Tamara Ayudissa, Seorang gadis berumur 16 tahun menjalani hidupnya bersama luka dan sisa pengkhianatan yang ayahnya lakukan, yang tak pernah merasakan apa itu arti keluarga sesungguhnya. Ibunya, ayahnya dan juga saudaranya sendiri meninggalkannya untuk hidup berjuang sendirian, tanpa siapapun. Namun, dia telah menemukan harapannya pada seseorang, yang selalu ada di sisinya, yang selalu menjadi alasan untuknya terus bertahan. Tapi apakah Tamara akan bertahan sampai akhir? Mampukah harapannya bertahan dan terus menjadi alasan untuknya tetap hidup? Cover by : Pinterest
View MoreTepat pukul 05.00 pagi, ponsel yang ia letakkan di nakas samping kasur berbunyi dengan nyaring, gadis itu pun terbangun dan berusaha meraih ponsel untuk sekedar mematikan alarm. Dengan nyawa yang belum terkumpul ia berusaha untuk bangkit dari kasur, dan juga meregangkan otot-ototnya.
Ia berusaha terbiasa untuk bangun pagi-pagi meskipun hari itu merupakan akhir pekan karena masih banyak kegiatan yang harus ia kerjakan.
Selepas menyelesaikan segala keperluannya, gadis itu melangkah pergi dari rumah Ibu kosnya untuk menuju toko bunga yang selalu ia buka setiap hari sabtu dan minggu. Toko bunga kecil itu ia bangun untuk mengisi waktu luang di akhir pekan dan juga menambah penghasilan untuk dirinya meskipun tak seberapa.
Tamara Ayudissa, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja mengumpulkan tujuan-tujuan hidupnya agar terus bertahan, ia sendiri hidup tanpa pangkuan dari siapapun, semua ia lakukan sendiri karena seluruh keluarganya meninggalkannya, tidak ayahnya, tidak ibunya, pun tidak juga kakaknya yang berada di sisinya.
Pagi itu Tamara menggunakan bus umum untuk menuju toko bunga miliknya karena lokasi toko kecilnya itu memang sedikit jauh. Saat dalam perjalanan pikirannya terpenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan di benaknya, ia pun bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, sebetulnya apa itu keluarga?
Tiba-tiba saja saat Tamara melamun terlintas ingatan tentang perlakuan keluarganya.
.
.
"Kenapa sih lo ngga mati aja?"
"Kamu anak papahmu kan? Silahkan lari ke papahmu, jangan harap mamah bakal ada di pihakmu."
"Aku selingkuh karena kamu ngga bisa memenuhi ekspetasiku! Coba lihat ke kamu, apa yang bisa aku banggakan dari kamu!?"
.
.
Segala ingatan buruknya kerap kali menghantuinya. Tamara bertanya-tanya dalam hatinya.
Kenapa jika memang setiap manusia yang lahir sudah sepaket dibalut dengan hangatnya keluarga tetapi ia tidak merasakannya? Apakah sehina itu dirinya sehingga ia harus sendiri seperti ini? Jika memang sendiri menjadi keputusannya lalu kenapa saat belum memutuskan untuk hidup sendiri ia juga terus merasa tak pernah memiliki siapapun?
Ketika baru saja turun dari busnya, ponsel yang berada di dalam totebag Tamara pun berdering, kemudian ia mengangkat sambungan suara yang terhubung dengan ponselnya,
“Iya halo Rayyan?” seseorang yang memanggil ponsel Tamara pun bertanya. “Ngga apa-apa Mar, kamu lagi on the way ke toko bungamu kan?” “Iya ini Ray.""Oke nanti sore aku jemput ya,” ucap Rayyan. Pria yang baru saja menelfon Tamara adalah kekasih Tamara, sosok yang selalu menguatkan Tamara.
Saat sampai di toko bunga miliknya ia pun segera membuka pintu gerbang yang menutup tokoknya. Tamara pun mulai mengeluarkan pot-pot yang menjadi tempat tumbuh bunganya satu persatu, membiarkan bunga yang berada di pot itu untuk terkena sinar matahari dan kemudian menyiraminya dengan gembor yang sudah tersedia di tokonya, baru setelah itu Tamara mulai membersihkan ruangan yang menjadi tokonya itu.
