Share

The Fact That He is My Hope
The Fact That He is My Hope
Penulis: teninonee

Apa itu Keluarga?

Tepat pukul 05.00 pagi, ponsel yang ia letakkan di nakas samping kasur berbunyi dengan nyaring, gadis itu pun terbangun dan berusaha meraih ponsel untuk sekedar mematikan alarm. Dengan nyawa yang belum terkumpul ia berusaha untuk bangkit dari kasur, dan juga meregangkan otot-ototnya.

Ia berusaha terbiasa untuk bangun pagi-pagi meskipun hari itu merupakan akhir pekan karena masih banyak kegiatan yang harus ia kerjakan.

Selepas menyelesaikan segala keperluannya, gadis itu melangkah pergi dari rumah Ibu kosnya untuk menuju toko bunga yang selalu ia buka setiap hari sabtu dan minggu. Toko bunga kecil itu ia bangun untuk mengisi waktu luang di akhir pekan dan juga menambah penghasilan untuk dirinya meskipun tak seberapa.

Tamara Ayudissa, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja mengumpulkan tujuan-tujuan hidupnya agar terus bertahan, ia sendiri hidup tanpa pangkuan dari siapapun, semua ia lakukan sendiri karena seluruh keluarganya meninggalkannya, tidak ayahnya, tidak ibunya, pun tidak juga kakaknya yang berada di sisinya. 

Pagi itu Tamara menggunakan bus umum untuk menuju toko bunga miliknya karena lokasi toko kecilnya itu memang sedikit jauh. Saat dalam perjalanan pikirannya terpenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan di benaknya, ia pun bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, sebetulnya apa itu keluarga?

Tiba-tiba saja saat Tamara melamun terlintas ingatan tentang perlakuan keluarganya.

.

"Kenapa sih lo ngga mati aja?"

"Kamu anak papahmu kan? Silahkan lari ke papahmu, jangan harap mamah bakal ada di pihakmu."

"Aku selingkuh karena kamu ngga bisa memenuhi ekspetasiku! Coba lihat ke kamu, apa yang bisa aku banggakan dari kamu!?"

.

.

Segala ingatan buruknya kerap kali menghantuinya. Tamara bertanya-tanya dalam hatinya. 

Kenapa jika memang setiap manusia yang lahir sudah sepaket dibalut dengan hangatnya keluarga tetapi ia tidak merasakannya? Apakah sehina itu dirinya sehingga ia harus sendiri seperti ini? Jika memang sendiri menjadi keputusannya lalu kenapa saat belum memutuskan untuk hidup sendiri ia juga terus merasa tak pernah memiliki siapapun? 

Ketika baru saja turun dari busnya, ponsel yang berada di dalam totebag Tamara pun berdering, kemudian ia mengangkat sambungan suara yang terhubung dengan ponselnya,           

 “Iya halo Rayyan?” seseorang yang memanggil ponsel Tamara pun bertanya.

 “Ngga apa-apa Mar, kamu lagi on the way ke toko bungamu kan?”

 “Iya ini Ray."

 "Oke nanti sore aku jemput ya,” ucap Rayyan. Pria yang baru saja menelfon Tamara adalah kekasih Tamara, sosok yang selalu menguatkan Tamara.

Saat sampai di toko bunga miliknya ia pun segera membuka pintu gerbang yang menutup tokoknya. Tamara pun mulai mengeluarkan pot-pot yang menjadi tempat tumbuh bunganya satu persatu, membiarkan bunga yang berada di pot itu untuk terkena sinar matahari dan kemudian menyiraminya dengan gembor yang sudah tersedia di tokonya, baru setelah itu Tamara mulai membersihkan ruangan yang menjadi tokonya itu.

Selepas menyelesaikan seluruhnya Tamara pun duduk di kursi kasir tepat para pembelinya membayar bunga yang biasanya mereka beli. Ia membuka buku catatan pemasukan serta pengeluaran agar ia bisa mengira berapa keuntungan tiap bulannya. Sedang asik dengan bukunya, atensinya pun teralihkan ketika lonceng pintu masuk tokonya berbunyi.

    

“Nenek!” Tamara menyerukan panggilannya dengan antusias, seseorang yang Tamara panggil nenek tersebut pun berhambur ke Tamara dengan antusias.

“Nenek kemana aja? Kok udah dua minggu ngga pernah ke toko bunga Tamara? Nenek sakit?” Tamara menyerbu pertanyaannya.

“Engga Mara cantik, nenek memang ada keperluan selama dua minggu kemarin,” Tamara hanya membulatkan mulutnya seperti membentuk huruf O.  

      

"Nenek pesen bunga krisan warna putih kaya biasanya kan?” Nenek itu pun mengangguk. 

Perempuan tua yang baru saja membeli bunga di tempat Tamara adalah nenek Samira, dia menjadi pelanggan setia Tamara karena rumahnya tak jauh dari tempat Tamara menjual bunga-bunganya. Setiap hari sabtu pukul sepuluh pagi nenek Samira akan datang membeli bunga krisan putih, ia selalu membeli bunga krisan putih itu untuk cucunya yang sudah koma selama 6 bulan di rumah sakit. Beliau membeli bunga krisan karna menurutnya bunga krisan memiliki arti, cinta dan harapan. Nenek Samira harap cucunya cepat pulih dan dapat merasakan cintanya.  Nenek Samira juga terlihat baik nan ramah, ia memperlakukan Tamara seperti kerabat dekatnya sendiri.

“Mara kamu sehat-sehat terus ya.” nenek Samira menyelisipkan rambut Tamara ke belakang telinga Tamara. 

