tanya Hasto canggung.

   "Lima menit lagi!" ucap pria itu tegas.

   "Aah ... maafkan saya Tuan, tadi ban angkutan yang saya tumpangi sempat bocor," terang Hasto masih dengan wajah menunduk.

  "Ya sudah, sekarang Anan. Kamu ke sini," panggil Bi Ratna tergesa. "Perkenalkan dirimu, ini Tuan muda Xavier, dia yang akan menjadi majikanmu."

   Sesaat Ananditha tercengang, seperti bertemu dengan dewa yunani yang begitu sempurna, di hadapannya kini berdiri sosok pria yang begitu tampan tanpa celah. Sempurna!

    Xavier memindai Ananditha dengan senyum smirk khasnya. "Gadis kecil! Seberapa tangguh anak ingusan berkepang kuda ini akan mrnjadi pelayan pribadiku, menggantikan bi Ratna?" cibir Xavier dalam hati.

   "Sampai kapan kamu akan memandangiku?" tanya Xavier dingin, membuat Ananditha tersadar, betapa memalukan ekspresi kagumnya saat ini.

   Bi Ratna yang melihat interaksi keduanya hanya tersenyum diam-diam. "Anan pasti begitu terpesona melihat ketampanan Xavier," gumamnya dalam hati.

  "Hai Boss! Perkenalkan, namaku Ananditha," tutur Anan kaku, memperkenalkan diri.

   Sekali lagi sudut bibir Xavier terangkat sinis, "Bisa-bisanya dia menyapaku dengan kata Hai!" gerutu Xavier dalam hati.

   Anan mengangsurkan tangannya untuk berjabat, namun sayangnya Xavier bukan tipe pria seramah itu untuk menyambut uluran tangan wanita. Apalagi Ananditha baru saja ditemuinya hari ini.

  "Bi Ratna!" panggil Xavier. "Ajarkan dia, segala hal yang harus dikerjakannya. Jangan ada kesalahan, karena aku tidak menyukai segala kekurangan!" perintah Xavier tegas seraya melangkah pergi meninggalkan Bi Ratna, Hasto dan Ananditha tanpa kata pamit lainnya.

   "Huuuh!" dengus Ananditha. "Kata Ibu, majikan Bi Ratna baik?" protes Anan kesal.

  "Tuan Xavier itu memang baik, kamu hanya belum mengenalnya saja," pujuk Ratna.

  "Apanya yang baik? Angkuh begitu ... gak ada manis-manisnya!" rengek Anan lagi.

  "Jadi gimana, kamu mau pulang? tanya Hasto.

   "Masa belum di coba sudah mau pulang?" sahut Bi Ratna

   Ananditha hening sejenak, rasa hatinya mulai gamang, ingin memulai tapi ragu tidak mampu menghadapi sikap dingin, angkuh dan ketus majikan yang di temuinya beberapa menit lalu itu. Namun, bila harus kembali ke kampung, Ibu pasti tidak akan pernah mengizinkannya lagi pergi dengan sejuta alasan apapun.

  "Beneran baik dia, Bi? tanya Ananditha lagi meyakinkan.

  Bi Ratna tersenyum penuh arti. "Kalau dia jahat, Bibi tidak akan akan bekerja di sini lebih dari delapan belas tahun, Nan." terang bi Ratna meyakinkan. "Lihat rumah, dan sawah yang Bibi punya, itu semua pemberian dari keluarga Rhys, gratis, tanpa dipotong gaji."

   Ananditha hening, apa yang bibi katakan ada benarnya, sejak hampir sembilan belas tahun lalu dirinya telah mengabdi dengan keluarga ini, dan seperti yang juga Anan ketahui, rumah bahkan hamparan sawah luas yang dimilikinya tak lain adalah bonus yang majikannya berikan untuk jasa bi Ratna pada keluarga ini.

  "Nyonya Ellena sedang mengurus bisnis di Singapura, pekan depan baru akan kembali, Bibi yakin ia akan sangat menyukaimu," terang Bi Ratna lagi.

  "Jadi bagaimana, Nan?" kembali Hasto bertanya dengan panik. Pasalnya Hasto adalah orang yang diberi amanah oleh Ranty untuk menjaga Anan dan tidak boleh memaksanya bila Anan berubah pikiran di tengah jalan seperti saat ini.

   Hasto melihat dengan jelas bias keraguan dari bola mata cokelat indah milik Ananditha, membuat dirinya ketar-ketir untuk meninggalkan Anan sendiri di sini.

   "Ayo kita masuk dulu, akan Bibi buatkan minuman segar, dan makanlah beberapa kue enak di dalam," ajak Ratna, mencoba mencairkan suasana. "Hasto, tolong bantu ambu berdiri, kaki ambu masih belum benar-benar bisa berjalan dengan baik," pinta Ratna.

   Hasto bergegas membantu sang ibu berdiri, dan memapah langkahnya menuju dapur bersih, tempat makanan dan minuman menyegarkan itu berada, diikuti langkah Anan yang terlihat tidak bersemangat seperti sebelumnya.

   "Nan," tegur Ratna. "Ayo, nanti kalau kamu juga ingin ikut pulang, ya gak apa-apa. Bibi bisa maklum," ujarnya lagi mencoba menenangkan Ananditha yang terlihat semakin kusut.

   Anan mengangguk, mempercepat langkahnya.

*****

  "Mana agendaku?" tanya Xavier pada Derryl yang sudah siap di balik kemudi.

  "Sudah saya atur ulang di dalam Tuan," jawab Derryl seraya menyerahkan sebuah ipad mini kepada bos galaknya itu.

  "Aakh, semua ini hanya karena aku harus menunggu bocah ingusan itu," gerutu Xavier kesal.

      "Apa pengganti, Bibi Ratna sudah datang, Tuan?" tanya Derryl tidak kalah penasaran.

      "Hmm ... dan kau tahu Der, dia masih sangat muda, ingusan dan bau kencur!" papar Xavier tidak suka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status