Selepas menyelesaikan seluruhnya Tamara pun duduk di kursi kasir tepat para pembelinya membayar bunga yang biasanya mereka beli. Ia membuka buku catatan pemasukan serta pengeluaran agar ia bisa mengira berapa keuntungan tiap bulannya. Sedang asik dengan bukunya, atensinya pun teralihkan ketika lonceng pintu masuk tokonya berbunyi.
“Nenek!” Tamara menyerukan panggilannya dengan antusias, seseorang yang Tamara panggil nenek tersebut pun berhambur ke Tamara dengan antusias.“Nenek kemana aja? Kok udah dua minggu ngga pernah ke toko bunga Tamara? Nenek sakit?” Tamara menyerbu pertanyaannya.
“Engga Mara cantik, nenek memang ada keperluan selama dua minggu kemarin,” Tamara hanya membulatkan mulutnya seperti membentuk huruf O.
"Nenek pesen bunga krisan warna putih kaya biasanya kan?” Nenek itu pun mengangguk.
Perempuan tua yang baru saja membeli bunga di tempat Tamara adalah nenek Samira, dia menjadi pelanggan setia Tamara karena rumahnya tak jauh dari tempat Tamara menjual bunga-bunganya. Setiap hari sabtu pukul sepuluh pagi nenek Samira akan datang membeli bunga krisan putih, ia selalu membeli bunga krisan putih itu untuk cucunya yang sudah koma selama 6 bulan di rumah sakit. Beliau membeli bunga krisan karna menurutnya bunga krisan memiliki arti, cinta dan harapan. Nenek Samira harap cucunya cepat pulih dan dapat merasakan cintanya. Nenek Samira juga terlihat baik nan ramah, ia memperlakukan Tamara seperti kerabat dekatnya sendiri.
“Mara kamu sehat-sehat terus ya.” nenek Samira menyelisipkan rambut Tamara ke belakang telinga Tamara.“Iya nek pasti kok, nenek juga ya, kalau engga nanti siapa yang mau bawain bunga krisan ke cucu nenek lagi kan?”
Nenek Samira pun tersenyum dengan ucapan Tamara, di mata nenek Samira Tamara seperti cucunya sendiri yang selalu bersikap ceria serta ramah kepada siapapun, terlebih lagi umur Tamara dan cucunya sepantaran.
“Ya sudah nenek pergi dulu ya cantik.” Tamara pun tersenyum dan mengangguk.“Dah nenek, hati-hati.”
Selepas nenek Samira pergi Tamara melanjutkan pekerjaannya, sesekali pengunjung hadir untuk membeli beberapa tangkai bunga, tak lama kemudian seorang pria berumur sekitar 40 tahunan memasuki toko bunga Tamara.
“Permisi neng, saya mau beli bunga dandelion sama bunga daisy tapi bisa ngga ya dijadiin buket?” Sebetulnya Tamara sudah latihan beberapa kali dalam membuat buket bunga, tetapi ia belum pernah mencoba untuk menjual hasil karya dari bunganya itu.“Maaf pak sebelumnya, saya udah beberapa kali bikin, tapi belum pernah jual saya juga ngga tau hasil buket bunga saya bakal memuaskan atau engga.” “Ngga masalah neng, saya harus pesen bunga itu buat hari ini soalnya, takut ngga ada waktu lagi buat nyari toko bunga yang lain,” mendengar itupun Tamara langsung menyetujuinya. "Baik, Pak. Jika memang Bapak berkenan akan saya buatkan. Nanti kira-kira bapak mau ambil jam berapa ya?”"Nanti jam 2 saya ambil ya neng.”
"Baik, Pak."
Selepas menyetujui hal itupun pria tadi bergegas keluar dan Tamara berusaha untuk membuat rangkaian buket bunga dari bunga daisy dan juga dandelion, ia pun mengambil beberapa kertas cellophane di laci meja kasirnya. Selama 2 jam Tamara merangkai buket bunga dandelion dan daisy itu agar menjadi buket yang indah nan cantik dipandang, ia pun terus fokus dan berkutat pada bunga itu. Meskipun sesekali ada pengunjung yang mampir untuk melihat-lihat bunga dan ada juga yang membeli beberapa tangkai bunga. Waktu sudah menunjukan pukul 14.00 dan buket bunga yang Tamara rangkai sudah siap, 15 menit setelah Tamara merampungkan rangkaiannya pria yang memesan buket bunga itupun datang kembali untuk mengambil pesanannnya.