            

“Iya nek pasti kok, nenek juga ya, kalau engga nanti siapa yang mau bawain bunga krisan ke cucu nenek lagi kan?”

Nenek Samira pun tersenyum dengan ucapan Tamara, di mata nenek Samira Tamara seperti cucunya sendiri yang selalu bersikap ceria serta ramah kepada siapapun, terlebih lagi umur Tamara dan cucunya sepantaran.

                      

“Ya sudah nenek pergi dulu ya cantik.” Tamara pun tersenyum dan mengangguk.

“Dah nenek, hati-hati.”

Selepas nenek Samira pergi Tamara melanjutkan pekerjaannya, sesekali pengunjung hadir untuk membeli beberapa tangkai bunga, tak lama kemudian seorang pria berumur sekitar 40 tahunan memasuki toko bunga Tamara.

“Permisi neng, saya mau beli bunga dandelion sama bunga daisy tapi bisa ngga ya dijadiin buket?” Sebetulnya Tamara sudah latihan beberapa kali dalam membuat buket bunga, tetapi ia belum pernah mencoba untuk menjual hasil karya dari bunganya itu.

“Maaf pak sebelumnya, saya udah beberapa kali bikin, tapi belum pernah jual saya juga ngga tau hasil buket bunga saya bakal memuaskan atau engga.” 

“Ngga masalah neng, saya harus pesen bunga itu buat hari ini soalnya, takut ngga ada waktu lagi buat nyari toko bunga yang lain,” mendengar itupun Tamara langsung menyetujuinya.              "Baik, Pak. Jika memang Bapak berkenan akan saya buatkan. Nanti kira-kira bapak mau ambil jam berapa ya?”

 

"Nanti jam 2 saya ambil ya neng.”

"Baik, Pak."

Selepas menyetujui hal itupun pria tadi bergegas keluar dan Tamara berusaha untuk membuat rangkaian buket bunga dari bunga daisy dan juga dandelion, ia pun mengambil beberapa kertas cellophane di laci meja kasirnya. Selama 2 jam Tamara merangkai buket bunga dandelion dan daisy itu agar menjadi buket yang indah nan cantik dipandang, ia pun terus fokus dan berkutat pada bunga itu. Meskipun sesekali ada pengunjung yang mampir untuk melihat-lihat bunga dan ada juga yang membeli beberapa tangkai bunga. Waktu sudah menunjukan pukul 14.00 dan buket bunga yang Tamara rangkai sudah siap, 15 menit setelah Tamara merampungkan rangkaiannya pria yang memesan buket bunga itupun datang kembali untuk mengambil pesanannnya.

“Sudah jadi ya neng? Terima kasih banyak ya.” lalu pria itu pun segera membayarkan buket bunga yang sudah ia pesan.

Tamara pun berbasa-basi kepada pembelinya kali ini,                            

“Kalau boleh tau bunganya buat siapa pak?”

“Hari ini adik angkat saya wisuda, meskipun kami ngga ada hubungan darah saya mau tetap ada di hari spesialnya, saya sengaja pesen bunga daisy sama dandelion karna mereka punya makna yang dalem," jawabnya.

Tamara pun tertegun saat pria itu dengan ramah menjawab pertanyaannya, dan selepasnya pria itu pergi. 

***

Hari mulai sore, Tamara mengemasi toko bunga dan menutupnya. Lalu ia menghubungi Rayyan untuk pulang bersama. Sebelum kembali, Rayyan mengajak Tamara untuk menikmati milkshake sebentar sembari duduk di tepi danau bersama. Rayyan menatap lekat Tamara. Betapa bersyukurnya ia memiliki Tamara di hidupnya.

"Kenapa tiba-tiba ngeliatin aku begitu, Ray?" tanya Tamara.

"Emang ngga boleh? Pacarku kan cantik, wajar dong kalau aku pandangin terus." Pipi Tamara memerah karna ucapan Rayyan. Ia tertawa gemas melihat reaksi kekasihnya.              

“Ray kamu tau ngga? Aku kira keluarga itu cuma sekedar hubungan darah, tapi ternyata ada yang lebih dari itu.”

Rayyan sedikit bingung, “Kok gitu? Emang menurutmu apa yang lebih?”

Tamara pun tersenyum sembari menjelaskan kepada Rayyan, “Yang namanya keluarga itu ngga harus terikat hubungan darah, yang terpenting adalah figur dari keluarga itu sendiri.”

“Maksunya gimana Mar? Bisa kasih contoh spesifik?”         

“Gini loh Ray, aku sadar mungkin aku ngga punya ayah, ibu, atau Kak Abim di sisi aku, tapi aku punya kamu. Terkadang kamu bisa jadi sahabat buat aku, bisa jadi pendengar yang baik, bahkan bisa juga jadi kakak karena figur yang kamu punya. Selama ini aku berpikir aku sendirian tanpa keluargaku, ternyata aku cuma ngga membuka pandangan aku tentang apa itu keluarga aja.”                           

Rayyan pun tersenyum teduh kepada Tamara, “Mulai hari ini dan seterusnya ngga boleh mikir sendirian lagi ya? Kamu punya aku, dan selalu punya aku, meskipun orang yang memberikan aku kepercayaan untuk menjaga kamu udah ngga ada, aku bakal tetep ngejaga kamu Mar,” ungkap Rayyan tulus membuat Tamara semakin terhanyut dalam perasaannya. Kini ia mengerti, sekalipun dunia tak berpihak pada Tamara. Riyyan akan selalu ada di sisinya.

To be continue . .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status