“Sudah jadi ya neng? Terima kasih banyak ya.” lalu pria itu pun segera membayarkan buket bunga yang sudah ia pesan.
Tamara pun berbasa-basi kepada pembelinya kali ini,
“Kalau boleh tau bunganya buat siapa pak?”“Hari ini adik angkat saya wisuda, meskipun kami ngga ada hubungan darah saya mau tetap ada di hari spesialnya, saya sengaja pesen bunga daisy sama dandelion karna mereka punya makna yang dalem," jawabnya.
Tamara pun tertegun saat pria itu dengan ramah menjawab pertanyaannya, dan selepasnya pria itu pergi.***
Hari mulai sore, Tamara mengemasi toko bunga dan menutupnya. Lalu ia menghubungi Rayyan untuk pulang bersama. Sebelum kembali, Rayyan mengajak Tamara untuk menikmati milkshake sebentar sembari duduk di tepi danau bersama. Rayyan menatap lekat Tamara. Betapa bersyukurnya ia memiliki Tamara di hidupnya.
"Kenapa tiba-tiba ngeliatin aku begitu, Ray?" tanya Tamara.
"Emang ngga boleh? Pacarku kan cantik, wajar dong kalau aku pandangin terus." Pipi Tamara memerah karna ucapan Rayyan. Ia tertawa gemas melihat reaksi kekasihnya.
“Ray kamu tau ngga? Aku kira keluarga itu cuma sekedar hubungan darah, tapi ternyata ada yang lebih dari itu.”
Rayyan sedikit bingung, “Kok gitu? Emang menurutmu apa yang lebih?”
Tamara pun tersenyum sembari menjelaskan kepada Rayyan, “Yang namanya keluarga itu ngga harus terikat hubungan darah, yang terpenting adalah figur dari keluarga itu sendiri.”
“Maksunya gimana Mar? Bisa kasih contoh spesifik?”
“Gini loh Ray, aku sadar mungkin aku ngga punya ayah, ibu, atau Kak Abim di sisi aku, tapi aku punya kamu. Terkadang kamu bisa jadi sahabat buat aku, bisa jadi pendengar yang baik, bahkan bisa juga jadi kakak karena figur yang kamu punya. Selama ini aku berpikir aku sendirian tanpa keluargaku, ternyata aku cuma ngga membuka pandangan aku tentang apa itu keluarga aja.”
Rayyan pun tersenyum teduh kepada Tamara, “Mulai hari ini dan seterusnya ngga boleh mikir sendirian lagi ya? Kamu punya aku, dan selalu punya aku, meskipun orang yang memberikan aku kepercayaan untuk menjaga kamu udah ngga ada, aku bakal tetep ngejaga kamu Mar,” ungkap Rayyan tulus membuat Tamara semakin terhanyut dalam perasaannya. Kini ia mengerti, sekalipun dunia tak berpihak pada Tamara. Riyyan akan selalu ada di sisinya.
To be continue . .
Keesokan harinya setelah kejadian Tamara jatuh, keluarga kecil itu menjadi lebih dingin dikarenakan Danis masih terlihat tidak terima ketika anak perempuannya terluka hanya karena ketidaksengajaan putra sulungnya itu.Saat Citra tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya itu, Danis berlalu pergi setelah mengambil satu potong roti, melihatnya Citra pun bertanya-tanya dan terheran tumben sekali suaminya itu tidak ikut sarapan. "Loh mas? Kamu mau kemana?""Mau berangkat kerja, kenapa?" masih terdengar nada ketus dari jawaban Danis. "Kok ngga sarapan dulu?" Citra masih berusaha membujuk Danis agar ikut sarapan dengan keluarganya. "Ngga usah, aku lagi ngga mood makan." dan bujukan Citra pun gagal, Danis mengecup dahi Tamara sebentar dan berlalu pergi untuk bekerja tanpa memakan masakan yang sudah istrinya siapkan, bahkan Citra telah menyiapkan bekal dari masakannya, tapi Danis sama sekali tak bertanya perihal bekal yang sud
Setelah melewati berbagai tahap dan proses persalinan, anak kedua Danis dan Citra pun lahir. Bagi Citra persalinannya kali ini tidak terlalu berat seperti persalinannya pada kali pertama. Setelah dipersilahkan masuk oleh perawat, Danis memasuki ruangan dimana Citra dipindahkan setelah bersalin. Danis lantas menimang putri keduanya. "Putri papah.. cantik banget, kaya mamah ya nak," ucapnya sambil menimang putrinya itu. "Tamara mas," tiba-tiba saja Citra mengeluarkan nama itu. "Ah iya, Tamara cantik.." Sebelum putri kedua mereka lahir, Citra dan Danis telah merencanakan nama yang tepat untuknya, dan lahirlah nama Tamara dengan nama lengkap Tamara Ayudissa Cokroaminoto, sama seperti kakaknya Tamara juga membawa nama keluarga Danis bagai sebuah marga. "Sayang banget ya mas Abim ngga ada di sini, padahal dia antusias banget bakal punya adik perempuan." "Ngga apa-apa, besok aku bawa dia ke sini biar bisa liat adiknya cantik, sama
Seperti biasanya Citra tengah melakukan rutinitasnya setiap pagi, memasak untuk sarapan keluarganya yang dibantu oleh bi Ijah. "Sayang, nanti jangan lupa bawain aku bekal ya," pinta Danis yang sedang meminum jus jeruknya pada istrinya yang tengah memasak. "Iya mas kaya ngga biasanya aja." kemudian Citra pun meneruskan kegiatannya. "Mamahhh.. dasi sekolah Abim dimana?" teriak Abim dari ruang setrika. "Sebentarr nak." Citra pun meninggikan nadanya agar terdengar oleh Abim. "Bi ini tolong diterusin dulu ya, Citra mau ngurusin Abim dulu." "Baik non." kemudian Citra pun menghampiri Abim yang sibuk mencari-cari pakaian. "Nak, mamah kan sudah bilang ini loh dasimu di gantung." Abim pun menyela kata-kata Citra, "Tapi kan Abim nga sampee.." Citra hanya menghela nafasnya melihat anak pertamanya bisa saja dalam menjawab pertanyaannya. "Ya udah sana kamu siap-siap lagi dulu, mamah mau masak buat bekal kamu."
3 tahun kemudian, Abimanyu kecil sudah tumbuh lebih besar, ia tumbuh dengan baik di bawah naungan Danis dan Citra, sekalipun hubungan Danis dan Citra merenggang hanya karna Citra berhenti meneruskan karirnya namun baik Danis maupun Citra bertekad untuk tetap menjadi orang tua yang baik bagi putra pertama mereka."Sini jagoan Papa!!" Danis pun menggendong tubuh kecil Abim."Mu main," ucap Abim kecil sambil menunjuk mainan pesawat yang ada di bawah."Abim mau main pesawat?" tanya Danis yang dibalas anggukan oleh Abim, "dari pada mainan pesawat itu, mending main pesawat-pesawatan sama papah." kemudian Danis pun menggendong tubuh kecil milik Abim ke bagian tengkuknya dan bermain bersama-sama, mereka sama-sama tertawa.Citra yang memandangi hal itu hanya tersenyum sambil terenyuh. "Kamu aja sayang banget sama anakmu mas, kok bisa kamu ngelarang aku berhenti kerja demi egomu?" tanya Citra yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri, ia tidak ingin memulai perteng
Keesokan paginya Citra sudah bangun lebih awal dan memutuskan untuk segera mandi karena baik Danis dan Citra masih harus bekerja, begitu selesai mandi Citra melihat Danis sudah terbangun dalam keadaan bingung, ia juga terlihat pusing. “Cit semalem kita ngapain?” tanyanya pada Citra karena melihat dirinya tak dibalut dengan benang sehelai pun kecuali dengan selimut yang menutupinya. Menanggapi pertanyaan tersebut Citra membalasnya dengan tenang sambil tersenyum. “Kamu ngga inget?” Mendengar jawaban Citra tentu saja Danis paham bahwa mereka telah melakukannya semalam.Meskipun mereka telah sah menjadi suami istri, terlebih lagi selama 3 tahun baru kali ini Danis menyentuh istrinya seharusnya itu bukanlah masalah baginya, akan tetapi melakukannya dalam keadaan tidak sadar tentu saja membuat perasaan Danis menjadi kurang nyaman. “Kamu masih pusing mas? Semalem kamu pulang dalam keadaan mabok, kamu mau tetep berangkat kerja? Atau absen
⚠ Adult content, 18+ only. Citra masih berada di kamar keluarga Cokroaminoto setelah segala rangkaian pernikahan mereka selesai. Ketika sudah tidak ada lagi tamu yang berdatangan ke rumah mertuanya karena tidak sempat hadir di tempat resepsinya, Citra duduk menghadap cermin dan mulai menuangkan remover ke kapas untuk menghapus sisa-sisa make upnya, dan beranjak untuk mandi setelah memastikan sudah tidak ada lagi make up yang tersisa di wajahnya. Begitu kembali dari kamar mandi Citra pun bersiap menggunakan lingerie untuk ritual malam pertamanya, begitu selesai menggunakan lingerienya pintu kamarnya pun terbuka dan memunculkan Danis yang hendak masuk ke kamar di balik pintunya, Citra pun tersenyum memandang Danis, namun begitu Danis melihat Citra sudah menggunakan lingerie itu Danis justru melemparkan pertanyaannya.“Kamu ngapain pake itu Citra?” Senyum Citra yang semula merekah pun memudar, tentu saja ia bingung, bukankah umumnya sepasa
Dalam kurun waktu 3 hari kedua keluarga itu begitu sibuk menyiapkan pertunangan Danis dan Citra, hingga pada akhirnya hari pertunangan itu pun tiba. Seluruh keluarga Citra sudah siap di rumahnya, mereka semua tengah menunggu kedatangan keluarga Danis.Selama beberapa waktu menunggu, Danis beserta rombongan keluarganya pun tiba, tak lupa dengan seserahan yang sudah mereka siapkan untuk dibawa. Seluruh keluarga Citra pun menyambut dengan baik kedatangan keluarga Danis, dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah.Setelah keluarga Danis dipersilahkan masuk acara lamaran yang dilanjutkan pertunangan itu pun segera dimulai, tentu saja di dalam acara itu terdapat pembawa acara untuk memandu rangkaian per acaranya. Meningkat acara yang pertama, pembawa acara membuka acara lamaran tersebut, menyambut setiap tamu dengan selamat datang yang ia ucapkan dan juga mengucapkan terima kasih atas ketersediaan setiap tamu karena hadir dalam acara lamaran t
Waktu menunjukkan pukul dua siang, itu artinya Danis akan datang ke rumah Citra sesuai janji temu mereka di telfon sebelumnya.Begitu Citra selesai ia berniat turun ke bawah untuk menunggu kedatangan Danis, namun Danis sudah sampai terlebih dahulu. Calon suaminya terlihat begitu bersemangat kali ini. Setelah berpamitan Danis pun membawa Citra pergi ke tempat yang sudah ia booking sebelumnya.Citra betul-betul terkagum bahwa ternyata Danis membawanya ke tempat yang cukup mahal di kotanya, ia pikir ini hanya kencan biasa, apakah Danis menang lotre sehingga ia beralih seloyal ini? Begitu batin Citra. Begitu sampai di meja yang Danis pesan sebelumnya, Danis pun mempersilahkan Citra untuk duduk dengan menyediakan kursi Citra. Selepasnya Danis langsung mengangguk kepada pelayan. “Ini kita ngga pesan apa-apa mas?” tanya Citra kepada Danis. “Sabar ya, sebentar lagi makanannya di anter kok.” Danis menimpali pertanyaan Citra. Ternyata
Di kediaman Cokroaminoto, Yuda memanggil Danis untuk menghadapnya di ruang tengah. “Danis tadi ayah ditelfon oleh Janu. Bagaimana perihal pernikahan kamu nak?”Danis masih terdiam ketika ayahnya menanyakan hal ini, pasalnya dirinya tidak ingin melanjutkan pernikahan ini, jika ada yang harus diutarakan pada ayahnya memang apa? Danis juga tidak memiliki alasan yang kuat untuk menolak pernikahan ini terlebih lagi perjodohannya dengan Citra memang ada karena itu menjadi bentuk pelunasan hutang budi keluarganya kepada keluarga Hardinata.“Nak.. tolong pikirkan kembali, ibu tidak mau memaksa tapi rasanya akan sayang kalau kamu menyia-nyiakan perjodohan ini.”Danis hanya bisa mengutarakan segala pikiran yang berkecamuk di hatinya, perjodohan ini tanpa paksaan namun dirinya harus menerima itu.“Ayah ngga mau tau Danis silahkan kamu atur pertemuan kamu dengan Citra dalam waktu dekat-dekat ini.” selepasnya Yuda pun be
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments